TOPIK UTAMA

Wakil Ketua Umum DPP REI - Umar Husin

Pengembang Rumah Subsidi Butuh Bunga Kredit Rendah

Administrator | Kamis, 20 September 2018 - 14:32:22 WIB | dibaca: 787 pembaca

Wakil Ketua Umum DPP REI - Umar Husin

Program Sejuta Rumah (PSR) sudah memasuki tahun ketiga sejak dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 29 April 2015. Banyak pencapaian yang sudah diraih, meski diakui masih banyak pula yang perlu dibenahi dan disempurna tidak hanya untuk memenuhi keterjangkauan masyarakat tetapi memastikan kontiniutas pasokan dari pengembang.

Salah satunya terkait dengan daya dukung permodalan pengembang rumah subsidi yang mayoritas berada di daerah. Sebagian besar pengembang di daerah menghadapi keterbatasan modal kerja, sementara di sisi lain kredit modal kerja (konstruksi) yang tersedia cukup terbatas. Kalau pun ada, tingkat suku bunga yang harus ditanggung terbilang tinggi yakni berkisar 12 persen sampai 13 persen. Besar bunga itu sama dengan kredit konstruksi yang diperuntukkan bagi pengembang nonsubsidi (komersial).

Tahun ini, REI mendorong penurunan suku bunga kredit konstruksi untuk pengembang rumah subsidi. Hal itu masuk dalam program prioritas yang harus dituntaskan pada 2018. Selain mendukung terealisasinya Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang saat ini tinggal menunggu terbitnya peraturan pemerintah (PP). Tapera diharapkan menjadi akselerator pembiayaan perumahan rakyat di masa mendatang.

Apa saja yang menjadi fokus REI di bidang pembiayaan dan perbankan sepanjang 2018, berikut wawancara kami dengan Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Perbankan dan Pembiayaan, Umar Husin di kantor DPP REI, baru-baru ini.

Pemerintah pada akhir Maret nanti bakal meresmikan beroperasinya Tapera. Bagaimana sikap REI?
Skim pembiayaan perumahan melalui tabungan perumahan rakyat sangat mendesak dilakukan. REI sejak wacana ini dibahas sudah memberikan dukungan penuh dan ikut terlibat dalam pembahasanpembahasan baik dengan pemerintah maupun legislatif.

Kami melihat Tapera ini bisa menjadi sumber pembiayaan murah dan jangka panjang untuk pembiayaan perumahan yang besar di masa datang. Karena selama ini masih terdapat gap yang luas antara kebutuhan perumahan dengan ketersediaan pembiayaan. Keberadaan Tapera diharapkan dapat mengurangi gap tersebut.

Di banyak negara, lembaga seperti Tapera ini terbukti mampu memenuhi kebutuhan dana perumahannya, sehingga Tapera harus didukung penuh. REI berharap dengan adanya Tapera akan menjadi angin segar bagi masyarakat terutama MBR.

REI sudah pernah melakukan kajian seberapa besar potensi dana yang bisa dihimpun Tapera?
Potensi dana secara spesifik kami belum hitung, mungkin ada simulasi-simulasi hitungan namun masih perlu dikaji matang.

Yang jelas dananya pasti besar dan mampu membantu skema-skema pembiayaan untuk masyarakat memiliki rumah seperti FLPP, SSB, bantuan pembiayaan untuk sektor informal dan lain-lain.

Di tahun 2018 apa saja program prioritas REI di bidang pembiayaan dan perbankan?
Program kerja kami di 2018 adalah mendorong kepada pemerintah supaya kredit suku bunga konstruksi khusus untuk pengembang-pengembang yang membangun rumah MBR diturunkan. Kalau bisa menjadi satu digit. Saat ini suku bunganya sama dengan kredit komersial yakni berkisar 12 persen sampai 13 persen.

REI mendorong ada keberpihakan, dengan memberikan kemudahan dan keringanan kepada pengembang rumah subsidi sehingga Program Sejuta Rumah bisa berjalan optimal.

Selama ini, apakah kredit konstruksi dari bank sudah merata untuk semua anggota REI?
Hampir semua pengembang butuh kredit konstruksi dan memanfaatkan kredit tersebut untuk modal kerja. Pengembang meminjam baik dari bank pemerintah, maupun swasta, atau BPR. Tapi itu dengan suku bunga komersial, bukan lebih rendah. Padahal PSR ini merupakan program strategis pemerintah.

Kenapa baru sekarang diusulkan penurunan suku bunga kredit konstruksi tersebut?
Sebenarnya kami sudah ajukan ini sejak 2017. Namun di 2018 ini REI akan lebih intens berbicara kepada ke BI dan OJK, serta pemerintah. Karena begini, selama ini kemudahan sudah banyak diberikan untuk pembeli terutama MBR. Antara lain PPh 1%, PPN jadi nol persen, uang muka hanya 1% dan suku bunga KPR hanya 5% per tahun.

Dan tahun ini dengan target yang juga meningkat kami rasa sudah waktunya pengembang juga diberikan insentif agar bisa membangun lebih optimal.

Idealnya berapa bunga kredit konstruksi yang ideal untuk pengembang rumah subsidi?
Selama ini selalu double digit, yakni 12 persen hingga 13 persen. Kami sudah menghitung dan melakukan kajian, idealnya 9 persen hingga 10 persen atau sekitar 3 persen dibawah suku bunga yang berlaku. Seharusnya pemerintah bisa juga memberikan talangan seperti skema Subsidi Selisih Bunga (SSB) yang diberikan kepada konsumen untuk pengembang. Jadi pemerintah yang membayarkan selisihnya.

Soal Loan to Value (LTV) spasial yang sempat hangat dibahas akhir tahun lalu namun tidak jadi diterapkan. Apa komentar Anda?
Semua terobosan yang berpihak pada MBR tentu akan sangat kami dukung, dan LTV spasial ini sebenarnya bukan cuma akan memudahkan MBR. Akan tetapi, terobosan ini bisa mendorong, menggairahkan, dan menjadi stimulus untuk meningkatkan pertumbuhan penyaluran kredit properti yang melambat sejak 2014.

Sayang pemerintah tidak jadi menerapkannya. Saya tidak tahu persis alasannya, tapi mungkin masih butuh kajian dan juga data yang valid mengenai kesejahteraan dan tingkat ekonomi setiap daerah.

Harapan di tahun ini untuk sektor properti, terutama bagi MBR? 
Kami berharap meski 2018 ini katanya tahun politik, namun bagi pasar properti tidak berpengaruh. Rumah adalah kebutuhan pokok masyarakat, kebutuhannya selalu ada. Ditambah lagi tahun ini kan tingkat laju ekonomi kita juga sedang bagus, inflasi juga rendah sehingga diharapkan ada dampak positif bagi perumahan MBR. TPW