ASPIRASI DAERAH

Kebutuhan Kuota FLPP di Papua Capai 3.000 Rumah

Administrator | Jumat, 11 September 2020 - 09:58:02 WIB | dibaca: 570 pembaca

Ketua DPD REI Papua, Nelly Suryani

Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Papua menyebutkan kebutuhan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di provinsi paling timur Indonesia itu mencapai 3.000 unit di 2020.

Angka tersebut sudah diajukan REI Papua melalui DPP REI ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun sayangnya, ungkap Ketua DPD REI Papua, Nelly Suryani, dari kuota yang tersedia, Papua hanya akan mendapatkan alokasi sekitar 500-an unit rumah saja.

“Kuota itu bukan hanya untuk REI, tetapi kita berbagi dengan asosiasi lain,” ujar Nelly yang akrab dipanggil Maria kepada Majalah RealEstat, baru-baru ini 

Dia berharap pemerintah dapat segera mencarikan solusi terbaik untuk mengatasi kekurangan kuota FLPP di Papua sehingga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang sudah sejak tahun lalu tertunda akad kredit dapat segera menghuni rumahnya.

Selain masalah kuota, kendala lain yang harus dihadapi pengembang di Papua adalah batasan penghasilan konsumen MBR yang dapat membeli rumah subsidi di Papua disamakan dengan batasan penghasilan secara nasional yakni Rp 4 juta per bulan. Padahal Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) di Papua lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lain termasuk batasan harga jual rumah subsidinya juga lebih tinggi.

“Kami mengusulkan penghasilan konsumen MBR di Papua yang dapat memperoleh subsidi ditingkatkan sampai Rp 6 juta per bulan, karena plafon harga jual rejionalnya kan lebih mahal dibandingkan Pulau Jawa misalnya,” kata Maria.

Ditambahkan, tingkat kesulitan dan kompleksitas pembangunan rumah di Papua cukup tinggi, sehingga tidak bisa dibandingkan atau disamakan dengan wilayah lain di Indonesia.

Stimulan Pajak
Maria menyebutkan pengembang di Papua juga sedang “dihantui” dengan kebijakan pemerintah daerah yang enggan memberikan keringanan (stimulan) pajak bagi konsumen rumah subsidi.

Dia memberi contoh penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi nol persen dan Pajak Penghasilan (PPh) Final 1%.

Stimulan ini membuat biaya yang ditanggung MBR berkurang sekitar Rp 20 jutaan, sehingga meringankan masyarakat.

“Namun sayangnya sampai saat ini stimulan tersebut belum direalisasikan oleh pemda-pemda di Papua,” tegas dia.

Sebagian besar pemda di Papua justru menetapkan retribusi hingga 5 persen atau setara Rp 9 juta-an untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dibebankan kepada MBR. Padahal besaran 5 persen itu adalah besaran maksimal, sehingga pemda sebenarnya dapat menetapkan persentase di bawah 5 persen.

Diakui saat ini daerah di Papua yang sudah menerapkan besaran BPHTB di bawah 5 persen adalah Kabupaten Jayawijaya pada masa kepemimpinan Bupati John Wempi Wetipo yang kini menjabat Wakil Menteri PUPR. Menurut Maria, BPHTB di Kabupaten Jayawijaya ditetapkan sebesar 2,5 persen.

REI Papua mengharapkan kesediaan pemda di daerah itu untuk mendukung program sejuta rumah yang digagas Presiden Joko Widodo. Dikatakan besaran BPHTB yang tinggi sangat memberatkan dan mengurangi daya serap MBR untuk memiliki rumah.

“Bandingkan dengan mayoritas daerah di wilayah barat atau tengah Indonesia yang banyak sudah membebaskan biaya BPHTB dan IMB. Itulah mengapa realisasi sejuta rumah hampir 90 persen ada di barat dan tengah Indonesia. Wilayah timur khususnya Papua jauh tertinggal,” kata dia.

Ketidakadilan lain pemerintah pusat terhadap Papua adalah menyangkut bantuan Prasarana Sarana Umum (PSU) yang di dalam Peraturan Menteri Nomor 03/PRT/M/2018 diberlakukan secara merata di seluruh Indonesia. Namun di lapangan, PSU lebih banyak dinikmati di wilayah barat.

Di Papua, minim bahkan hampir tidak ada yang menerima PSU perumahan subsidi ini. Jumlah pengembang Papua yang mampu mengakses bantuan PSU sangat terbatas. Padahal bantuan PSU dibutuhkan pengembang di Papua guna memastikan jalan lingkungan perumahan dicor dan tertata rapi.

Tahun ini, REI Papua menargetkan pembangunan sebanyak 2.656 unit rumah, dengan ready stock tersedia sejak 2019 mencapai 1.184 unit. Ada sekitar 30 anggota REI Papua yang kini aktif membangun rumah MBR yang tersebar di delapan kabupaten di Provinsi Papua. (Teti Purwanti)