TOPIK UTAMA

Ketua Um um DPP REI - Soelaeman Soemawinata

Ciptakan Daya Saing, Pengembang harus bersolek

Administrator | Jumat, 10 November 2017 - 15:08:00 WIB | dibaca: 1058 pembaca

Dia mempunyai keyakinan bahwa pengembang mempunyai kedudukan yang sama mulianya di negeri ini terutama dalam memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara. Industri properti ini memiliki 174 industri ikutan yang akan bergerak kalau properti bergerak. Properti juga bisa menciptakan investasi baru.

Sebagai contoh satu mal yang beroperasi bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk 2.000 orang, satu hotel bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk 1.000 orang, demikian juga lapangan kerja untuk pengelolaan gedung perkantoran. Oleh karena itu, menurut Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum DPP REI, sektor properti cukup layak untuk mendapatkan perhatian besar dari pemerintah agar ekonomi nasional bisa bergerak lebih cepat.

Majalah Realestat berkesempatan mewawancarainya mengenai berbagai masalah mengenai kondisi riil pasar properti di tahun ini. Termasuk mengenai strategi yang akan dilakukan REI untuk mengairahkan kembali pasar properti. Berikut petikan wawancaranya;

Bagaimana situasi pasar properti di semester pertama tahun ini?

Tiga tahun terakhir pasar properti memang lagi slow, saya kira hampir semua segmen menurun penjualannya. Tapi sebagai pengembang saya selalu menekankan dan mengajak teman-teman untuk mulai bergerak, ayo bangkit. Banyak hal yang menunggu kita di depan. Setiap ketemu pengembang di Jakarta ini atau di daerah saya selalu minta untuk mulai membangun sesuai bidangnya masing-masing, supaya pasar bisa bergerak. Banyak pihak termasuk saya yakin pasar akan membaik di semester kedua tahun ini.

Anda sudah melihat pasar sudah menuju ke arah pemulihan?

Kalau kita lihat kinerja penjualan di sektor properti secara umum masih lesu, mungkin beberapa ada yang mencapai pertumbuhan penjualan, namun tidak signifikan. Hampir semua segmen (lesu), kecuali rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Psikologis masyarakat juga masih enggan membeli properti. Padahal bank-bank sudah menawarkan bunga KPR yang rendah. Sepertinya masih butuh waktu (untuk pulih).

Sejauh ini saya lihat belum ada trigger yang kuat mampu membangkitkan sektor properti, namun seperti saya katakan tadi pengembang harus bangkit, mulai membangun. Itu yang kita harapkan bisa menjadi stimulus pasar properti ke depan.

Program pengampunan pajak (tax amnesty) selama ini diharapkan bisa mendorong sektor properti, apakah sudah terasa pengaruhnya?

Belum ada terasa dana repatriasi dibelanjakan ke sektor properti seperti yang diprediksi sejak awal oleh banyak pihak. Karena begini, kalau pun dana itu ada, sekarang ini yang punya uang tentu sedang memikirkan ke mana dia akan mendeliver uangnya. Jadi pengembang punya competitor nih, apakah mereka akan masuk ke mining, agro-industry, tourism atau property.

Saya telah berdiskusi dengan pengembang soal bagaimana cara merespon kondisi masih minimnya dana program tax amnesty yang masuk ke sektor properti. Saya mendorong pengembang untuk lebih kreatif menciptakan produk yang punya daya saing dan melakukan strategi pemasaran yang lebih agresif agar dana itu bisa segera masuk. Ini para pengembang harus bersolek, bersaing membuat daya saing.

Untuk pengembangan produk diserahkan kepada tiap developer untuk membangun desain produknya agar menarik bagi orang-orang kaya untuk membeli, sedangkan untuk strategi pemasaran akan dikoordinasikan oleh REI selaku asosiasi.

Strateginya bagaimana?

Ada sinergi pemasaran melalui pameran besar untuk membantu menjembatani antara pengembang dan calon pembeli. Nah sekarang pengembang siapkan dulu produknya, nanti Agustus atau September kami akan mengadakan pameran untuk menarik calon pembeli. Jadi pameran properti akan kami perbanyak, gaungnya diharapkan menggerakkan semangat pasar, termasuk pengembang menengah kecil.

Apalagi yang dibutuhkan pengembang supaya pasar bisa bergerak lebih maju?

Saat ini banyak pengembang membutuhkan kucuran dana modal kerja untuk mulai bergerak terutama pengembang rumah subsidi. Namun terbatas sekali perbankan yang menyiapkan kredit konstruksi ini. Kalau pun ada, suku bunganya cukup tinggi. Kalau bunga KPR subsidi saja bisa dikasih ringan cuma 5%, kenapa bunga kredit konstruksinya tidak ditekan lebih rendah.

Bahkan bunga kredit konstruksi untuk rumah subsidi bunganya kadang lebih tinggi dari bunga kredit komersial. Nah ini seharusnya ada keberpihakan juga pada pengembang yang bangun rumah rakyat. Bunga kredit konstruksi komesial saat ini rata-rata sekitar 11 persen -12 persen, seharusnya untuk pengembang rumah subsidi bisa 9 persen. REI berencana untuk bertemu dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membahas soal hal ini.

Kembali ke soal kondisi pasar properti saat ini, dalam situasi pasar yang masih belum pulih, apa strategi bisnis yang bisa dilakukan pengembang?
Dalam mempersiapkan strategi bisnis tahun ini, setiap pengembang menurut saya tetap harus menyiapkan dua skenario. Pertama, skenario optimistik. Industri properti sudah menyentuh titik nadirnya tahun lalu, dan tahun ini diharapkan lebih baik. Ditambah lagi ada sejumlah dukungan kebijakan pemerintah, pertumbuhan sektor properti boleh jadi akan melesat dengan cepat.

Pasar membaik, dan artinya harus lebih banyak proyek baru yang dipasarkan. Namun pengembang juga perlu menyiapkan skenario kedua, yakni yang konservatif. Artinya, pengembang tidak terlalu bersemangat namun tetap meluncurkan proyek baru dengan perhitungan cermat.

Terakhir, sektor properti apa yang diprediksi masih akan tetap baik penjualannya di tahun ini?

Yang jelas sektor residensial masih menjanjikan karena kebutuhannya masih besar. Saya berulang kali bilang, bahwa setiap tahun ada tiga juta bayi lahir di Indonesia. Akibatnya selalu ada ekspansi terhadap ruang-ruang kosong di Indonesia terutama tempat tinggal.

Ini peluang yang tiada henti untuk pasar residensial. Kemudian untuk sektor komersial, peluang usaha dari manufaktur dan peningkatan investasi langsung asing menciptakan permintaan baru bagi sektor komersial. Namun sektor ini memang sangat bergantung pada laju pertumbuhan dan keadaan makroekonomi Indonesia. TPW