ISU PASAR

Bunga Kredit Rendah dan Perizinan Mudah Paling Didamba Pengembang

Administrator | Kamis, 06 Januari 2022 - 15:56:24 WIB | dibaca: 223 pembaca

Foto: Istimewa

Memasuki tahun kedua pandemi, mayoritas pengembang menghadapi masalah cashflow yang berat. Hasil riset yang dilakukan oleh DPD Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta dengan 600 responden pengembang mengharapkan kebijakan dari pemerintah dan perbankan benar-benar mampu memberikan dampak yang lebih baik terhadap perkembangan sektor properti.

Ketua DPD REI DKI Jakarta Arvin F Iskandar menyebutkan saat ini cashflow pengembang semakin terpuruk dan berharap ada solusi yang tepat dari stakeholder terutama pemerintah.

“Kami tidak memungkiri kalau kesehatan dan keselamatan adalah hal yang nomor satu, oleh karena itu berdasarkan data stimulus yang diharapkan pengembang di DKI yang pertama adalah suku bunga kredit rendah yang diiyakan 86,5% pengembang,” ungkap Arvin dalam webinar “Bertahan Menghadapi Pandemi; Realita Pengembang dan Solusi Dukungan Perbankan”, Kamis (12/8/2021).

Selain suku bunga, pengembang pun berharap kemudahan perizinan dengan persentase pilihan hingga 80,2%, pengurangan pajak sebanyak 75,8%, kemudahan persyaratan kredit sebanyak 67,5%, kebijakan loan to value (LTV) dan uang muka (down payment/DP) ringan 62,7%, serta pengurangan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebanyak 61,3%.

Secara rinci, Arvin menyebutkan kebijakan perbankan juga sangat ditunggu karena akan berdampak bukan hanya kepada supply namun juga demand. Sedangkan perizinan dan lainnya akan berpengaruh kepada biaya-biaya yang harus dikeluarkan pengembang.

“Banyak kemudahan yang sangat ditunggu dari perbankan bagi pengembang, corporate loan dan financing sangat ditunggu. Sedangkan bagi calon konsumen, tentu sangat berhubungan dengan syarat perbankan yang makin ketat,” ungkap Arvin.

Apalagi, di lapangan laporan penundaan pengajuan KPR dan KPA masih sangat tinggi. Karena itu ia mengajak semua pihak terkait mencari solusi bersama.

Pengembang, kata Arvin, sudah melakukan berbagai strategi agar usaha dapat berjalan secara efisien dan bertahan supaya arus kas perusahaan tidak terus terpuruk. Karena itu, REI meminta beberapa kebijakan antara lain berupa fleksibilitas KPR (approval KPR & KPA dipercepat, penundaan konsumen dapat dikurangi, restrukturisasi modal kerja dan kredit konstruksi serta penjadwalan ulang pembayaran.

“Dari kebijakan-kebijakan itu kami dari REI DKI berharap tahun 2021 menjadi time to buy properti karena jaminan dari debitur properti itu adalah jaminan agunan yang solid yang nilainya akan terus naik setiap tahun,” harap Arvin.

Meski begitu, menurut dia, pengembang juga masih menyimpan optimisme yang lebih baik dari tahun lalu. Pasalnya, tahun ini vaksinasi sudah berjalan dan juga stimulus pembebasan pajak yang dilakukan pemerintah. Selain itu, tren suku bunga yang terus menurun juga diharapkan segera bisa menarik investor yang selama pandemi masih menahan uang mereka.

Harapan Perbankan
Sementara itu, Ignatius Susatyo Wijoyo EVP Consumer Loans PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. mengungkapkan optimisme dan harapan bertumbuhnya sektor properti bukan hanya menjadi harapan pengembang, namun juga sektor perbankan.

“Kami juga di perbankan berharap pertumbuhan dua kali lipat pada tahun ini dibandingkan tahun lalu. Hingga semester I lalu setidaknya porsi KPR da KPA tidak turun dan menunjukan tren yang terus membaik,” ungkap dia.

Dia menyampaikan realisasi bulanan pencairan kredit Bank Mandiri saat ini sudah mencapai kisaran Rp800 miliar hingga Rp900 miliar, dan diperkirakan akan tetap bertahan hingga akhir tahun.

“Mungkin sedikit terkontraksi pada Juli dengan penerapan PPKM, tapi kami yakin sejak Agustus ini akan mulai membaik lagi. Kami yakin konsumer bisa positif dengan kinerja KPR,” sebut Ignatius Susatyo.

Lebih lanjut, dia menyampaikan perseroan mendorong nasabah dengan pemberian suku bunga kredit lebih murah. Promosi ini, menurutnya, cukup membantu untuk nasabah melakukan akad seiring dengan suku bunga acuan BI yang turun.

“Kami bahkan membuat akad drive thru untuk membantu pencairan kredit lebih cepat,” kata Ignatius Susatyo.

Akibat pandemi, ditambahkan, semakin banyak orang sadar mengenai pentingnya memiliki rumah. Tidak heran, makin banyak orang yang tertarik membeli rumah terutama rumah tapak.

Menurut data riset Bank Mandiri, banyak konsumen lebih memilih rumah tapak karena dianggap lebih fleksibel, dan masalah terpapar rumah tapak memiliki risiko lebih sedikit karena tidak langsung bertemu penghuni lain seperti bila tinggal di apartemen.

“Konsumen pun beranggapan kalau rumah tapak memiliki harga yang cenderung meningkat, sementara apartemen cenderung stagnan, apalagi setelah masa tertentu,” jelas dia.

Sementara itu, Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage & Personal Lending Division (NSLD) PT Bank Tabungan Negara (BTN) Suryanti Agustinar menyebutkan BTN tetap menjadi bank yang konsisten dalam menyalurkan pembiayaan properti, dengan risiko yang terukur, pruden dan konsisten.

Menurut Yanti, demikian dia akrab disapa, semua usulan stimulus dan fleksibilias yang diminta REI sudah dilakukan BTN. Sikap selektif yang dilakukan perbankan selama pandemi ditujukan untuk menghindari adanya “penumpang gelap” sehingga debitur harus tetap diverifikasi.

Selama masa pandemi Covid-19, BTN tetap mengalami pertumbuhan pembiayaan baik dari hulu maupun hilir. BTN saat ini sudah bekerja sama dengan 7.000 hingga 8.000 pengembang di seluruh Indonesia yang bisa mendapatkan pinjaman, khususnya untuk mendukung penyediaan rumah.

“Kami juga konsisten memberikan pembiayaan kredit pemilikan lahan sampai 75%, serta kredit kostruksi dan kredit investasi lainnya,” jelas Yanti.

Selain itu, dia menyebutkan kalau selama masa pandemi, BTN telah melakukan berbagai hal demi membantu pengembang seperti penurunan suku bunga KPR, kemudahan dan keringanan proses KPR, uang muka sampai nol persen, digitalisasi proses KPR, dan program penjualan bersama dengan pengembang. (Teti Purwanti)
 
Sumber: