GAGASAN

Pengembang Butuh Litigasi Public Relation

Administrator | Jumat, 22 Maret 2019 - 14:13:14 WIB | dibaca: 1293 pembaca

Foto: Istimewa

Oleh: Juneidi D.Kamil, SH, Praktisi Hukum Properti dan Perbankan Pembangunan properti


Pengembang properti yang sedang dirundung masalah relatif banyak diberitakan sehingga menjadi sangat tidak nyaman. Berita negatif yang muncul di media cetak, media elektronik bahkan media sosial dapat merusak reputasi pengembang.

Reputasi merupakan intangible asset yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara. Dalam satu kesempatan, Warrent Buffet pernah berkata. “It takes 20 years to build a reputation and five minutes to ruin it. If you thingk about that, you’ll do things differently”.

Sesungguhnya pengembang properti membutuhkan litigasi public relation (Litigasi PR) dalam bisnis yang dijalankannya. Mengapa demikian ?

Bisnis Pengembang Properti
Kegiatan bisnis properti mulai dilakukan dalam tahapan perencanaan, pembebasan lahan dan pengurusan perijinan, pembangunan sampai dengan pemasaran properti. Investasi dalam bisnis properti berupa dana yang dikeluarkan harus secepatnya berputar menghasilkan uang kas kembali.

Kecepatan perputaran aliran uang kas (turnover cashflow) sangat mempengaruhi tebal tipis margin keuntungan yang akan diperoleh pengembang.

Dalam tahapan perencanaan, pengembang properti pada umumnya sudah mengikutsertakan pihak lain untuk membantu seperti jasa konsultan perencanaan teknis dan agen pemasaran (broker agency) untuk membuat gambar-gambar design bangunan rumah, site plan dan juga brosur properti serta media pemasaran lainnya.

Aktivitas pembebasan lahan akan didahului dengan pengurusan perijinan lokasi. Setelah dilengkapi perjinan lokasi maka dilakukan aktivitas pembebasan lahan seperti pembelian lahan kepada pemilik. Pengurusan perijinan pengembang adakalanya menggunakan jasa konsultan untuk penyelesaiannya.

Pembangunan properti dilakukan dengan menggandeng kontraktor untuk bekerjasama baik dengan perjanjian pemborongan pekerjaan dengan pola pembayaran bertahap (cash termijn) atau berdasarkan prestasi pembangunan yang dilakukan kontraktor. Pengembang properti bisa jadi melakukan kerjasama dengan kontraktor yang sanggup memenuhi komitmen untuk membangun fisik bangunan, sarana dan prasarana dengan pembayaran dari hasil realisasi penjualan.

Penjualan rumah yang dilakukan pengembang properti dalam prakteknya dilakukan secara tunai, tunai bertahap atau dukungan KPR/KPA bank. Untuk pembangunan perumahan tapak (landed), pembayaran kontraktor oleh pengembang properti dapat disepakati dari hasil realisasi penjualan rumah melalui kredit pemilikan rumah bank.

Pengamanan pembayaran kepada kontrak-tor disepakati pembuatan kuasa/perintah pemindahbukuan (Standing Instruction) dana hasil realiasi KPR milik pengembang untuk langsung disalurkan ke rekening kontraktor yang disetujui oleh Bank penyalur KPR.

Setiap tahapan dalam aktivitas bisnis properti sesungguhnya mengandung risiko hukum (inherent risk). Risiko hukum adalah potensi terjadinya permasalahan hukum yang dapat menimbulkan kerugian bagi pengembang properti.

Dalam dunia korporasi kontemporer sudah diperkenalkan istilah atau pengetahuan tentang manajemen risiko. Risiko-risiko dalam bisnis properti berdasarkan ilmu manajemen risiko harus senantiasa diidentifikasi, diukur, dimonitoring dan dievaluasi selanjutnya dilakukan upaya untuk memitigasi (mengelola) risikonya.

Permasalahan hukum tidak jarang mengemuka ke publik dalam bentuk pemberitaan baik di media cetak, media elektronik bahkan media sosial. Pemberitaan adanya permasalahan hukum membuat rusaknya reputasi pengembang properti. Pemberitaan negatif bagi pengembang properti dapat menggangu pemasaran yang dilakukan, target penjualan akan cenderung menurun. Pemberitaan pengembang yang sedang menghadapi masalah itu ada yang benar, tidak sepenuhnya benar bahkan ada juga yang keliru.

Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) memberikan solusi bagi pengembang properti menyelesaikan masalah itu. Mereka dapat memberikan hak jawab (psl. 5 ayat 2 UU Pers) atau menggunakan hak koreksi (psl. 5 ayat 3 UU Pers). Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Dalam perkembangannya, sesungguhnya mereka tidak hanya membutuhkan itu. Mereka membutuhkan apa yang disebut dengan “Ligitasi Public Relations (Litigasi PR)”.

