Konsultasi

Bandung "Bersiap" Salip Jakarta

Administrator | Jumat, 23 September 2016 - 14:44:35 WIB | dibaca: 2108 pembaca

Ketua DPD REI Jabar, Irfan Firmansyah

Pembangunan Infrastruktur di Jawa Barat (Jabar) sedang menggeliat. Beberapa contoh antara lain pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka dan pembangunan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung.

Dewan Pimpinan Daerah  Realestat Indonesia (DPD REI) Jabar, sebagai asosiasi perusahaan pengembang tentunya telah menangkap peluang itu. Kedua proyek besar itu berpotensi menghadirkan kawasan pemukiman baru.

Di BIJB, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar telah menyusun cetak biru pembangunan Aero city di sekitar Majalengka. Sedangkan di Walini, salah satu stasiun pemberhentian kereta api cepat Jakarta-Bandung, juga akan dibangun kota baru sebagai kawasan terpadu seluas 3000 hektare.

Kota Baru Walini itu akan dibangun di Maswati, cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Di kawasan tersebut akan terdapat perumahan, pusat bisnis, pusat pemerintahan dan Kampung Asia Afrika. Bagaimana strategi pengembang untuk menyelaraskan pembangunan infrastruktur dan pemukiman di Jabar berikut penjelasan Ketua DPD REI Jabar, Irfan Firmansyah.

Sejatinya di kedua proyek tersebut, para pengembang yang berada di bawah naungan REI telah menyusun konsep hunian. Namun, karena kedua proyek tersebut berada di bawah kebijakan Pemprov Jabar dan juga pemerintah pusat, maka REI saat ini berada dalam posisi menunggu. Tentunya pembangunan Aero city dan Kota Baru Walini tersebut akan dimulai bila BIJB dan kereta api cepat Jakarta-Bandung sudah beroperasi.   

Proyek infrastruktur yang juga diincar pengembang adalah wilayah cilamaya, Karawang. Kepastian akan dibangunnya Pelabuhan cilamaya menjadi pendorong utama dalam pendirian properti komersial di kawasan industri. Kondisi ini memacu pengembang yang dulunya tergantung ke Pelabuhan Tanjung Priok, lebih mendekati Pelabuhan cilamaya sebagai salah satu pintu atau gerbang keluar masuk barang

Tidak hanya itu, tersedianya tol cikapali dan cisundawu juga menjadi pendorong bagi pengembang untuk mendirikan properti komersial di kawasan cirebon, Indramayu, Subang, Kuningan dan Majalengka. Pembangunan properti, baik itu komersial maupun hunian memang mengikuti arus pergerakan manusia dan arus pergerakan manusia tentunya mengikuti geliat pembangunan industri manufaktur dan akses transportasi.

Sampai saat ini, wilayah yang pembangunan industri manufakturnya marak dan berkembang pesat adalah daerah Karawang dan Bekasi, sehingga di kedua wilayah tersebut, pembangunan kawasan hunian lebih menggeliat dibanding wilayah lain di Jabar.
 
Lain halnya di kawasan Jabar bagian selatan, seperti Tasikmalaya, Banjar, Garut dan ciamis. Di wilayah tersebut, industri yang berkembang adalah industri pariwisata sehingga properti yang bergairah di kawasan itu adalah properti jenis perhotelan, resor dan properti pendukung pariwisata lainnya.

Sedangkan kawasan hunian bisa dikatakan lambat perkembangannya.Tentunya pembangunan perumahan di sekitar BIJB, yakni Aero city  dan Kota Baru Walini tidak serta merta prospektif, sebab hal itu tergantung kebijakan yang dikeluarkan Pemprov Jabar, seperti infrastruktur pendukung dan insentif yang diberikan pada pengembang. Artinya, butuh waktu untuk memastikan bahwa di kedua wilayah tersebut sangat prospektif untuk pembangunan sebuah kawasan hunian.

Pengembang-pengembang besar dari Jakarta yang bekerja sama dengan asing kabarnya sudah membeli ratusan hektare lahan di kedua wilayah tersebut. Tentunya, pengembang daerah ingin menjadi bagian dari pembangunan itu. DPD  REI Jabar sudah berkoordinasi dengan pemprov, pemerintah kabupaten/kota dan asosiasi, seperti KADIN dan lainnya, agar para pengembang daerah bisa turut serta dalam proses pembangunan di kedua wilayah tersebut.

Segmentasi konsumen tentunya menjadi model yang akan dikembangkan. Bila pengembang besar dari Jakarta menyasar konsumen kelas menengah ke atas, maka pengembang daerah yang kapitalisasi modalnya terbatas menyasar konsumen kelas menengah ke bawah.

Kota Bandung juga akan menjadi prospek pembangunan kawasan hunian. Salah satunya di kawasan Gedebage,Bandung Timur. Kawasan ini akan tumbuh dan berkembang menyamai Bandung pusat. Daya tarik Gedebage sebagai kawasan pengembangan masa depan tidak lepas dari ditetapkannya kawasan tersebut sebagai stasiun terakhir kereta api cepat Jakarta-Bandung, juga rencana pembukaan Pintu  Tol  langsung  dari  Tol  Purwakarta-Bandung-cileunyi (Purbaleunyi) menuju Gedebage. Pintu Tol Gedebage yang berlokasi di KM-149 Tol Purbaleunyi akan dimulai pembangunannya pada Januari 2015.

Di wilayah tersebut juga sudah diwacanakan pembangunan Bandung Technopolis. Saat ini, pengembang besar yakni PT Summarecon Agung Tbk telah menguasai ratusan hektare di kawasan tersebut, bahkan telah melakukan pembangunan pemukiman dan area komersial. Selain Summarecon, ada banyak pengembang skala nasional yang telah bekerja sama dengan investor asing, demikian juga dengan pengembang lokal.

Anggota REI Jabar sendiri banyak yang memiliki rencana mengembangkan perumahan di Gedebage. Mereka sebelumnya memang telah memiliki lahan di wilayah tersebut.  Bandung Timur memang akan menjadi wilayah pengembangan Kota Bandung. Hal itu mengingat bahwa Bandung Utara akan menjadi kawasan resapan air, Bandung Barat sudah terlampau padat, sedangkan kawasan Bandung Selatan masih terkendala bencana banjir yang setiap tahun selalu menimpa wilayah tersebut.