GAGASAN

Restrukturisasi Utang atau Restrukturisasi Perusahaan?

Administrator | Senin, 26 September 2022 - 15:39:59 WIB | dibaca: 204 pembaca

Foto: Istimewa

Oleh: Juneidi D.Kamil, SH, ME, CRA - Praktisi Hukum Properti dan Perbankan

Kongo Gumi adalah sebuah perusahaan konstruksi asal Jepang yang menjadi perusahaan tertua saat ini, karena telah berusia lebih dari 14 abad. Selama berabad-abad, Kongo Gumi banyak terlibat dalam pembangunan gedung terkenal di Jepang, termasuk bangunan indah abad ke-16, Istana Osaka. Perjalanan panjang ini memberikan pembelajaran perlunya transformasi dan restrukturisasi berkelanjutan (continuous transformation & restructuring). Menjaga kelangsungan hidup perusahaan tidak semata-mata dengan cara melakukan restrukturisasi utang di saat kesulitan cash flow keuangan tetapi lebih kepada restrukturisasi perusahaan.

Kegagalan Restrukturisasi Utang Sampai saat ini pandemi Covid-19 belum berakhir dan tiada yang tahu pasti kapan berakhir. Keadaan ini membuat banyak pelaku usaha yang mengalami kesulitan keuangannya sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengembalikan utang. Kondisi obyektif ini disadari oleh pemerintah, sehingga setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak meluncurkan beberapa kebijakan yang diharapkan dapat membantu perekonomian nasional.

Ketidakmampuan keuangan pelaku usaha dalam membayar utang berdampak kepada kinerja perbankan. Otoritas Jasa Keuangan jauhjauh hari sudah menerbitkan regulasi terkait adanya kebijakan restrukturisasi kredit perbankan

melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Regulasi POJK ini sudah diubah untuk kedua kalinya dalam POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perkenomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid 19. Kebijakan restrukturisasi kredit ini berlaku sampai dengan 31 Maret 2023.

Kebijakan pemerintah serta regulator dalam restrukturisasi kredit sangat membantu pelaku usaha. Meskipun demikian restrukturisasi kredit di perbankan ternyata tidak semua berhasil. Beberapa pelaku usaha properti kembali mengajukan permohonan restrukturisasi kredit.

Jika ditelusuri, banyak faktor yang menyebabkan belum berhasilnya restrukturisasi kredit. Beberapa faktor itu dapat ditelusuri dari internal pelaku usaha sendiri, pihak perbankan maupun kondisi perekonomian yang belum benar-benar pulih.

Faktor internal yang menyebabkan gagalnya restrukturisasi utang dalam perspektif pelaku usaha ditemukan terkait tata kelola perusahaan. Misalnya manajemen perusahaan tidak fokus lagi dalam usaha properti, kelemahan managerial pengurus perusahaan, komisaris dalam perusahaan tidak berperan dalam mengawasi perusahaan, tidak terdapat action plan yang dibuat untuk menyehatkan perusahaan, konflik internal pengurus perusahaan, pengelolaan perusahaan tidak transparan, adanya penyalahgunaan penggunaan kredit (side streaming), perusahaan berada dalam zona nyaman serta kelemahan sumber daya manusia internal perusahaan.

Disamping itu, kegagalan restrukturisasi kredit bersumber dari eksternal perusahaan. Keadaan eksternal yang mengakibatkan kegagalan restrukturisasi kredit misalnya lahan proyek properti yang bermasalah, persaingan bisnis yang semakin kompetitif, lemahnya monitoring penggunaan kredit serta lemahnya sanksi yang diterapkan kreditur kepada debitur.

Adanya berbagai faktor internal dan eksternal perusahaan debitur di atas menyebabkan langkah restrukturisasi kredit menjadi gagal. Restrukturisasi kredit terkesan hanya langkah mengulur-ulur waktu (buying time) agar kolektibilitas debitur tidak menurun (down grade). Penurunan kolektibilitas debitur dapat mengakibatkan semakin tingginya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang harus dibuat oleh bank.

Restrukturisasi Perusahaan
Kelangsungan hidup perusahaan Kong Gumi yang didirikan pada tahun 578 Masehi memberikan pembelajaran perlunya transformasi dan restrukturisasi berkelanjutan. Saat ini persaingan usaha bisnis sangatlah ketat, bahkan harus setiap hari pula sebuah perusahaan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerjanya.

Evaluasi kinerja secara menyeluruh menjadi penting untuk melakukan perbaikan proses bisnis agar sebuah perusahaan dapat tumbuh dan bersaing. Perbaikan secara terus menerus tentu akan mempengaruhi kinerja perusahaan agar berjalan lebih baik, mampu unggul dalam persaingan atau setidak-tidak masih bisa dapat bertahan.

Berdasarkan penelurusan dari faktor-faktor kegagalan restrukturisasi kredit di perbankan maka sesungguhnya perusahaan debitur membutuhkan restrukturisasi perusahaan bukan semata-mata restrukturisasi utang.

Bertahannya Kong Gumi perusahaan konstruksi asal Jepang dalam waktu yang relatif lama membuktikan perlunya restrukturisasi perusahaan bukan semata-mata restrukturisasi utang.

Restrukturisasi perusahaan sesungguhnya berbeda dengan restrukturisasi utang. Dalam restrukturisasi perusahaan dilakukan penataan kembali bentuk dan skala perusahaan. 

Sedangkan dalam restrukturisasi utang yang ditata adalah utang perusahaan agar perusahaan lebih sehat. Restrukturisasi utang bisa dilakukan sendiri secara terpisah atau dapat pula dilakukan bersamaan dengan restrukturisasi perusahaan.

Restrukturisasi utang kredit bank dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menunda pembayaran utang, menjadwalkan kembali pembayaran utang, mengurangi bunga utang, menghapus bunga utang, mengurangi pokok utang. Sedangkan restrukturisasi perusahaan dilakukan dengan menata kembali perusahaan agar lebih sehat dan kuat melalui berbagai cara.

Restrukturisasi badan usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas dapat dilakukan dengan cara merger, konsolidasi, akuisisi, pemisahaan perusahaan (MKAPP). Ketentuan ini dapat diperhatikan dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang terkait dengan Perseroan Terbatas.

Restrukturisasi perusahaan dapat pula diterapkan pada badan usaha belum berbadan hukum seperti UD, CV dan Firma. Restrukturiasi perusahaan dilakukan berdasarkan asas kebebasan berkontrak sesuai pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 yang menyatakan bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak maka badan usaha ini dapat membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya serta menentukan bentuk perjanjian yang dibuat.

MKAPP tidak boleh merugikan kepentingan kreditur dan pemegang saham minoritas. Kreditur yang tidak setuju dengan MKAPP dapat mengajukan keberatan kepada direksi PT dan meminta agar piutangnya diselesaikan dengan baik. Selama belum ada kesepakatan penyelesaian piutang, maka proses MKAPP tidak boleh dilakukan.

Kembali kepada Kongo Gumi, meskipun pada akhirnya harus dijual ke perusahaan lain, perjalanan perusahaan melewati berbagai peristiwa sejarah patut menjadi pelajaran. Tepatlah apa yang pernah dikemukakan Charles Darwin dalam teori evolusinya. Bukan mereka yang terkuat dapat bertahan, tetapi mereka yang adaptiflah terhadap perubahanlah yang dapat terus bertahan serta tumbuh berkelanjutan. Semoga artikel ini bermanfaat.


Sumber: