Landmark

Buddha Tzu Chi, Nilai Luhur Local Wisdom

Administrator | Kamis, 07 April 2016 - 15:23:34 WIB | dibaca: 2592 pembaca

“Model bangunan ini hampir sama dengan kantor pusatnya yang berada di Taiwan. Di sana setiap pusat kegiatan Buddha Tzu Chi dilakukan di Aula Jing Si. Aula Jing Si seperti ini ada sekitar 11 an. Selain Jakarta, Aula Jing Si juga ada di banyak negara; Singapura dan Malaysia,” kata Suriadi, Head of Secretariat yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kepada majalah REI pekan kedua Januari 2016.

Bilamana Anda berkunjung ke Kawasan Pantai Indah Kapuk bisa dipastikan Anda akan melihat sebuah bangunan megah bukan pusat perbelanjaan. Bangunan ini didedikasikan untuk Sang Buddha, yayasan sekaligus tempat wisata religi.

Aula Jing Si bisa disebut sebagai bangunan utama. Aula ini seluas 115.000 m2, secara keseluruhan Buddha Tzu Chi menempati areal seluas 10 hektare. Bangunan utama yang terdiri dari delapan lantai ini menjadi pusat kegiatan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, mencakup kantor yayasan, Studio DAAI TV, pusat pengembangan empat misi Tzu Chi, serta pusat pendidikan dan bimbingan masyarakat.

Siapa pendiri bangunan megah ini? Master Cheng Yen selaku pendiri Yayasan Kemanusian Buddha Tzu Chi. Bersama para pengikutnya pertama kali mendirikan Aula Jing Si di Taiwan. Dia hidup mandiri dengan bercocok tanam ataupun menjalankan industri rumah tangga dan tidak mau menerima sumbangan.  

Aula Jing Si yang memiliki arti “Jing” tenang, “Si” merenung, sehingga dapat disimpulkan dengan arti aula perenungan yang bermaksud dapat mengingatkan manusia agar dalam bertingkah laku tidak lupa untuk berintropeksi diri, dengan cara melakukan meditasi.

Beberapa filosofi yang terkandung pada bangunan Buddha Tzu Chi adalah dindingnya yang menggunakan batu sikat, karena warna abu-abu memiliki arti pembinaan diri. Dan warna abu-abu didapat dari batu sikat, memberikan pesan bahwa bangunan berdiri bukan oleh satu atau dua orang, tetapi partisipasi dari jutaan orang.

“Untuk pembangunan gedung ini, kami menggalang dana dengan berbagai macam cara, seperti mengadakan bazar yang dihadiri puluhan ribu orang, yang artinya orang-orang yang membeli barang-barang di bazar secara tidak langsung ikut menyumbang untuk pembangunan Aula Jing Si. Selain itu juga menggalang dana dengan mengadakan kegiatan-kegiatan lain, hal ini dilakukan agar masyarakat ikut terlibat dalam pembangunan, meskipun hanya satu tetes kecil,” kata Suriadi.

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia awalnya didirikan di Kawasan Kelapa Gading dan merupakan tempat perkumpulan ibu-ibu dari Taiwan yang melakukan kegiatan sosial kecil-kecilan, seperti di panti jompo. Berdiri di Jakarta sejak 1993 dan baru 1994 mendapatkan pengesahan dari Departemen Sosial. Pada 1999 yayasan mulai merencanakan pembangunan Komplek Tzu Chi. Dalam pembangunan Komplek Tzu Chi terdapat tiga fase; pertama, pembangunan Aula Jing Si, bangunan tiga tower ini diperkirakan menghabiskan dana Rp 600 miliar yang didapat murni sumbangan.

Kedua, pembangunan tempat pendidikan beserta tempat yoga, kaligrafi dan juga musik. Ketiga adalah fase pembangunan rumah sakit dan apartemen untuk dokter. Bisa dibilang kelebihan seluruh bangunan di kompleks Buddha Tzu Chi yakni tahan gempa hingga 8.5 skala richter.  

Siapa arsitek Bangunan Buddha Tzu Chi di Jakarta? Arsitek nya mix antara orang Taiwan dan orang Indonesia termasuk interior finishing. Arti dari bentuk bangunan Buddha Tzu Chi, dimulai dari atap gedung dengan karakter Mandarin yang berarti manusia dalam hidupnya harus saling membantu.

Kemudian tiga atap melambangkan tri darma yaitu Buddha, Dharma dan Sangha, serta empat pilar pada bangunan Tzu Chi melambangkan empat bidang pelayanan Buddha Tzu Chi, seperti amal, pengobatan, pendidikan dan budaya humanis.

Untuk rumah sakit, filosofinya mengikuti bangunan yang ada di Taiwan. Nilai-nilai luhur yang di combine dengan kearifan lokal. Konsultan arsitek Nihon Sekkei dari Jepang ditunjuk untuk mendesain karena perusahaan tersebut dianggap memahami aspek alam, budaya, filosofi yang digabungkan dengan kearifan lokal.  

Kelebihan dari rumah sakit ini, menjalankan pelayanan prosedur transplantasi sumsum tulang. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pasien leukimia sehingga tidak perlu jauh-jauh berobat ke luar negeri. Ruang perawatan paliatif untuk memberikan pelayanan menyeluruh bagi pasien yang menderita penyakit stadium akhir. Dengan maksud bagaimana pasien di akhir hidupnya bisa meningkatkan kualitas hidup bersama dengan keluarganya. Tempatnya pun dilengkapi dengan taman dan tempat ibadah. Aula Jing Si selain berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial Tzu Chi, juga pusat bantuan bencana dengan menyediakan fasilitas tempat tinggal untuk keadaan darurat, tempat ini dijadikan tempat tinggal untuk korban bencana.

“Kami juga punya gudang untuk stock penampungan korban bencana. Kami juga sudah menyiapkan dapur cukup untuk 1000 orang,” ujar Suriadi. Dalam kegiatannya relawan Tzu Chi bekerja sama dengan berbagi pihak termasuk TNI.

Banyak kemudahan yang didapat Buddha Tzu Chi; didukung masyarakat dan dimudahkan dalam proses pembangunan. Ketika mendengar Yayasan Buddha Tzu Chi yang aktif untuk kebajikan masyarakat, banyak orang yang punya image baik dengan Buddha Tzu Chi, sehingga lancar tanpa ada kendala.