Peluang

Siasati Lesunya Penjualan dengan Melirik Usaha Kos-Kosan

Administrator | Jumat, 11 September 2020 - 08:39:52 WIB | dibaca: 720 pembaca

Foto: Istimewa

Meski banyak pihak berharap pasar properti akan lebih baik di tahun ini, namun pertumbuhan permintaan diprediksi tidak akan banyak bergerak dibanding 2019. Dituntut kreatifitas dari para pelaku industri properti termasuk pengembang untuk melihat peluang pasar potensial.

Menurut Kepala Riset dan Konsultasi PT Savills Consultants Indonesia, Anton Sitorus, supaya pertumbuhan sektor properti di 2020 menjadi lebih maksimal, maka harus didukung kreatifitas pengembang dalam mengemas produk yang menarik, terutama     mengenai harga.

“Permintaan besar, tetapi untuk bisa tumbuh pengembang harus kreatif dalam memilih dan menciptakan produk. Selain harga yang terjangkau,produk yang dijual juga harus memiliki nilai tambah investasi bagi pembeli,” ungkap Anton kepada wartawan, baru-baru ini.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda pun berpendapat kalau harga properti terutama di Jabodetabek yang semakin mahal turut menjadi penahan laju permintaan properti. Saat ini harga properti di beberapa lokasi, ungkap dia, sudah sangat tinggi sehingga sulit terjual.

“Mungkin ada investor yang membeli dengan harapan harga akan terus naik. Padahal pasar properti sama seperti ekonomi mempunyai siklus pasar, ini seringkali diabaikan oleh investor,” kata Ali.

Kondisi itu menyebabkan banyak masyarakat saat ini lebih memilih untuk menyewa rumah dibandingkan membeli, terutama di kota-kota besar. Bahkan dalam survei yang dilakukan oleh IPW, generasi milenial di kota-kota besar di Jabodetabek lebih senang menyewa atau nge-kost dibandingkan memiliki rumah sendiri.

“Hasil survei kami sekitar 47,4 persen memilih tinggal di kos-kosan, kemudian 47,1 persen ingin tinggal di apartemen, dan sisanya tinggal di rumah keluarga,” papar dia.

Disebutkan, rata-rata penghasilan kelompok milenial berkisar Rp 6 juta - Rp 7 juta per bulan. Itu artinya mereka hanya mampu membeli rumah atau properti dengan cicilan kredit Rp 2 juta - Rp 2,5 juta per bulan atau rumah seharga Rp 200 juta hingga Rp 300 jutaan. Rumah seharga tersebut semakin sulit didapat, apalagi di sekitar Jakarta.

Masih merujuk riset IPW, saat ini ada sebanyak 39,9 persen milenial tinggal di kos-kosan atau apartemen dengan sewa di bawah Rp 2 juta per bulan. Lalu sebanyak 38,5 persen menyewa dengan harga Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per bulan, dan 21,6 persen mampu menyewa dengan harga Rp 3 juta per bulan.

“Data ini memperlihatkan bahwa permintaan terhadap kamar atau unit kos-kosan cukup besar terutama yang menyasar segmen milenial. Itu bisa jadi peluang yang dapat digarap sehingga pasar bergerak,” kata dia. 

Besarnya peluang pasar kos-kosan di kota-kota besar ditangkap oleh PT Hoppor International. Perusahaan yang lebih dikenal dengan brand ‘Kamar Keluarga’ itu bahkan mengungkapkan bahwa setiap tahun tren kebutuhan dan permintaan penyewaan kos-kosan terus meningkat.

Kondisi itu pula yang membuat ‘Kamar Keluarga’ terus meluaskan jaringan usahanya di kota-kota besar termasuk Jabodetabek. Selama dua tahun berdiri, perusahaan ini telah memiliki 2.041 unit kamar yang disewakan dan tersebar di 75 lokasi di Jabodetabek dan Bandung.

“Kami fokus menjawab kebutuhan pasar di bisnis kos-kosan,” kata CEO Kamar Keluarga, Charles Kwok dalam siaran persnya, baru-baru ini.

Bahkan, guna mendukung ekspansi usahanya, Kamar Keluarga tahun ini berani untuk melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dana hasil IPO tersebut sebagian besar akan digunakan untuk menambah jaringan kamar di beberapa kota dan daerah.

Selain mendirikan kamar kos sendiri, menurut Charles, Kamar Keluarga pun membuka peluang bagi pemilik tanah maupun pengembang properti yang memiliki aset menganggur untuk dijadikan dijadikan passive income.

“Sistemnya bagi hasil, Kamar Keluarga akan menjadikan lahan atau bangunan tidak produktif menjadi kamar kos atau hunian co-living. Nanti pemilik akan mendapat uang sewa jangka panjang antara 10 tahun hingga 25 tahun,” pungkas Charles.

Pakar properti, Panangian Simanungkalit dalam bukunya “Menjadi Kaya Melalui Properti” juga menyebutkan kalau bisnis kos-kosan dapat menjadi peluang usaha bagi semua kalangan yang ingin meraup untung dari bisnis properti.

Menurut dia, ada beberapa hal yang membuat usaha kos-kosan ini begitu menjanjikan.

Pertama, permintaan terhadap unit kos masih tinggi terutama di perkotaan yang dekat dengan kawasan perkantoran, pendidikan, maupun industri. Orang biasanya lebih memilih kos di dekat tempat dia bekerja atau kuliah untuk menekan ongkos transport.

Kedua, usaha kos memiliki keuntungan modal (capital gain) yang dapat diperoleh dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Menurut Panangian, capital gain unit kos rata-rata lebih tinggi bila dibandingkan dengan investasi tanah kosong atau rumah sewa.

Ketiga, usaha kos berpeluang mendapatkan keuntungan lain misalnya dengan menyediakan layanan pendukung bagi penyewas seperti kantin, cleaning service hingga jasa laundry.

Keempat, usaha kos-kosan juga ternyata cukup minim dalam hal perawatan. Pemilik hanya perlu melakukan perawatan berkala di bagian-bagian tertentu saja seperti fasilitas umum dari kos-kosan karena selebihnya sudah menjadi kewajiban penyewa.

“Dan bila tempat kos berada di lokasi strategis, maka usaha kos Anda memiliki kemungkinan besar untuk terus terisi bahkan sering dikontrak untuk bertahun-tahun. Jadi Anda tinggal bersantai menikmati waktu atau menjalani kegiatan lain,” kata Panangian. Nah, ini peluang yang menarik bukan? (Teti Purwanti)