Litigasi PR
Litigasi PR adalah proses mengelola komunikasi yang berkaitan dengan permasalahan hukum agar tidak berkembang kepada munculnya risiko reputasi yang berakibat kepada munculnya risiko hukum. Permasalahan hukum dapat menyangkut pribadi, kelompok orang, badan usaha (korporasi) bahkan badan hukum public.

Litigasi PR penting dan sangat bermanfaat bagi pengembang properti. Setidak-tidaknya terdapat 5 (lima) faktor yang menyebabkan pentingnya Litigasi PR. Pertama, tingkat persaingan dalam bisnis properti semakin tinggi. Kedua, kondisi pasar properti semakin kritis karena sudah teredukasi semakin baik. Ketiga, adanya kepedulian otoritas dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen properti. Keempat, munculnya risiko reputasi dan risiko hukum bagi pengembang properti. Kelima, proses penegakan hukum di negara kita masih rentan dengan opini publik.

Banyaknya manfaat yang memperlihatkan pentingnya litigasi PR, membuat peranannya semakin strategis bagi pengembang properti. Litigasi PR ini bertujuan untuk mencegah agar suatu permasalahan hukum yang melanda korporasi tidak sampai berkembang menjadi proses tuntutan pidana di Kepolisian dan/atau gugatan perdata di dunia peradilan. Litigasi PR merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya mengelola risiko reputasi (reputation risk).

Pemangku kepentingan diharapkan dapat memiliki kesan atau persepsi positif terhadap pentingnya keberadaan pengembang properti. Pemangku kepentingan dalam bisnis properti perlu diberikan informasi yang benar dan produktif agar tidak terjadi resistensi. Pasar properti saat ini semakin kritis sehingga pengembang properti perlu melakukan edukasi secara baik terutama kepada calon konsumen.

Meskipun Litigasi PR ini penting manfaatnya, bersentuhan langsung dengan kasus-kasus hukum bagi kebanyakan konsultan PR masih merupakan hal yang baru. Mereka masih gamang khawatir langkah-langkah yang ditempuh kontra produktif. Sinergi Konsultan PR dan Konsultan Hukum menghasilkan cara smart untuk menyusun langkah Litigasi PR Korporasi.

Dalam satu kesempatan di 2006, penulis berkesempatan membantu upaya Litigasi PR terhadap sebuah properti pusat perdagangan (trade center) yang pertama kali muncul di kota Medan. Saat itu terdapat tuntutan warga masyarakat yang melakukan demonstrasi terhadap kehadiran trade center ini. Demontrasi warga masyarakat kota Medan saat ini disebabkan karena adanya informasi pembangunan properti belum sesuai dengan perijinan yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat.

Pemberitaan yang muncul saat itu membawa dampak negatif terhadap investasi yang dilakukan oleh pengembang properti. Demontrasi yang dilakukan warga masyarakat ini menghambat pemasaran trade center ini. Pihak perbankan semakin khawatir untuk memberikan dukungan pembiayaan baik modal kerja konstruksi maupun kredit pemilikan untuk penjualan kios-kios yang dengan kepemilikan strata title. Satu hal lagi, supplier material bangunan dan kontraktor semakin khawatir nasib pembayaran material bangunan dan jasa pekerjaan pembangunannya.

Saat itu dilakukan upaya untuk merancang langkah-langkah litigasi PR, dan upaya ini berhasil dengan baik. Mudah-mudahan dalam kesempatan berikutnya akan diulas lebih lanjut merancang langkah litigasi PR yang bermanfaat bagi pengembang properti.

Penutup
Kegiatan bisnis yang dilaksanakan pengembang properti mengandung risiko secara internal (in-heren risk) yang harus senantiasa dikelola. Kegagalan dalam mengelola risiko mengakibatkan munculnya kerugian pengembang properti baik secara moril maupun materiil.

Apabila pengembang properti gagal mengelola risiko reputasi yang sudah dibangun puluhan tahun, maka akhirnya akan dapat runtuh reputasi itu dalam sekejap saja. Tepatlah apa yang disampaikan oleh Warren Buffet bahwa dibutuhkan waktu 20 tahun untuk membangun reputasi dan hanya dalam waktu beberapa menit saja dapat merusaknya. Dan jika kita berpikir tentang pentingnya mengelola risiko reputasi, maka kita akan melakukan berbagai hal secara berbeda.

Nah, sudahkah pengembang properti yang sedang sulit dililit kasus hukum dan “terpuruk” dengan pemberitaan negatif oleh media, melakukan langkahlangkah Litigasi PR ? Semoga artikel ini bermanfaat.