ASPIRASI DAERAH

REI Sulteng Harapkan Alokasi Kuota FLPP Khusus

Administrator | Selasa, 14 Juli 2020 - 14:33:46 WIB | dibaca: 440 pembaca

Ketua DPD REI Sulteng, Musafir Muhaimin

Pasca musibah gempa dan tsunami, ternyata pengembang di Sulawesi Tengah (Sulteng) bisa kembali bangkit. Bahkan di 2019 target Realestat Indonesia (REI) REI Sulteng berhasil dicapai yakni pembangunan 1.500 unit rumah untuk MBR. Dengan alasan itu, target pembangunan rumah subsidi di 2020 pun ditingkatkan.

“Karena di 2019 kami berhasil mencapai target, maka di 2020 kami menaikkan target menjadi 2.500 rumah subsidi,” kata Ketua DPD REI Sulteng, Musafir Muhaimin kepada Majalah RealEstat, baru-baru ini.

Menurut dia, meski belum mencapai kondisi yang terbaik, namun perekonomian di Sulteng mulai membaik. Apalagi zonasi sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat, sehingga saat ini hanya menunggu peraturan daerah (Perda) baik dari kota dan kabupaten untuk bisa membebaskan lahan dan bisa mulai merealisasikan kembali pembangunan rumah.

Meski begitu, Musafir juga sangat khawatir dengan kouta KPR FLPP yang bisa dibilang pas-pasan di tahun ini, sehingga dirinya berharap pemerintah bisa memberikan kuota khusus bagi Sulteng yang tengah mencoba bangkit pasca bencana.

“Karena kuota FLPP tahun ini bisa dibilang rebutan. Jadi kalau bisa Sulteng diberikan kuota khusus sebagai daerah yang tengah bangkit dari masa bencana, sehingga geliat ekonomi pengem-bang di daerah ini terbantu sedikit,” ungkap Musafir.

Dia mengaku cukup optimistis target pembangunan 2.500 unit rumah dapat tercapai bila ada alokasi kuota khusus atau tambahan kuota dari pemerintah pusat pada 2020. Apalagi kebutuhan rumah meningkat pasca bencana gempa dan tsunami yang melanda Kota Palu dan sejumlah daerah di provinsi tersebut.

Secara rinci, jika tidak ada tambahan kouta FLPP, maka berdasarkan perhitungan sementara Sulteng hanya bisa merealisasikan akad sebanyak 500 rumah, yang terdiri dari beberapa perbankan seperti BTN, Bank Sulteng, BNI Syariah, dan beberapa bank lain di Sulteng yang memiliki kuota FLPP.

Sementara itu, KPR Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) juga mulai coba diterapkan di Sulteng. Pada 2019, setidaknya terdapat realisasi sebanyak 20 unit rumah. Meski begitu, karena belum begitu familiar, pengembang di Sulteng baru berencana menggunakaan BP2BT setelah kuota FLPP habis.

Skema Lain
Ditambah lagi, saat ini pengembang dan perbankan di Sulteng tengah menggodok skema lain dengan maksimal bunga 9 persen, yang jika dapat diterapkan akan sangat membantu konsumen dan pengembang.

“Kami sedang mencoba berbagai skema, karena kalau mengandalkan kuota FLPP yang hanya cukup sampai Maret atau paling lama April 2020 tentu target sulit tercapai,” keluh Musafir.

Selain ingin membangun rumah lebih banyak tahun ini karena animo masyarakat yang tinggi, Musafir dan anggota REI di Sulteng juga memastikan kalau rumah yang dibangun tahan gempa dengan menggunakan besi 10 dan besi 8.

“Kami diberi imbauan untuk menggunakan material yang lebih kuat. Ditambah lagi, perizinan juga diatur oleh ahli bangunan dan gedung. Kami yakin, bangunan yang kami bangun sekarang sesuai standar anti-gempa,” jelas Musafir.

Berbeda dari pasar rumah subsidi yang sudah mulai menggeliat, rumah komersial masih lesu dan belum ada peminat. Hal ini disebebkan oleh ekonomi yang belum pulih dan juga kualitas rumah subsidi yang sudah semakin baik, sehingga masyarakat lebih memilih membeli rumah subsidi dibandingkan dengan komersial.

Meski begitu, ada beberapa di daerah yang tidak terdampak bencana mulai terlihat ada penjualan di segmen komersial dengan harga Rp250 jutaan. Memang jumlahnya belum terlalu signifikan yakni sekitar 10% saja dari total rumah subsidi yang terbangun di Sulteng.

Musafir memprediksi, segmen rumah komersial baru akan menggeliat minimal pada 2021, atau dua tahun usai bencana karena masyarakat masih lebih memilih untuk mengalokasikan dana kepada kebutuhan pokok. Tahun ini penjualan rumah komersial bisa mencapai 20% saja dari pembangunan rumah subsidi sudah sangat baik. (Teti Purwanti)