AKTUAL

PERKOTAAN

Kontribusi Strategis Sektor Properti Terhadap Perkotaan

Administrator | Jumat, 29 Januari 2021 - 17:47:18 WIB | dibaca: 544 pembaca

Banyak orang kurang menyadari peran strategis sektor properti. Selama ini orang hanya memikirkan sisi glamornya saja, padahal kontribusi properti lebih luas termasuk terhadap peningkatan kualitas lingkungan, penyerapan tenaga kerja, serta memacu pertumbuhan ekonomi lokal.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI bidang Tata Ruang dan Pengembangan Kawasan, Hari Ganie dalam diskusi webinar bertema “Reshaping Urban Development Concept” di Jakarta, baru-baru ini.

Diungkapkan, konteks peran sektor properti dengan sektor lain tidak semudah yang dibayangkan dan sangat kompleks. Setidaknya ada tiga sektor lain yang paling berhubungan dengan properti, yaitu tata ruang, infrastruktur, dan pertanahan.

Selain itu, properti juga tidak jauh dari dukungan seperti perundangundangan dan regulasi, perizinan, dan tentu saja perpajakan. Bukan hanya itu, faktor luar lain seperti politik, makro ekonomi, ekonomi global, nilai tukar, dan lainnya pun ikut memengaruhi.

“Properti itu sangat kompleks, sehingga di REI banyak bidang dan tentu saja REI dan pengembang tidak bisa melakukan ini sendiri sehingga dilakukan kolaborasi, termasuk juga dengan pemerintah dan swasta lain,” kata Hari Ganie.

Namun begitu, meski sudah berkolaborasi bukan berarti tanpa hambatan. Regulasi kerap kali masih menjadi kendala, perizinan di daerah masih menjadi masalah, dan infrastruktur yang dibangun pemerintah juga masih sangat jauh dari kebutuhan masyarakat sehingga dibutuhkan feeder untuk mencapai ke kantong-kantong hunian.

Apalagi kini sektor properti terkena dampak pandemi, sektor mall misalnya turun hingga 85%, tingkat hunian hotel turun hingga 90%, perkantoran turun 74,6%, dan rumah komersial turun hingga 80%. Bahkan akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jabodetabek dan Banten, sektor properti di kedua daerah itu turun hingga 81%.

Setidaknya REI menyebutkan ada dua hambatan utama yang terjadi saat ini. Pertama, potensi konsumen yang berkurang karena pembatasan segmen seperti karyawan kontrak dan nonfix income di-reject/dibatasi. Kedua, kendala teknis layanan perbankan dimana proses akad terhambat karena PSBB.

Masalah Urbanisasi
Bukan hanya itu, menurut Hari Ganie, kondisi pandemi tidak membuat masalah besar perkotaan seperti urbanisasi menjadi berkurang.

Akibat urbanisasi di Indonesia, setidaknya 65% dari seluruh masyarakat Indonesia tinggal di perkotaan, padahal urbanisasi tidak efisien dan hanya berkontribusi 1,4% terhadap PDB. Bukan hanya itu, akibat urbanisasi setidaknya ada kekurangan pasokan rumah (backlog) mencapai 6,7 juta.

Belum lagi, ujar Hari, urbanisasi juga berhubungan dengan daya dukung dan daya tampung, seperti kemacetan lalu lintas, banjir, polusi, dan keterbatasan air baku, dan yang terparah adalah kenaikan harga tanah yang tidak bisa dielakan dengan kenaikan 20% hingga 30%.

“Kami melihat banyak kelemahan pembangunan oleh pemerintah karena belum adanya dukungan regional dan juga tata ruang. Padahal dengan pandemi, rumah menjadi pusat kegiatan dan seharusnya setiap pembangunan rumah dan perumahan harus melihat berbagai kepentingan,” ujar alumni Teknik Planologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) itu. Dengan kondisi itu, REI menyarankan agar pemerintah bisa melanjutkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu fokus pada pembangunan kota metropolitan dengan memperhatikan demand side, serta pembangunan skala besar dengan kelembagaan yang baik.

“Kami sangat mendukung rencana pembangunan pemerintah serta pengetatan yang dilakukan pemerintah demi kepentingan bersama agar pembangunan di kota dan di desa bisa sama-sama berkembang,” tutup Hari Ganie.

Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D. Heripoerwanto mengungkapkan dari sebelum pandemi prioritas pemerintah di bidang infrastruktur adalah mengubah wujud perkotaan.

Dia misalnya menyebutkan kalau jaringan tol terbangun di Jawa akan menjadikan Jawa sebagai kota pulau. Di sisi lain, Eko pun tidak menafikan kalau pemerintah cukup ngotot dalam pembangunan infrastruktur dan mengundang banyak sektor swasta.

“Keinginan untuk terus membangun tol adalah untuk menjaga momentum dan tentu saja bukan tanpa tantangan,” jelas Eko.

Dia menyebutkan kalau dalam pembangunan infrastruktur untuk membangun pertumbuhan ekonomi juga memiliki banyak tantangan seperti on-off frame, bottle neck di berbagai hal yang butuh sinergi dari pusat, daerah, dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).

Ketua Umum Pengurus Nasional Ikatan Ahli Perencana (IAP) Indonesia Hendricus Andi Simarmata, mengatakan pembesaran kota seharusnya berujung pada bagaimana warga sejahtera, yang aman dan nyaman. Apalagi ditambah dengan pandemi, masyarakat berharap kalau kota bisa menyembuhkan warganya.

“Kota yang baik tidak perlu warganya sakit dan itu yg harus dikampanyekan, termasuk juga kota melayani semua kelompok dan kelas warga,” jelas Andi.

Oleh karena itu, kota harus teratur dan juga informatif atau akan percuma. Sayangnya, pemerintah melalui dinas-dinas yang dimilikinya bahkan belum memiliki data sehingga perencanaan kotanya pun jadi sulit. Pemerintah, kata Andi, seharusnya bisa menggunakan sudut pandang composer supaya bisa membangun kota secara harmonis. (Teti Purwanti)

Sumber: