Berita

Siasat Pengembang Properti Migrasi Pemasaran ke Digital selama Pandemi

Administrator | Rabu, 14 Oktober 2020 - 10:04:30 WIB | dibaca: 554 pembaca

Foto: Istimewa

Pandemi Covid-19 mengubah perilaku konsumen dalam membeli rumah dan memperoleh informasi properti. Perubahan kebiasaan baru ini mendorong  pengembang (developer) berlomba-lomba beralih ke saluran digital untuk menggaet konsumen. 

Managing Director Strategic Business & Service Sinar Mas Land, Alim Gunadi mengatakan, di tengah kelesuan usaha tahun ini, perusahaan memperbesar aktivitas pemasaran melalui channel digital.

Sebelum pandemi, 70% pemasaran properti Sinarmas Land melalui offline atau via marketing galery, pameran, sedangkan 30% online. Dalam situasi saat ini ketika banyak masyarakat berada di rumah, strategi pemasaran pun diubah menjadi 70% dan 30% offline. 

"Lewat pemasaran digital, kami mengadakan virtual tour hingga menggunakan  key opinion leader (KOL) atau influencer agar kami bisa mengkomunikasikan produk ke konsumen," katanya dalam MarkPlus Industry Roundtable: Property Industry Perspective, Jumat (2/10). 

Sedangkan dari sisi produk, kebiasaan konsumen lebih banyak di rumah juga turut mengubah prevelensi rumah tinggal yang nyaman. Hal ini membuka peluang Sinarmas menyediakan konsep perumahan dengan ruang terbuka. 

Selain itu, riset juga menunjukkan, kebutuhan rumah saat ini didominasi oleh kelompok usia 22-29 tahun (36%) dan 30-39 tahun (29%). Hal ini juga  dipandang sebagai ceruk baru untuk menyediakan rumah bagi milenial berharga terjangkau di kisaran Rp 600 juta hingga Rp 1,3 miliar.

“Kami telah membangun milenial home sejak Januari 2020 dengan ukuran tanah lebih kecil, tetapi desainnya bagus. Untuk menyediakan kebutuhan masyarakat terhadap ruang terbuka juga difasilitasi dengan taman, mal The Breeze dan QBig," ujarnya.
 
Hingga semester I 2020, Sinarmas Land yang beroperasi di bawah bendera PT Bumi Serpong Damai Tbk membukukan prapenjualan (marketing sales) senilai Rp 2,9 triliun. Realisasi ini setara dengan 40% target marketing sales sepanjang tahun ini Rp 7,2 triliun.
 
Segmen residensial masih menjadi penopang utama penyumbang marketing sales periode tersebut senilai Rp1,6 triliun atau 57% terhadap total pra-penjualan.

Pengembang properti, PT Belaputra Intiland juga memiliki stratgi pemasaran serupa. Pengembang Kota Baru Parahyangan, Bandung ini meningkatkan pemasaran melalui platform digital selama pandemi. 

Perusahaan juga menggencarkan kampanye digital. Dalam sebulan, perusahaan mengaku bisa mendapat 800 list atau konsumen yang mulai menyakan  produk sampai menaruh nomor kontak.  

"Digital campaign yang diviralkan bisa memberikan multiplier effect,” kata Direktur PT Belaputra Intiland Ryan Brasali. 

Meskipun di awal pandemi penjualan perusahaan sempat menurun, tetapi memasuki Juni penjualan mulai naik sebesar 15% dan 13% di atas target. Sementara pada Agustus, Ryan mengklaim kenaikan penjualan bahkan tembus 200%. 

Sehingga, pada akhir tahun diperkirakan penjualan meningkat 30% dibanding 2019.
  
Pengembang properti asal Medan, Wiraland Property Group juga  mengalihkan strategi penjualan ke digital. Perseroan bahkan mengalokasikan anggaran digital 90% dari total anggaran iklan. 

Strategi lain yang dilakukan untuk menggaet calon pembeli dengan menawarkan subsidi biaya notaris dan pajak saat pembeli melakukan down payment.  

“Dari internal kami juga memperbaiki pelayanan dengan kecepatan respons dengan memutus rantai complain supaya cepat diresponsnya," kata General Manager Sales & Marketing Wiraland Antonio Onasio. 

Hasil survei cepat yang dilakukan MarkPlus, Inc. menunjukkan pencarian informasi properti melalui platform digital kian diminati selama pandemi. Survei dilakukan terhadap 68 responden di seluruh Indonesia dengan profil responden didominasi oleh masyarakat non-Jabodetabek 54,4% dengan profil 25% belum memiliki hunian. 

Senior Associate MarkPlus, Inc. Irfan Setiawan mengatakan, bila sebelumnya masyarakat lebih memilih mengunjungi marketing gallery atau melihat langsung contoh rumah yang dijua,l saat ini media digital menjadi pilihan utama. 

Sebanyak 51,5% responden mengaku  mencari informasi properti melalu website para developer, 45,6% situs agregator properti, dan 41,2% menggunakan media sosial. 

“Yang menarik adalah media sosial, dimana mereka menggunakannya untuk melihat bagaimana design interior dan interior properti,” katanya. 

Dalam berinteraksi, 55,9% responden berharap adanya konsultasi secara virtual melalui video conference, 52,9% virtual tour untuk melihat interior dan eksterior, dan 51,5 % menggunakan teknologi augmented atau virtual reality (AR/VR).
 
"Ketiga aspek tersebut bisa menjadi peluang emas bagi pengembang properti untuk berinovasi dalam menciptakan pengalaman baru bagi masyarakat secara digital," kata dia. 
 
Pasar Properti 
Di tengah upaya perusahaan mendorong penjualan, Real Estate Indonesia (REI) memaparkan industri properti terdampak cukup parah selama pandemi. Properti mal atau pusat belanja misalnya, yang turun hingga 85% selama pandemi karena perubahan pola konsumen yang datang ke mal untuk keperluan tertentu saja. 

Kemudian untuk perhotelan, yang mana tingkat okupansinya turun 90%, bahkan di Bali mencapai 100% karena tak ada hunian. Demikian pula dengan penjualan  rumah komersial turun 50% hingga 80%.  

"Hanya rumah bersubsidi yang masih bertahan dan diminati oleh konsumen, terutama yang berlokasi di daerah," Ketua Umum REI Paulus Totok dalam kesempatan yang sama. 

Selain itu, segmen ini menurutnya bertahan karena ada anggaran Stimulus subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) yang sudah dikucurkan pemerintah senilai Rp1,5 triliun. 

Totok menyampaikan beberapa usulan kepada pemerintah untuk menyelamatkan usaha properti di tengah pandemi. Dari segi pajak, REI berharap, pemerintah menurunkan pajak penghasilan (PPh) final sewa dan PPh jual beli masing-masing menjadi 5% dan 1% untuk jangka waktu 12-18 bulan. 

REI juga mengusulkan agar PPn dibebaskan termasuk untuk rumah menengah, bukan hanya rumah bersubsidi.  Di sisi lain, Paulus menyampaikan agar terkait PBB dan kelonggaran waktu pembayaran diatur oleh pemerintah selama pandemi. 

“Pajak 17,5% yang dibayarkan ke negara kalau dihitung bunga KPR 10 tahun menjadi 100%. Sehingga kalau membeli satu rumah sama saja membeli dua rumah, hal ini memberatkan kita semua,” kata Paulus.

Sebelumnya pemerintah telah memberikan bantuan pandemi berupa relaksasi subsidi bunga KPR selama tiga bulan untuk rumah di bawah tipe 70. Namun, Paulus menilai hal  tersebut kurang efektif.  

“Kalau penurunan subsidi hanya 6%, efeknya tidak besar karena relaksasi hanya tiga bulan. Bagi masyarakat yang dirumahkan, hal yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk membayar KPR karena mereka tak bisa mengangsur sekarang," ujarnya.  

Sumber: