Kilas Berita

Tenaga Kerja Konstruksi Bersertifikasi Masih Di Bawah 10%

Administrator | Kamis, 28 Februari 2019 - 13:49:16 WIB | dibaca: 881 pembaca

Foto: Istimewa

Ditengah gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, sungguh ironis jumlah pekerja konstruksi lokal yang mengantongi sertifikasi masih sangat minim. Padahal Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 70 mengatur bahwa setiap pekerja yang bekerja di sektor konstruksi wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja.

Sertifikasi juga diperlukan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja konstruksi yang diakibatkan oleh kurang terampilnya SDM yang bekerja.

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin mengungkapkan sertifikat membuktikan bahwa tenaga kerja tersebut berkompeten dibidangnya, sehingga kualitas pekerjaan yang diharapkan bisa terjamin.

“Namun kondisinya saat ini, dari 8,1 juta tenaga kerja kontruksi Indonesia, yang mempunyai sertifikat tidak sampai 10%. Ini sungguh memprihatinkan, dan kita akan berupata mempercepat proses sertifikasi untuk pekerja konstruksi ini,” kata Chali, demikian dia akrab disapa dalam sebuah acara pelatihan, baru-baru ini.

Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Konstruksi telah menyiapkan beberapa strategi dalam melakukan percepatan peningkatan jumlah tenaga kerja yang bersertifikat antara lain pelatihan di kelas, pelatihan di lapangan, hingga pemberian sertifikasi dari jarak jauh. Dengan demikian, kata Chali, target pada 2019 ada 3 juta tenaga kerja yang sudah bersertifikat dari mulai tenaga ahli sampai tenaga terampil dapat tercapai.

Menurut dia, sertifikasi tenaga konstruksi yang selama ini didorong Kementerian PUPR telah terbukti diakui di tingkat internasional. Terbukti sebanyak 400 tenaga kerja konstruksi Indonesia yang sudah bersertifikat dapat bekerja dalam proyek infrastruktur di Aljazair dalam pembangunan rumah dan jalan.

Pemerintah juga telah mengeluarkan regulasi untuk mengatur remunerasi atau standarisasi upah minumum terhadap tenaga kerja konstruksi. Hal ini sebagai bentuk perhatian Pemerintah terhadap tenaga kerja konstruksi, selain juga untuk memacu kinerja setiap pekerja konstruksi lebih bagus lagi.

Fokus Pengembangan SDM
Sertifikasi tenaga konstruksi merupakan upaya Kementerian PUPR meningkatkan kompetensi dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) konstruksi nasional agar memiliki daya saing dalam kompetisi global. Hal itu menjadi fokus yang dilakukan pemerintah seiring gencarnya pembangunan infrastruktur.

“Tantangan utama pembangunan infrastruktur saat ini adalah peningkatan daya saing dan keunggulan kompetitif pada sektor konstruksi. Untuk menjawab tantangan tersebut perlu peran aktif pemangku kepentingan jasa konstruksi untuk sinergikan kekuatan nasional dalam rangka pertahankan pasar nasional dan merebut pasar konstruksi regional,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Anita Firmanti.

Faktor kesehatan dan keselamatan kerja pada sektor konstruksi menjadi salah satu hal penting yang diprioritaskan pemerintah.

Menurut Chali, sesuai amanah Undang-Undang No. 2 Tahun 2018, pengguna dan penyedia jasa konstrukai harus memastikan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Keberlanjutan (K4 Konstruksi) dan harus diterapkan di seluruh lini pelaksanaan pekerjaan konstruksi dari perencanaan sampai dengan serah terima pekerjaan.

Dia mencontohkan mengenai gencarnya sektor minyak dan gas pada tahun 1980-an, dan terjadinya beberapa kecelakaan pada sektor tersebut. Namun dapat dilihat, sektor migas berhasil meningkat dan dalam hal penerapan K3, sehingga sektor migas merupakan salah satu yang terbaik.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa gencarnya pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini menandakan bahwa sekarang adalah era konstruksi. Hal yang terpenting dalam menjalaninya adalah terus meningkatkan kapasitas sektor konstruksi Indonesia. Salah satunya dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia konstruksi.

Dia pun mengingatkan peran pemerintah daerah (Pemda) dalam menjalankan tugas untuk melakukan pembinaan jasa konstruksi terhadap stakeholder terkait. Hal ini bukan sebagai bentuk pelepasan tanggung jawab pemerintah pusat terhadap pembinaan konstruksi di daerah, tetapi untuk memperluas dan mempercepat pelaksanaan pembinaan konstruks inasional.

“Saya berharap pemerintah bersama seluruh lembaga terkait bersinergi, terutama agar pemprov dan pemkab bersinergi dan bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan tenaga ahli dan menyelenggarakan pelatihan tenaga terampil,” tegas Chali. (Rinaldi)