INFO DPD REI

Sudah Lewat Kuartal I, Properti di Sulbar Masih Stagnan

Administrator | Senin, 26 September 2022 - 13:46:27 WIB | dibaca: 270 pembaca

Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Sulbar, Fajar Bora.

Di saat beberapa daerah sudah mulai mengalami pemulihan, pasar properti di Sulawesi Barat (Sulbar) masih stagnan, meski sudah melewati kuartal I-2022. Demikian diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Sulbar, Fajar Bora.

Dia mengatakan, pasca dilanda bencana gempa bumi di awal tahun 2021 dan juga ditambah dampak pandemi Covid-19, kondisi pasar properti di Sulbar masih belum membaik. Permintaan masih rendah, sehingga pasar stagnan. Hal itu diakui Fajar menjadi ujian bagi seluruh warga terutama para pengembang properti di Sulbar.

“Kalau ditanya kondisi pasar properti di Sulbar belum banyak perubahan dari tahun lalu. Pergerakan pasar masih sama, ditambah lagi dengan rumitnya aturan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang sampai kini belum semua selesai,” ujar Fajar kepada Majalah RealEstat Indonesia, baru-baru ini.

Meski begitu, REI Sulbar masih berharap pada tahun ini ada peluang sektor properti di daerah tersebut lebih baik karena pengembang sudah mulai terbiasa dengan kondisi saat ini dan sudah mulai berusaha seperti biasa. Namun diakui pengembang belum berani jor-joran karena masih beradaptasi dengan beberapa aturan baru baik dari pemerintah pusat maupun perbankan.

“Di awal tahun ini pengembang kesulitan dengan adanya pengelompokan subsidi, antara ASN, pekerja formal, dan pekerja informal,” ungkapnya. Adapun capaian pembangunan rumah subsidi di kuartal I tahun ini di Sulbar diperkirakan hanya terealisasi sekitar 15% dari target sebanyak 3.000 unit. Realisasi itu tidak signifikan apalagi penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari BP Tapera sama sekali belum berjalan, dan pekerja non-formal tidak begitu tertarik dengan KPR Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

Perbaikan Regulasi
Fajar menegaskan awal tahun ini bisa dibilang cukup menantang dirasakan oleh pengembang di seluruh Indonesia. Dampaknya, pengembang sulit berusaha. Oleh karena itu, DPD REI Sulbar berharap ada perbaikan aturan. Termasuk soal pengelompokan masyarakat yang ingin mengambil rumah antara KPR Tapera, FLPP, dan BP2BT.

“Pengelompokan ini sangat menghambat dan sebaiknya dikembalikan saja ke aturan semula,” harapnya.

REI Sulbar juga mengharapkan pemerintah daerah di Sulbar bisa segera mengeluarkan peraturan daerah (perda) soal PBG. Saat ini hanya beberapa daerah yang sudah mengeluarkan perda seperti Mamuju. Sedangkan kota besar di Sulbar seperti Majene masih kesulitan untuk mengeluarkan aturan tersebut.

Kekhawatiran lain pengembang di Sulbar adalah material bangunan yang terus melambung tinggi, namun harga jual rumah subsidi tidak naik. Akibatnya, pengembang cukup kesulitan melakukan pembangunan, apalagi properti di Sulbar sangat mengandalkan hunian subsidi. 

“Untuk itu, kami mendesak pemerintah pusat segera menaikkan harga rumah subsidi agar pengembang bisa berusaha dengan sehat. Selama dua tahun pandemi, REI Sulbar hanya bisa merealisasikan akad kredit subisidi sebanyak 800 unit per tahun,” ujar Fajar.

Sementara untuk rumah komersial dengan harga di bawah Rp300 juta diakui belum dapat diandalkan. Kalau pun terjual, menurut Fajar, hanya satu-dua rumah saja setiap tahunnya. Oleh karena itu, dia sangat berharap kondisi pasar properti dapat kembali normal, serta investasi di Sulbar bisa kembali berjalan.

“REI Sulbar juga terus bekerja sama dan menjalin silaturahmi dengan stakeholder perumahan tidak terkecuali perbankan. Hubungan REI Sulbar dengan pemangku kebijakan di Sulbar terbilang harmonis. Namun, di level pelaksanaan di lapangan, tetap saja masih lambat dan terhambat,” pungkas Fajar. (Teti Purwanti)


Sumber: