ASPIRASI DAERAH

Berharap New Normal Jadi Titik Kebangkitan Properti Sumsel

Administrator | Selasa, 10 November 2020 - 14:37:44 WIB | dibaca: 471 pembaca

Ketua DPD REI Sumsel, Bagus Pranajaya Salam

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Sumatera Selatan (Sumsel) berakhir pada 16 Juni lalu. Hampir sebulan berjalan, pengembang yang bergabung dalam Realestat Indonesia (REI) di Sumsel sangat berharap di era new normal ini bisa menjadi titik awal kebangkitan kembali pasar properti di Bumi Sriwijaya.

Ditambah lagi, menurut Ketua DPD REI Sumsel, Bagus Pranajaya Salam, di daerah itu hampir tidak ada kendala dalam proses perizinan, sehingga pengembang cukup terbantu untuk melakukan pembangunan.

Perizinan yang kerap menjadi masalah di beberapa daerah, kata dia, tidak terjadi di Sumsel terutama di Kota Palembang. Hampir semua daerah sudah menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Bagus menambahkan, ada dua kota dengan kontribusi pembangunan rumah terbesar di Sumsel yakni Palembang dan Banyuasin.

“Iklim perizinan sangat kondusif, kemarin memang ada masalah dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) namun sudah ditemukan jalan tengah dan win win solution, baik bagi pengembang dan juga bagi PLN,” jelas Bagus.

Oleh karena itu, dia sangat berharap pada era new normal ini properti di Sumsel bisa kembali membaik. Pasalnya, selama beberapa tahun terakhir, pencapaian pembangunan rumah di Sumsel selalu berada di posisi tinggi, namun tahun ini diperkirakan hanya sebanyak 3.400 unit saja yang berasal dari segmen komersial maupun subsidi. Padahal biasanya, di paruh pertama setiap tahunnya pengembang di Sumsel bisa mencatatkan pembangunan 7.000 unit rumah.

“Hingga semester I-2020 pembangunan sudah terkoreksi setidaknya 50%,” papar dia.

Kebijakan Perbankan
Meski tidak ada kendala dalam proses perizinan dan pembangunan, namun diakui kendala dengan perbankan cukup menganggu. REI Sumsel, ungkap Bagus, sudah melakukan dialog dengan perbankan di daerah tersebut, namun diperoleh jawaban kalau perbankan di daerah hanya mengikuti aturan dari pusat. Bagus pun akan membawa persoalan ini ke DPP REI dalam waktu dekat.

Pengembang di Sumsel sangat berharap perbankan bisa ikut merelaksasi peraturan pada era new normal ini, apalagi untuk segmen subsidi saat ini kuota sangat banyak. Sayangnya, kuota itu tidak bisa diserap jika perbankan tidak melonggarkan aturan yang diberlakukan.

Menurut Bagus, konsumen sudah mulai banyak yang berdatangan dan ingin segera akad kredit, namun karena perbankan masih ketat seperti harus ada rekening koran enam bulan terakhir dan beragam peraturan baru lain sejak masa pandemi, akhirnya konsumen tetap sulit mendapatkan rumah.

“Kami tentu menghargai perbankan harus hati-hati, namun pasar di Sumsel paling banyak non-fixed income dan kalau hanya mengandalkan ASN dan BUMN, maka sampai kapan pasar properti akan kembali normal di Sumsel?,” tanya Bagus.

Kekurangan pasokan (backlog) rumah di Sumsel mencapai 580.000 unit dan kalau selama pandemi ini semua diketatkan maka jumlah backlog dikhawatirkan akan terus bertambah. Padahal, menurut Bagus, upaya mengurangi angka backlog merupakan tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah termasuk stakeholder terkait.

REI Sumsel masih berharap bisa mencapai realisasi pembangunan setidaknya 8.000 unit rumah kalau saja perbankan bisa merelaksasi aturannya. Kalau tidak, maka 7.000 unit saja sudah sangat baik.

Sejak 2015-2016, setidaknya di Sumsel anggota REI mampu membangun sebanyak 8.000 rumah setiap tahunnya. Pada 2017, dari target 8.000 rumah, realisasi yang dicapai adalah 11 ribu rumah dan pada 2018 tercapai pula 11 ribu rumah sesuai yang ditargetkan. (Teti Purwanti)

Sumber: