Jalan-Jalan

Wisata Budaya di Tanah Para Raja Surgawi

Administrator | Jumat, 22 Maret 2019 - 10:44:41 WIB | dibaca: 1558 pembaca

Foto: Istimewa

Siapa tidak kenal Tana Toraja? Daerah berjuluk Land of the Heavenly Kings atau Tanah Raja-Raja Surgawi ini dikenal dengan kebudayaannya yang mungkin tidak akan ditemukan di tempat lain di dunia. Itulah mengapa UNESCO menetapkan Tana Toraja sebagai warisan budaya dunia (Inscription World Heritage List).

Yah, Tana Toraja yang berada di bagian paling utara Provinsi Sulawesi Selatan itu memang dikenal dengan masyarakatnya yang memiliki kepercayaan, aturan, serta ritual tradisi yang cukup ketat.

Disebut sebagai tanah para raja surgawi karena menurut mitos yang telah diceritakan secara turun-temurun, nenek moyang asli masyarakat Toraja dipercaya berasal dari surga dan turun langsung ke bumi dengan menggunakan tangga. Tangga inilah yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi antara nenek moyang dengan Puang Matua (Tuhan dalam kepercayaan masyarakat Toraja).

Untuk menghargai leluhur, masyakarat Tana Toraja memiliki beberapa upacara dan ritual adat yang masih dipertahankan dan rutin diselenggarakan sampai saat ini. Bila Anda ingin berkunjung, cobalah mencari waktu yang pas dengan ritual adat di Tana Toraja. Oh ya, selain budayanya yang unik, Tana Toraja pun memiliki banyak spot indah untuk mengisi waktu liburan Anda.

Untuk menuju Tana Toraja dari Kota Makassar dapat di tempuh dengan jalur darat maupun jalur udara. Jalur darat umumnya dapat memakan waktu sekitar 8 – 9 jam perjalanan menggunakan bus atau mobil pribadi. Sedangkan jalur udara hanya memakan waktu 45 menit saja, namun tentunya dengan biaya yang lebih mahal. Berikut beberapa tradisi budaya yang kerap digelar dan lokasi menarik yang patut Anda datangi di Tana Toraja. Ini rangkumannya.

1. Tradisi Ma’nene
Tradisi Ma’nene merupakan tradisi mengenang leluhur dengan cara membersihkan dan menggantikan baju mayat para leluhur masyarakat Tana Toraja. Tradisi ini secara khusus dilakukan oleh masyarakat Baruppu yang tinggal di pedalaman Toraja Utara.

Bagi masyarakat di wilayah Baruppu, mayat atau jenazah kerabat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari anggota keluarga yang masih hidup. Selain itu, Masyarakat Baruppu memiliki kepercayaan bahwa meskipun secara jasad telah meninggal, arwah para leluhur tetap “hidup” dan mengawasi keturunannya dari alam lain.

Karena itulah, masyarakat Toraja melakukan pembersihan tiga tahun sekali usai masa panen. Caranya adalah dengan mengeluarkan “mumi” jenazah dari dalam peti untuk dibersihkan dan digantikan pakaiannya dengan pakaian yang baru. Tidak hanya dipakaikan pakaian baru, mayat para leluhur ini juga didandani dengan rapi selayaknya orang yang akan menghadiri sebuah pesta.

Saat para mayat ini sudah berganti pakaian, para mayat ini juga bisa berdiri dan berjalan karena doa dan mantra yang dipanjatkan sebelum upacara tradisi ini dimulai.

2. Upacara Rambu Solo 
Upacara Rambu Solo yang merupakan ritual penguburan khusus bagi orang-orang yang telah meninggal. Bagi masyarakat Tana Toraja, orang-orang yang telah meninggal dianggap seperti orang yang sedang sakit.

Atas dasar kepercayaan tersebut, mereka yang telah meninggal masih terus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang hidup salah satunya dengan disediakan makanan dan minuman, rokok, sirih, dan beragam sesajen lainnya. Tanpa dilakukannya upacara penguburan Rambu Solo, konon arwah orang yang meninggal tersebut akan memberikan bencana dan kemalangan bagi orang atau kerabat yang ditinggalkannya.

