Kilas Berita

Penyerapan Anggaran Kementerian PUPR Baru 27,34%

Administrator | Rabu, 20 Februari 2019 - 13:41:17 WIB | dibaca: 641 pembaca

Foto: Istimewa

Semester pertama tahun anggaran 2018, penyerapan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) per 1 Juli 2018 mencapai Rp 30,38 triliun. Jumlah tersebut jika dipresentasekan adalah sekitar 27,34% dari total anggaran tahun 2018 sebesar Rp 111,06 triliun. Sementara progres fisiknya saat ini sudah sebesar 30,26%.

Dikutip dari keterangan resmi Kementerian PUPR, disebutkan penyerapan anggaran terbesar ada di Ditjen Sumber Daya Air sebesar Rp 12,16 trilun, Ditjen Bina Marga sebesar Rp 10,75 triliun, dan Ditjen Cipta Karya sebesar Rp 4,80 triliun.

Sementara untuk paket kontraktual di Kementerian PUPR tahun 2018 sebanyak 10.039 paket dengan nilai Rp 87,14 triliun yang terdiri dari paket kontraktual satu tahun, paket kontraktual tahun jamak baru dan lanjutan.

Hingga 4 Juli 2018, progres paket yang terkontrak sebanyak 8.647 paket dengan nilai kontrak Rp 71,13 triliun atau lebih kecil dari nilai pagu Rp 74,54 triliun. Sehingga dari hasil lelang tersebut efisiensi yang diperoleh mencapai Rp 3,41 triliun.

Untuk paket dalam proses lelang sebanyak 1.174 paket dengan nilai pagu Rp 10,37 triliun dan paket masih dalam tahap persiapan lelang sebanyak 216 paket dengan nilai Rp 2,21 triliun.

Pemaketan pekerjaan konstruksi di Kementerian PUPR menjadi salah satu indikator keberpihakan pemerintah akan hal tersebut. Ada-pun, kebijakan pemaketan di Kementerian PUPR, sesuai arahan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, sebanyak 90% diperuntukan bagi kontraktor skala kecil menengah dan jasa konsultan swasta.

Inovasi Pembiayaan
Pemerintah berupaya mencari berbagai cara untuk membiayai pem-bangunan infrastruktur, mengingat kemampuan pendanaan pemerintah sangat terbatas melalui APBN. Salah satu inovasi pembiayaan yang sedang didorong adalah melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara.

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengatakan kemampuan pendanaan pemerintah sangat terbatas untuk membiayai pembangunan infrastruktur secara utuh. Oleh karena itu, diperlukan berbagai inovasi pembiayaan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, belanja infrastruktur yang dibutuhkan sebesar Rp 5.519 triliun.

“Adanya inovasi pembiayaan infrastruktur menjadi salah satu faktor pendukung tercapainya target pembangunan infrastruktur. Faktor lainnya adalah political will, terlebih kejelasan dalam prosedur pengadaan tanah dan inovasi teknologi,” papar Basuki.

Berdasarkan revisi DIPA Maret 2018, porsi SBSN di Kementerian PUPR sebesar Rp 13,73 triliun untuk membiayai pembangunan 267 proyek infrastruktur jalan dan Sumber Daya Air (SDA). Jumlah tersebut terbagi di Ditjen Bina Marga sebesar Rp 8,35 triliun untuk 113 proyek infrastruktur jalan dan jembatan dan untuk Ditjen Sumber Daya Air (SDA) sebesar Rp 5,38 triliun untuk mendanai 154 proyek infrastruktur SDA.

Dari 113 proyek di Ditjen Bina Marga, terbagi atas 16 proyek pembangunan jembatan senilai Rp 1,39 triliun, 14 proyek pembangunan jalan senilai Rp 1,1 triliun dan 83 proyek preservasi jalan dan jembatan senilai Rp 5,85 triliun.

Alokasi pembiayaan SBSN 2018 digunakan untuk proyek infrastruktur yang memberikan dampak besar terhadap peningkatan ekonomi melalui peningkatan konektivitas antar wilayah, terutama yang digunakan sebagai jalur logistik, pariwisata, dan jalan akses ke pelabuhan dan bandara.

Sementara untuk infrastruktur SDA, total alokasi SBSN sebesar Rp 5,38 triliun digunakan untuk 48 proyek sungai dan pantai sebesar Rp 2,5 triliun, 41 proyek pembangunan bendungan dan embung sebesar Rp 391,6 miliar, 50 proyek air baku senilai Rp 2,01 triliun, dan 15 proyek irigasi senilai Rp 463,6 miliar.

Keunggulan SBSN sebagai sumber pendanaan dari dalam negeri berdampak pada kemandirian pembangunan infrastruktur dimana kontraktor dan konsultan yang terlibat sepenuhnya merupakan orang Indonesia. Hal ini berbeda dengan pinjaman bilateral maupun multilateral yang umumnya mensyaratkan keterlibatan kontraktor dan konsultan dari negara donor. (Teti Purwanti)