ASPIRASI DAERAH

Pembangunan Rumah Subsidi Tetap Jadi Prioritas di Sumsel

Administrator | Kamis, 24 Januari 2019 - 11:08:35 WIB | dibaca: 912 pembaca

Ketua DPD REI Sumsel, Bagus Pranajaya

Sebagai Garda Terdepan Membangun Rumah Rakyat, Realestat Indonesia (REI) memberikan perhatian besar terhadap pembangunan rumah rakyat termasuk di daerah. Dewan Pengurus Daerah REI (DPD REI) Sumatera Selatan misalnya akan tetap memprioritaskan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Apalagi sejak 2015, pertumbuhan pembangunan perumahan rumah bersubsidi di Bumi Sriwijaya berjalan cukup baik.

Ketua DPD REI Sumsel, Bagus Pranajaya menyatakan sejak 2015 terjadi pertumbuhan signifikan terhadap pembangunan rumah terutama bagi MBR di provinsi tersebut. Sejak 2015-2016 setidaknya di Sumsel anggota REI sudah membangun sekitar 8.000 rumah setiap tahunnya. Namun capaian tertinggi terjadi pada 2017, dimana dari target 10 ribu unit, bisa tercapai hingga 11 ribu unit.

“Tahun ini kami targetkan membangun 11 ribu rumah bagi MBR dan 1.000 rumah komersial (nonsubsidi). Sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya, biasanya rumah komersial mendapatkan 10% dari porsi target pembangunan rumah subsidi. Jadi tahun ini kami pritoritaskan untuk rumah MBR,” kata Bagus kepada Majalah RealEstat, baru-baru ini.

Secara rinci, dia menambahkan jika pembangunan rumah baik MBR dan non-MBR di Sumsel sangat kondusif. Dengan kekurangan pasokan (backlog) rumah mencapai 135 ribu pada 2017, kebutuhan hunian di daerah tersebut masih cukup besar. Pasar juga merespons sangat positif terhadap rumah-rumah yang dibangun anggota REI.

Ditambah lagi, dengan perizinan yang relatif cepat dan pemerintah daerah (Pemda) setempat yang sangat kooperatif dan mendukung melalui proses perizinan yang mulai efisien. Dari 17 kabupaten/kota di Sumsel, pembangunan rumah MBR tertinggi dibangun di Palembang dan Banyuasin.

“PP 64 tahun 2016 sudah mulai berjalan di Sumsel, jadi pembangunan rumah subsidi juga sangat kondusif baik di kota provinsi, kota, dan kabupaten. Di beberapa daerah, bahkan PP 64 bahkan sudah ada yang menjadi peraturan daerah (Perda),” ungkap Bagus.

Komunikasi Intens
Kondisi yang baik tersebut ditopang dengan kedekatan dan komunikasi yang intens antara REI Sumsel dengan pemerintah setempat. Sedangkan dengan perbankan, 91% kredit rumah di Sumsel didominasi oleh Bank BTN, sedangkan sisanya adalah bank nasional lain dan bank daerah.

Meski di kuartal I 2018 terjadi masalah dengan perbankan terkait adanya aturan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) namun diakui Bagus tidak memengaruhi pasar rumah subsidi di Sumsel. Dia menyebutkan setidaknya ada 3.000 unit rumah yang di-akad kredit pada kuartal I 2018. Rumahrumah tersebut adalah unit yang dibangun padsa 2017.

Hal tersebut bisa terjadi karena meski pun BTN tidak mau melakukan akad kredit, beberapa bank lain masih mau melakukan akad kredit. Sedangkan dari sisi pembeli, pembeli rumah MBR di Sumsel didominasi oleh nonfixed income dan swasta. Sementara untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki masalah klasik, yaitu kendala di BI Checking. Selain itu mayoritas ASN di daerah itu sudah memiliki rumah.

“Dengan capaian kuartal I 2018 sebanyak 3.000 rumah, kami optimis hingga akhir tahun bisa capai 12 ribu unit sesuai target,” kata Bagus.

Di sisi lain, penjualan rumah komersial di Sumsel diakui belum berjalan optimal. Apalagi seperti biasa selama bulan Ramadan dan Idul Fitri terjadi penurunan permintaan. Bagus mengatakan dari dua proyek pengembang besar yang dibangun di Sumsel, penyerapannya masih rendah. Rumah-rumah menengah dengan harga di bawah Rp 400 juta per unit masih ada yang laku, namun susah sekali terjual.

Untuk itulah, dirinya mengimbau anggota REI di Sumsel untuk fokus membangun rumah MBR sehingga tidak menganggu eksistensi perusahaan. Dari 260 anggota REI di Sumsel, sekitar 95% membangun rumah MBR. (Teti Purwanti)