Padahal, Upacara Rambu Solo memiliki rangkaian yang panjang, membutuhkan biaya yang besar, serta persiapan yang berbulan-bulan lamanya. Salah satu ciri khas dari upacara ini adalah adanya kegiatan wajib memotong kerbau dan babi dengan jumlah yang ditentukan tetua adat. Biasanya, semakin kaya dan tinggi pangkat seseorang di Toraja, biaya upacara pema-kaman yang dikeluarkan pun akan semakin mahal.

Upacara ini juga dilengkapi dengan iringan musik, nyanyian, lagu-lagu, puisi, dan lain sebagainya. Selama upacara berlangsung, jenazah orang yang telah meninggal tetap disimpan di rumah leluhur (Tongkonan).

3. Desa Kete Kesu
Tana Toraja memang terkenal sebagai salah satu daerah di Indonesia yang masih memiliki kepercayaan kuat terhadap hal-hal gaib dan mistis. Oleh karena itu, masyarakat Tana Toraja memiliki banyak kebudayaan dan tradisi yang berkaitan dengan mayat, arwah, atau hal-hal mistis lainnya.

Bahkan tempat wisatanya, salah satu yang paling terkenal adalah Desa Kete Kesu, yang memiliki satu kawasan rumah adat Toraja yang disebut Tongkonan. Tongokan sendiri adalah tempat penyimpanan sementara bagi jenazah yang telah dibungkus kain sebelum dikuburkan.

Selain itu, di bagian atas tebing bukit Kete Kesu, terdapat kuburan batu yang merupakan peninggalan purbakala yang diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Di Toraja, peti mati tempat menyimpan jenazah biasanya diletakkan di gua-gua batu tertentu tanpa dikubur di dalam tanah. Oleh karena itu, tak jarang juga peti mati juga sekaligus dianggap sebagai makam.

4. Museum Ne’ Gandeng
Museum Ne’ Gandeng berlokasi di Desa Palangi, Kecamatan Sa’dan Balusu, Toraja. Museum Ne’ Gandeng sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Suku Toraja adalah salah satu suku di Indonesia yang sangat menghormati para leluhurnya.

Museum Ne’ Gandeng dibangun sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Suku Toraja adalah salah satu suku di Indonesia yang sangat menghormati para leluhurnya.

Selain melihat benda-benda bersejarah, di museum ini bisa melihat pondok-pondok berbentuk rumah adat Toraja. Pondok ini memang sengaja dipersiapkan sebagai tempat beristirahat dan menginap bagi keluarga dan tamu yang datang berziarah ke makam Ne’Gandeng. Museum ini juga diperuntukkan bagi warga Tana Toraja yang juga ingin menggelar prosesi pemakaman bagi anggota keluarganya.

5. Air Terjun Sarambu Assing
Air Terjun Sarambu Assing berlokasi di Lembang Patongloan, Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, air terjun ini memiliki ketingggian sekitar 40 meter. Untuk mencapai lokasi air terjun ini juga tidak begitu sulit, bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Sayangnya, kawasan air terjun ini belum memiliki infrastuktur memadai sehingga sering kali dilupakan wisatawan yang berkunjung ke Tana Toraja.

6. Wisata Ollon
Terakhir ada Ollon yang terletak di Bau, Bonggakaradeng. Ollon menawarkan hamparan bukit hijau yang begitu luas sehingga sangat cocok untuk keluarga menghabiskan waktu liburan. Dapatkan pengalaman bermalam dengan berkemah di bukit sambil menikmati sejuknya udara bukit serta menyaksikan keindahan alam.

Tempat yang satu ini juga sangat cocok untuk dijadikan tempat bermain bagi anak anak. Bukit yang sangat luas akan membuat anak-anak lebih bebas dan nyaman bermain dan beraktivitas. Tidak sedikit juga yang menjadikan Ollon sebagai spot prewedding atau sekadar berswa foto. (Teti Purwanti)