TOPIK UTAMA

Kendala Perizinan Jadi PR Utama BP Tapera

Administrator | Jumat, 14 Januari 2022 - 13:35:57 WIB | dibaca: 383 pembaca

Sejumlah kendala di lapangan masih membuat pengembang kesulitan dalam membangun rumah subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Diantaranya aturan perizinan yang masih sulit dan berbelit-belit. Sebuah pekerjaan rumah (PR) yang butuh perhatian khusus bp tapera selaku pengelola dana FLPP yang baru.

Terkait perizinan, seperti diketahui pemerintah telah menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menggantinya dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Hal ini diatur dalam aturan pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Berdasarkan PP No.16/2021 tersebut, aturan terkait PBG ini mulai berlaku pada 2 Februari 2021. Namun hingga saat ini realisasinya belum ada, bahkan mayoritas daerah terkendala dalam pelaksanaannya di lapangan. PBG yang diklaim lebih menyederhanakan proses perizinan pun justru dituding semakin membuat rumit pelaku usaha termasuk pengembang rumah sederhana.

Pasalnya, saat ini PBG dijadikan syarat input dalam aplikasi SiKumbang (Sistem Informasi Kumpulan Pengembang) oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Pengembang pun mengeluhkan repotnya proses migrasi dari IMB ke PBG dalam layanan berbasis web Sistem Informasi Bangunan Gedung (SIMBG), karena SIMBG dilakukan melalui aplikasi Online Single Submission (OSS) yang juga menjadi salah satu syarat wajib dalam pengisian aplikasi SiKumbang.

Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) meminta penundaan penerapan PBG melalui aplikasi SiKumbang. Hal ini karena adanya kendala teknis sistem maupun kendala sumberdaya manusia di sejumlah daerah.

“Supaya tidak menghambat proses pembangunan dan realisasi perumahan, kami memohon agar penerapan PBG sebagai syarat input dalam aplikasi SiKumbang dapat ditunda sampai dengan awal tahun 2022,” kata Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida, baru-baru ini.

Kalau pun tetap diterapkan, REI meminta agar persyaratan teknis PBG lebih disederhanakan supaya tidak mempersulit pelaksanaan pembangunan rumah untuk MBR di lapangan. Persyaratan teknis PBG untuk pembangunan rumah sejahtera tapak (RST), tegas Totok, idealnya lebih sederhana.

Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Regulasi Bangunan Bertingkat, Gede Widiade menambahkan, karena PBG belum berjalan optimal sebaiknya tidak dijadikan syarat dalam pengisian siteplan di aplikasi SiKumbang. Dia mendesak adanya relaksasi SiKumbang selama tenggat waktu adaptasi pemerintah daerah serta operator SIMBG.

“Targetnya, bagaimana sistem baru ini dapat diakses dan dimanfaatkan oleh developer dan DPMPTSP bisa nyaman menggunakannya,” tutur Gede.

Kendala di Daerah
Penerapan syarat aturan PBG yang diintegrasikan dengan SiKumbang juga dikeluhkan pengembang di daerah.

Ketua DPD REI Jambi, Ramond Fauzan berharap agar nantinya BP Tapera dan Kementerian PUPR bisa merelaksasi aplikasi SiKumbang yang berkaitan dengan syarat SIMBG karena di daerah banyak yang belum bisa menerbitkan SIMBG. Ramond mengungkapkan pengembang di Jambi sudah membahas hal ini sejak Agusts namun belum ada kepastian yang jelas.

“Kami berharap BP Tapera dan kementerian terkait dapat memahami situasi yang ada, sehingga mereka tidak kaku memberlakukan aplikasi yang sudah dibuat PPDPP, apalagi yang jelas-jelas menjadi hambatan di daerah,” ujar Ramond.

Ketua DPD REI Bali, Gede Suardita menyebutkan akibat adanya perubahan aturan dari IMB ke PBG ada beberapa proyek baru yang seharusnya bisa dimulai menjadi terkendala dan malah menjadi tidak jelas.

Diungkapkan, hingga saat ini pemerintah daerah (Pemda) masih bingung soal petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) PBG dan OSS. Bahkan parahnya pelayanan IMB juga sudah dihentikan. Akibatnya, semua proses pengajuan IMB maupun PBG tidak bisa diproses.

“Pemda akhirnya berhati-hati karena takut berbenturan dengan hukum, padahal kami berharap agar sebelum mengeluarkan aturan sudah dipersiapkan dahulu sosialisasi dan aturan teknisnya, sehingga begitu aturan keluar sudah bisa berjalan,” tegas Gede Suardita.

Ketua DPD REI Sulawesi Utara, Sonny Mandagi juga mengeluhkan soal PBG. Menurutnya, tidak banyak pemerintah daerah di Sulut yang sudah bisa mengeluarkan PBG.

“Tidak ada yang berani mengeluarkan PBG karena masih menunggu peraturan pelaksana resmi dari pemerintah pusat, dan itu masih butuh waktu yang cukup panjang. Akibatnya pengembang harus menunggu tanpa kepastian,” keluh Sonny.

Ketua DPD REI Sumatera Utara, Andi Atmoko Panggabean seperti dikutip dari Industriproperti.com menyampaikan persoalan senada.

Diungkapkan saat ini operator di daerah belum dapat menerapkan ketentuan pengganti IMB yang baru karena aplikasi PBG belum bisa diakses.

“Untuk itu, pemerintah kami harap dapat merelaksasi terlebih dahulu ketentuan ini hingga aplikasi itu benar-benar siap dipergunakan,” kata Moko, demikian dia akrab disapa.

Menurutnya, relaksasi aturan itu diharapkan dapat dilakukan setidaknya enam bulan ke depan agar operator di lapangan bisa beradaptasi dengan aplikasi baru tersebut.

Edaran Mendagri
Kendala penerapan PBG ini bertolak belakang dengan semangat UUCK. Presiden Joko Widodo tegas menyatakan bahwa penerapan Online Single Submission (OSS) semangatnya adalah untuk meningkatkan kecepatan, transparansi, keterbukaan, dan keterjaminan dalam mendapatkan izin berusaha.

Namun kenyataannya, UUCK sampai saat ini belum dirasakan manfaatnya, terlebih di sektor properti. Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI, Hari Ganie menegaskan REI sampai mengumpulkan anggotanya di daerah untuk mencari tahu bagaimana implementasi kemudahan perizinan di daerah mereka masing-masing.

“Ternyata sebagian besar anggota REI di daerah menyebutkan kalau UUCK belum berjalan. Misalnya untuk OSS mulai dari sistem belum siap,” kata Hari pada webinar Tren Hunian Pascapandemi: Temuan Consumer Sentiment Study dan Langkah Industri Properti, baru-baru ini.

Demikian pula terkait dengan tata ruang terutama Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) belum siap, lingkungan amdal netnya juga belum siap, juga menyangkut perubahan dari IMB ke PBG.

Menindaklanjuti kendala tersebut, DPP REI sudah bertanya langsung ke Kemendagri dengan kesimpulan akan ada surat edaran dari Mendagri kepada para kepala daerah agar perizinan OSS bisa berjalan dengan baik.

“Insya Allah dalam bulan ini juga surat edaran itu akan sampai ke kepala daerah agar tidak ada masalah lagi dengan PBG,” ungkap Hari Ganie. (Teti/Oki)
 
Sumber:
Majalah REI