Berita

Tata Ruang Perkotaan Bentuk Zona Perumahan Rakyat

Administrator | Kamis, 16 Mei 2019 - 14:36:23 WIB | dibaca: 1262 pembaca

Jakarta: Laju urbanisasi harus dikelola dengan baik sehingga memberikan manfaat lebih besar untuk pertumbuhan ekonomi. Apalagi, sekitar 68 persen penduduk Indonesia diperkirakan tinggal di perkotaan pada 2025.
 
Merujuk data World Bank, 1 persen laju urbanisasi baru mampu meningkatkan 4 persen dari produk domestik bruto (PDB) per kapita masyarakat Indonesia. Padahal di negara-negara lain, seperti Thailand dan Vietnam, 1 persen laju urbanisasi dapat mendorong 7-8 persen PDB per kapita penduduk mereka.
 
"Jadi, rencana tata ruang perkotaan ke depan harus memberikan keberpihakan dan kepastian bermukim untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) dan kaum miskin kota. Harus ada inovasi seperti zona perumahan rakyat dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), terutama di kota-kota yang menjadi sasaran urbanisasi," kata Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata. 
 
Keadilan tata ruang seperti zonasi perumahan rakyat dapat membendung terjadinya urban sparwl yang menyebar ke pinggiran kota sehingga MBR dipaksa tinggal jauh dari pusat kota. Hal itu bisa berakibat kemacetan, polusi, ketidakefisienan, dan mahalnya biaya transportasi.
 
Dengan keberadaan zona perumahan rakyat dalam RDTR, ungkap Eman, diyakini memberi akses lebih luas bagi MBR untuk memiliki rumah di dekat atau di tengah pusat kota seperti yang sudah diterapkan di banyak negara. Bila ada zona khusus untuk rumah rakyat dalam detail tata ruang, lanjut Eman, harga tanah serta pajak bumi dan bangunan akan terkontrol.
 
"Swasta boleh saja masuk, tetapi dia harus membangun rumah untuk MBR di situ. Tidak boleh komersial," kata Presiden Federasi Realestat Dunia (FIABCI) Asia Pasifik itu.
 
Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), hingga Maret 2019, baru 52 peraturan daerah (perda) RDTR yang rampung dari 1.383 perda RDTR yang seharusnya disusun di seluruh kota se-Indonesia.
 
Realisasi itu masih sangat rendah sekali, padahal RDTR merupakan acuan pembangunan kota. Keberadaan zona khusus rumah rakyat di dalam RDTR diyakini Eman efektif membantu Program Sejuta Rumah (PSR) yang sedang digiatkan pemerintah, baik dari sisi permintaan atau kebutuhan masyarakat maupun penyediaan (pasokan) dari pengembang.
 
Hal itu karena dengan zona khusus yang harga lahannya terkontrol, pengembang rumah subsidi yang selama ini kesulitan mencari lahan terjangkau di dekat kota akan sangat terbantu.
 
Namun, sukses atau tidaknya pengembangan zona khusus, sangat bergantung pada dua syarat, yaitu pemerintah harus mendukung penuh pembangunan infrastruktur kawasan zona khusus rumah rakyat. Kedua, pemerintah daerah tegas melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pemanfaatan lahan di zona tersebut.
 
"Kontrol pemerintah daerah penting sekali. Artinya, kalau di zona itu khusus rumah MBR, tidak bisa dijual, misalnya kepada pengembang rumah komersial. Harus tegas sesuai peruntukkannya, ada law enforcement di situ," ujar alumnus jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
 
Ketua IAP DKI Jakarta, Dhani Muttaqien, mengungkapkan Pelatihan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi yang dilakukan pada 24-26 April 2019 diikuti puluhan perencana kota dari Jakarta dan Jawa Barat. Pelatihan itu melibatkan pemateri dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta, akademisi, dan praktisi, termasuk dari REI.
 
Pelatihan itu diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi para perencana kota dalam penyusunan RDTR. Pasalnya, banyak kawasan perkotaan yang belum memiliki perda RDTR yang dapat menimbulkan ketidakpastian usaha di berbagai sektor.
 
Sumber: