Berita

Bangkitkan Sektor Properti, REI Minta Pengurangan Pajak

Administrator | Selasa, 08 September 2020 - 09:16:27 WIB | dibaca: 311 pembaca

Foto: Istimewa

Setelah selama beberapa bulan mengalami tekanan berat, bisnis properti mulai menggeliat. Namun, bila dibandingkan posisi kuartal II 2019, kenaikan properti di kuartal II 2020 masih jauh ketimpangannya. Karena kondisi tersebut, Real Estate Indonesia (REI) meminta tambahan relaksasi untuk sektor properti ke pemerintah.

Wakil Ketua Umum DPP REI Hari Ganie mengatakan, sampai saat ini, REI terus berusaha melobi pemerintah untuk kembali memberikan relaksasi pajak. Antara lain dalam bentuk penghapusan PPh 21, pengurangan PPh Badan, Penurunan PPh final sewa dari 10% menjadi 5%, sampai penurunan PPh final transaksi dari 2,5% menjadi 1% berdasarkan nilai aktual transaksi dan bukan berdasarkan NJOP (nilai jual Objek Pajak).

"Kami berharap ada keringanan perpajakan termasuk pajak daerah, nilainya dipotong, pembayaran ditunda, ini sangat kami ajukan, serta pengurangan biaya operasional mall, hotel, kantor, listrik, PDAM, kami minta diberikan stimulus oleh pemerintah. Kami sudah buat surat ke Presiden, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator bidang Ekonomi, Kadin, dan Apindo," ujarnya dalam diskusi Investasi dan Promosi Properti saat Pandemi, Selasa (2/9/2020).

Hari menambahkan, sebelum ada pandemi Covid-19, industri properti dalam 3-5 tahun terakhir kondisinya sedang tidak baik. Ditambah masa PSBB selama empat bulan kemarin merupakan pukulan yang sangat berat bagi para pelaku industri properti. Penjualan bisa dikatakan tidak menghasilkan pendapatan, sementara pengembang tetap harus menanggung beban dari sisi pengeluaran. Alhasil, rumah komersial turun 50% penjualannya, perkantoran turun 70%-75%, mal 85%, bahkan hotel anjlok hingga 90%-95%.

"Jangan melihat sektor properti sebagai sektor yang glamour, lihat properti secara komprehensif secara utuh yang punya peran strategis membangun Indonesia. Properti berikan kontribusi 2,7% ke PDB, ini kalah jauh dari negara tetangga yang bisa belasan sampai puluhan persen. Ini ada yang salah karena banyaknya hambatan dan kendala, harapan kami bisa ditingkatkan ke 10%. Apalagi, properti sektor yang 100% menggunakan konten lokal, sektor padat karya yang menyerap 30 juta tenaga kerja, yakni 19 juta dari sektor langsung dan 11 juta yang tidak langsung, dan 174 industri terkait, jadi perannya sangat strategis," jelasnya.

Di sisi lain, dalam kondisi pandemi, diakuinya banyak daya beli masyarakat yang turun termasuk dalam hal residensial, bahkan hingga setengahnya. Dari data properti disebutkan bahwa terjadi pergeseran daya beli dari yang biasanya mampu membeli rumah di harga Rp 1 miliar sekarang hanya menjadi Rp 500 juta, begitu juga yang dari Rp 500 juta menjadi Rp 300 juta. Sehingga, segmen perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dibawah Rp 300 juta laku keras. Tak heran, banyak pengembang skala besar melirik pembangunan rumah di kelas MBR.

Sumber: