Berita

REI Usulkan Isu Bank Tanah Lewat Kadin

Administrator | Rabu, 11 Maret 2020 - 15:11:18 WIB | dibaca: 436 pembaca

Foto: Istimewa

JAKARTA, investor.id - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida mengaku bahwa isu bank tanah merupakan salah satu isu yang telah diusulkan oleh REI dalam RUU Cipta Kerja melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. 

Satu isu lainnya adalah soal kepastian investasi. Namun, ia enggan untuk menjelaskan secara detail usulan yang disampaikan REI terkait dengan bank tanah. 

“Saya nggak mau buka, karena kalau saya buka nanti bikin gaduh katanya,” ujar dia. 

Namun yang pasti, REI berharap dengan kehadiran badan bank tanah ini, gerak spekulan dan mafia tanah menjadi semakin terbatas. Selama ini, menurut dia, para pengembang sering sekali menghadapi kasus yaitu tanah yang telah dibebaskan dari pemiliknya kemudian diklaim, bahkan digugat oleh pihak lain ke pengadilan. 

“Selama ini, kami yang sulit itu saat menghadapi spekulan, kalau menghadapi masyarakat pemilik aslinya itu tidak masalah. Karena itu, dengan adanya badan ini, kami harapkan nantinya ada kepastian (atas kepemilikan) lahan,” tandas Totok. 

Selain membatasi gerak spekulan, ia berharap kehadiran badan bank tanah nantinya bisa mengatasi masalah ketimpangan antara pasokan dan kebutuhan tanah. “Selama ini ketimpangannya antara pasokan dan kebutuhan lahan itu masih sangat tinggi,” ucap dia.
Sinkronisasi

Ketua Umum HKI Indonesia Sanny Iskandar menyebutkan bahwa pembentukan badan yang mengurusi bank tanah ini sebenarnya merupakan isu lama, bahkan dua tahun silam badan ini sempat akan dimasukkan dalam struktur Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan derajat setingkat direktorat jenderal (ditjen). 

Oleh karena itu, apa pun gagasannya, ia tidak terlalu mempermasalahkan asalkan dalam implementasinya mendatangkan hal-hal yang positif. 

“Jadi, ini yang nanti kami tunggu, apakah makin mempermudah dan mempercepat atau malah memperumit. Ini terutama untuk mempermudah proses pembebasan lahan. Saya kira khalayak umum sudah tahu yang terkait dengan mafia tanah, kemudian spekulan tanah. Itu memang yang menghambat investasi pengembangan kawasan selama ini, baik itu perumahan maupun apa pun,” kata dia. 

Ia berharap, kehadikan badan bank tanah akan semakin mempermudah proses investasi kala berkaitan dengan masalah pertanahan, baik itu RTRW (rencana tata ruang wilayah), izin lokasi, pembebasan lahan, maupun sertifikasi. 

“Semoga dengan keberadaan badan ini, semua akan ditangani dengan baik, sehingga kami tidak lagi berurusan dengan spekulan dan mafia tanah,” tandas dia.
 
Sanny juga berharap agar para pelaku usaha bisa dilibatkan tidak hanya dalam penyusunan kebijakannya nanti, tapi mulai saat lembaga ini dalam proses disiapkan. Karena, dengan itu lembaga yang terbentuk nanti adalah lembaga yang sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha, yaitu yang memudahkan setiap proses investasi. 

“Kalau badan ini terbentuk tapi norma- norma di dalamnya tidak memberi manfaat bagi pelaku usaha, ya sayang. Apalagi pemerintah sudah keluar anggaran,” tutur dia. 
Selain itu, Sanny juga mengingatkan agar keberadaan badan ini dipastikan nantinya tidak tumpang tindih dengan badan-badan yang sudah ada, misalnya terkait dengan kewenangan. 

“Mengenai omnibus law, kalau mau membentuk badan harus disisir dan ditelurusi dengan K/L (kementerian dan lembaga) lain yang terkait. Jangan sampai ini nanti justru bertabrakan dengan yang lain. Harus ada harmonisasi dan sinkronisasi dengan yang lain. Sehngga semua harus diajak duduk bareng,” papar dia. 

Dari APBN

Terkait dengan bisnis properti, pengamat properti Panangian Simanungkalit berpendapat, kehadiran badan bank tanah akan medatangkan setidaknya tiga manfaat. Ketiganya adalah pertama, jaminan mengalokasikan tanah bagi pembangunan rumah rakyat. 

Kedua, mengendalikan harga tanah bagi pembangunan rumah rakyat. Ketiga, mengendalikan pemanfaatan tanah secara seimbang antara perumahan dan komersial. Panangian pun mengingatkan halhal yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam pembentukan badan ini, agar keberadaanya berfungsi secara efektif.
 
“Badan pelaksana dari kegiatan badan bank tanah harus bersifat nonprofit atau badan layanan umum (BLU). Selain itu, alokasi anggaran untuk pembiayaan kegiatan badan bank tanah dari APBN,” tandas dia. 

Selain itu, menurut Panangian, badan bank tanah perlu dilengkapi kewenangan di antaranya memastikan suatu areal yang layak menjadi sebuah kawasan perumahan rakyat sesuai rencana tata ruang kota (RTRK) dan membebaskan lahan di areal yang sudah ditetapkan sebagai kawasan perumahan rakyat sesuai rencana tata ruang.
 
“Juga mematok dan membekukan harga tanah untuk jangka waktu tertentu sehigga layak untuk membangun rumah rakyat,” pungkas dia.


Di sisi lain, peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, kehadiran bank tanah ini menjadi upaya pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan penghambat investasi. 

Selama ini, tanah seringkali menjadi disinsentif bagi investor ketika ingin investasi di Indonesia karena tahapan penggunaannya cukup rumit. 

“Saya pikir dengan adanya bank tanah ini salah satu permasalahan penghambat iinvestasi bisa diselesaikan,” ucap Yusuf ketika dihubungi pada Kamis (27/2).
 
Namun, ia juga menyoroti konsep dan pendirian bank tanah yang di banyak negara pembentukannya bisa dilakukan melalui kerja sama pemerintah, swasta dan lembaga lain. Bank tanah ini nantinya akan masuk dari ranah pusat sampai ke daerah. 

“Saya pikir pusat yang harus mengambil langkah awal dulu untuk melakukan sosialisasi dan bekerja sama dengan daerah. Khususnya akuisisi lahan yang dibutuhkan untuk mendukung program pembangunan pemerintah baik manufaktur maupun pertanian,” kata Yusuf.
 
Ia mengingatkan, bank tanah juga harus memperhatikan sektor pertanian. Sebab, masalah yang kini terjadi adalah lahan pertanian dalam jumlah besar hanya dimiliki segelintir orang, artinya ada ketimpangan kepemilikan lahan. Diharapkan, keberadaan bank tanah bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan ketimpangan lahan yang terjadi di Indonesia. 

Sebab, lanjut dia, sektor pertanian ini juga banyak menyerap tenaga kerja. Di saat yang sama, sisi sosial juga tidak bisa dilepaskan, sebab saat proses pembebasan lahan sering terjadi konflik agraria. Tidak sedikit korban yang jatuh dari konflik agraria. 

“Makannya, saat bank tanah ini dijalankan, proses akuisisi lahan juga harus diperhatikan. Jangan sampai karena mengatasnamakan investasi, kita mengensampingkan sisi-sisi humanis dan sosial dari karakteristik di Indonesia,” tutur Yusuf.

Sumber: