TOPIK KHUSUS

Akankah Capaian PSR Tergerus Tahun Ini?

Administrator | Jumat, 05 Januari 2018 - 10:22:46 WIB | dibaca: 818 pembaca

Langkah pemerintah memangkas anggaran perumahan untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) disayangkan banyak pihak. Hal itu dilakukan di tengah gencarnya pembangunan rumah subsidi oleh pengembang swasta, terutama Realestat indonesia (REI) Yang sudah memproklamirkan diri menjadi garda terdepan membangun rumah rakyat.

Ketua The Housing and Urban Development (HUD) Institute, Zulfi Syarif Koto menegaskan pengurangan anggaran hingga 60% itu kemungkinan besar akan memengaruhi pencapaian Program Sejuta Rumah pada 2017. Apalagi kebijakan ini dilakukan di pertengahan tahun sehingga ada keterkejutan. Dia menyamakan kondisi saat ini dengan kondisi pada 2012 ketika FLPP dihentikan di tengah jalan.

“Pasti akan berdampak, apalagi itu dilakukan di tengah jalan. Saya melihat perencanaan pemerintah tidak matang dalam mendukung pembiayaan perumahan,” ujar Zulfi yang dihubungi majalah RealEstat.

Meski secara umum pemangkasan anggaran itu diyakininya dilakukan berdasarkan evaluasi yang akurat dari kinerja FLPP selama ini, namun HUD Institute mempertanyakan apakah evalusi dan monitoring itu telah didasarkan data fakta lapangan yang valid? Zulfi juga mengkritisi proses kebijakan publik dalam hal pemangkasan anggaran ini yang tiba-tiba tanpa terlebih dahulu disosialisasikan kepada stakeholder.

“Apakah pemotongan itu ada latar belakang lain, apa betul karena pendapatan dari pajak yang tidak tercapai, atau pemerintah butuh dana besar untuk pembangunan fisik? Ini semua patut dipertanyakan, termasuk oleh pengembang,” tegas dia.

Bahkan Zulfi menyayangkan pernyataan salah satu petinggi Kementerian PUPR yang justru mencari kambing hitam dengan menyalahkan pengembang terkait pemotongan anggaran FLPP. “Yang jelas perencanaan pemerintah tidak matang, itu diakui saja. Supaya tidak ada upaya mencari kambing hitam,” tegas Zulfi.

Meski dirinya banyak menerima keluhan dari pengembang yang mengaku keputusan pengurangan anggaran itu tergesa-gesa, namun Zulfi belum dapat memprediksi apakah pasokan rumah dari pengembang bakal menyusut. Menurut dia, pengembang yang membangun rumah subsidi biasanya sudah melakukan evaluasi di internal dan dengan konsumen, namun tiba-tiba diberitahu bahwa target KPR FLPP diturunkan. Padahal antara FLPP dan SBB itu berbeda.

“Seharusnya kan ada konsultasi dan informasi dari PPDPP, diundang pengembang. Ini justru banyak pengembang tahu dari media massa. Jadi, bisa saja secara akumulasi jumlah rumah murah yang dibangun pengembang akan berkurang karena peminatnya juga berkurang. Ditambah ekonomi dan daya beli masyarakat yang juga melemah,” ujar Zulfi.

Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) bidang Pembangunan Perumahan Sejahtera Tapak, Conny Lolyta Rumondor berpendapat sama bahwa pemotongan anggaran FLPP secara mendadak ini menunjukkan perencanaan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pembiayaan Kementerian PUPR dalam penetapan anggaran kurang matang, apalagi berdasarkan data akurat dari tahun-tahun sebelumnya.

“Keputusan BTN (mundur dari penyaluran KPR FLPP) tidak bisa dijadikan alasan untuk pemangkasan ini, karena pemerintah kan juga membuka penyaluran KPR FLPP untuk bank-bank lain termasuk BPD,” ujar Conny.

Di sisi lain, berbagai kebijakan pemerintah pusat untuk percepatan tercapainya sejuta rumah juga belum berjalan di daerah seperti PP 64/2016 dan penurunan BPHTB 2,5%. Menurut dia, kondisi itu kemungkinan saja bisa memperlemah pembangunan rumah oleh pengembang karena dukungan perbankan juga sangat menentukan.

Begitu pun, kata Conny, sesuai instruksi Ketua Umum DPP REI Soelaeman Soemawinata, seluruh anggota REI yang membangun rumah subsidi diminta tetap memasok bahkan mempercepat akselerasi pembangunan dengan menjaga koordinasi dengan stakeholder terkait. TPW