Jalan-Jalan

Bukit Sikunir Dieng

Tempat Terbaik Menunggu Mentari Pagi

Administrator | Rabu, 06 Maret 2019 - 15:35:26 WIB | dibaca: 2831 pembaca

Foto: Istimewa

Ternyata, di dunia ini hanya ada empat tempat terbaik yang menyuguhkan matahari terbit atau yang dikenal dengan golden sunrise. Salah satunya ada di Tanah Air kita tercinta.

Keempat lokasi tersebut adalah Angkor Wat di Kamboja, Grand Canyon di Amerika Serikat, Gunung Haleakala di Hawaii, serta Bukit Sikunir di Dieng, Wonosobo, Indonesia. 

Dieng di Wonosobo, Jawa Tengah, sudah dikenal luas sebagai dataran tertinggi di Indonesia yang indah dan tentu saja masih menyimpan misteri yang belum terpecahkan. Berjuluk negeri di atas awan, Dieng selalu menjadi tujuan kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri.

Salah satu destinasi paling popular adalah puncak Bukit Sikunir. Di sini, wisatawan kompak “berburu” sunrise terbaik di dunia.

Pengunjung harus sedikit berjuang dengan melakukan trekking sekitar 30 menit menuju Bukit Sikunir Dieng. Mahakarya Tuhan yang diturunkan di tempat ini adalah berupa matahari terbit yang berwarna keemasan yang menyembul di antara awan-awan putih berarak.

Nama Sikunir berasal dari kata kunir atau kunyit dalam Bahasa Jawa. Jika menyaksikan sendiri terbitnya mentari di puncak ini, akan terlihat rona langit berwarna jingga, mirip dengan warna kunyit. Itulah yang menyebabkan penduduk setempat menamakannya dengan Sikunir.

Di Puncak Sikunir ini pengunjung dapat melihat saat-saat emas matahari terbit berlatar belakang Pegunungan Dieng. Tanpa perlu berpindah tempat, pemandangan puncak tujuh gunung lainnya akan terlihat sekaligus seperti Gunung Sindoro, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Lawu, Puncak Telomoyo, Gunung Ungaran, dan Gunung Prau.

Kalau mencari golden sunrise terlalu berat karena harus masih sangat pagi sekitar pukul 4 hingga 5 pagi, maka silver sunrise juga bisa menjadi pilihan, sebab silver sunrise akan terlihat saat matahari sudah lebih tinggi dan ditemukan di Komplek Candi Arjuna Dieng.

Dingin dan senyap, kesan yang di peroleh saat berada di area ini selagi matahari terbit. Sekitar pukul 6 pagi matahari memancarkan warna perak dari balik Gunung Prau, dengan latar gunung Sindoro tampak puncaknya dan perbukitan di sekitarnya.

Kicauan burung terdengar masih jernih karena belum ada polusi suara setelah kendaraan lalu lalang pada pukul 8 pagi. Cukup berjalan kaki antara 12 menit dari penginapan di sekitar Candi Arjuna, dari Desa Dieng Wetan atau dari Desa Dieng Kulon. Dari pintu gerbang utama jalan datar dan lurus saja menuju komplek candi.

Bocah Gimbal
Selain mencari golden dan silver sunrise di Dieng, saat berkunjung ke sana jangan lupa mencari buah khas Dieng, yaitu Carica alias pepaya gunung yang hanya tumbuh di dataran dengan tinggi di kisaran lebih dari 1300 mdpl.

Bagi yang beruntung, berkunjunglah ke Dieng ketika ada ruwatan atau potong rambut gimbal. Yup! Di Indonesia, fenomena bocah gimbal di Dieng. Anak-anak ini tiba-tiba gimbal saat kecil dan harus menjalani ruwat agar rambutnya tak lagi gimbal alias tumbuh normal sebagaimana anak-anak yang lain.

Upacara potong rambut ini dilakukan hanya bisa dilakukan atas permintaan si anak. Pun, bocah gembel biasanya memiliki permintaan yang harus dipenuhi.

Sebabnya diyakini mereka adalah titipan Nyai Dewi Roro Ronce yang merup akan abdi ratu laut selatan, Nyai Roro Kidul, yang mendiami kawasan Dataran Tinggi Dieng. Lantas rambut itu pun dilarung dan dikembalikan kepada pemiliknya.

Bocah-bocah Gembel ini dipercaya dititipkan oleh Nyari Roro Ronce kepada Kiai Kaladete atau Kolodete yaitu penguasa Dataran Tinggi Dieng yang menurut legenda merupakan pendiri Wonosobo. Kiai Kaladete konon bersemayam di Telaga Balaikambang.

Namun, banyak hal menarik di Dieng. Sayangnya, selama beberapa tahun terakhir Wonosobo acap kali mengalami tanah longsor akibat penanaman kentang yang menjadi tanaman pokok di kawasan tersebut yang tiada henti dan tanpa regulasi. Satu situasi yang cukup memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian pemerintah. (Teti Purwanti)