GAGASAN

Terobosan Baru Skala Besar:

PUPR, Developer dan Renewal Habit

Administrator | Rabu, 11 November 2020 - 10:19:21 WIB | dibaca: 527 pembaca

Oleh: Oleh: Muhammad Joni, SH, MH, Managing Director Smart Property Consulting (SPC), Sekretaris Umum Housing and Urban Development (HUD) Institute), dan Managing Partner Law Office Joni & Tanamas Tahniah Tapera.


Terlibat diskusi menjadi kebiasaan menahun yang mengaktivasi enzim bahagia endorphin, pun zat neorokimia lain. Focus group discusion (FGD) Series 5 bertema Perencanaan dan Pembangunan Perumahan Adaptasi Kebiasaan Baru yang dihelat The HUD Institute (29/7/2020), demi kebijakan krisis menyiasati pendemi Covid-19. Ringkasnya mencari terobosan. Out of the old box.

Misi utamanya menjulangkan pentingnya paradigma baru dalam urusan Housing and Urban Development (HUD). Dan, pembaruan nilai, norma, disain kebijakan, standar dan model-bisnis era krisis non-alam yang menyusurcunamkan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama menjadi 2,97% dari biasanya di atas 5%. Kuartal kedua bakal lebih parah: kontraksi antara minus 5,4% hingga minus 5,08% seperti diungkap Menkeu Sri Mulyani dalam Future Financial Festival (25/7/2020). Diwartakan beberapa negara dalam resesi: Singapura, Korea Selatan, karena ekonomi minus dua kuartal berturut-turut.

Resep kebijakan luar biasa Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) digeliatkan. Sektor perumahan perlu digenjot, yang menurut Wakil Menkeu Suahasil Nazara, geliat industri perumahan akseleratif bagi PEN. Perlu terobosan! Sinonim dari renewal kebiasaan (habit). Malah bukan muskil terobosan baru skala besar (sebut saja TBSB). Frasa dan diksi bertendensi kebiasaan baru seperti new normal, rekalibrasi ekonomi, refocusing dan realokasi, bahkan install ulang tata kehidupan –saya petik dalam berbagai diskusi ahli—perlu dikonkritkan. Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Suharso Monoarfa menurunkan opini “Great Reset”, yang menjadi tema helat prestisius Forum Ekonomi Dunia 2021.

Dari pendemi COVID-19, perumahan menjadi sang “juara”. Leilani Farha, UN Special Rapporteur untuk Hak atas Perumahan Layak (the right to adequate housing) melaporkan: “Housing has become the front line defence against the coronavirus”. Saya nekat menyebut perumahan bagai “vaksin” perangi penularan virus. Yang secara empiris mengubah perilaku, cara beraktifitas, bekerja, berolahraga. Bahkan cara memesan kopi, membuka jendela, memperlakukan lift, ventilasi, memburu cahaya matahari gratis, ritme kerja dalam ruangan.

Kalau perumahan sebagai “vaksin” bagi PEN? Bagaimana TBSB pemerintah subsider Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), developer dan pebisnis properti?

Kaum developer idemditto perbankan terbiasa dengan inovasi. Konsep bisnis properti berdefenisi kreasiinovasi, baik produk, proses, promosi, pemasaran, cara pembayaran,ragam pembiayaan, pengelolaan, pasar sekunder. Menyebut developer “episentrum” inovasi, bukan sanjungan tak beralasan. Bisakah inovasi memesan properti semudah memesan secangkir gayo long berry di kedai kopi Cikini? Anda berasa terbang atau tertantang? Tatkala anda tertantang terbang, maka target narasi opini ini sukses mencecah pikiran pembaca. Berhasil menularkan “virus” berpikir out of the old box.

Pilihannya tidak banyak, seperti di bawah todongan paradoks: terobosan atau tutup lapak? Terobosan itu bermakna cipta kebiasaan baru. Install ulang habit. Merespon tema “Great Reset” berarti gejolak keluar kotak dari beribu-ribu bahkan jutaan kebiasaan lama yang dikungkungi zona nyaman. “Great Reset” perlu TBSB. Tak hanya aras kebiasaan mikro, bahkan mencakup pula renewal habit pada aras strategis: rantai pasok beleids perumahan dan pembangunan perkotaan--dalam “perspektif besar dan mega”, meminjam diksi Arnold Mamesah karib saya dari The HUD Institute.

Dalam amatan saya, developer terbiasa “juara” dalam jurus Realestate Transaction Engineering yang berinovasi cara bertransaksi. Menyingkatnya sebut saja RETE. Masih ingat jurus ‘Price Lock’ ala kelompok pengembang bersinar. Atau, iklan KPR cair dan ditarik secepat memesan teh tarik dari bank swasta asing berlogo kepala harimau dalam lingkaran kuning. Belum lupa heboh DP Nol? Semua itu inovasi RETE.

Kini, menyiasati efek pendemi satu bank plat merah mengebyar inovasi pembiayaan: KPR Work From Home. Jurus lain pun bermunculan. Developer menawarkan “booking sekarang bayar nanti”, “cara bayar suka-suka”, “invest from home-3 bulan bayar suka-suka”, “DP cicil 45x”, “DP 5% Dibayarin Developer”, “booking sekarang bayar nanti”, “....”, dan lebih banyak lagi.

Majelis Pembaca. Fakta empiris itu menunjukkan geliat kencang promo produk properti, pemasaran, cara pembayaran dan pembiayaan. Fokus membidik

ceruk pasar menjadi serial jurus penjualan. Tak berlebihan mengacungi dua jempol kultur developer yang pantang menyerah. Yang gebyarkan spirit: “selagi terhampar bumi, pasti bergeliat properti”. Mereka kaum developer tangguh. Habitnya adalah inovasi. Habit yang menerobos habit baru.

Tangguh dan trampil ikhwal renewal habit itu bukan datang dengan ‘sim salabim’, namun berpangkalan pada sains, data empiris, rajin observasi, riset perilaku konsumen, bahkan mencermati celah beleids pemerintah. Tentu saja, renewal habit bukan berarti inovasi ugalugalan dan menihilkan kepatuhan aturan. Penting dicatat, klausula dan syarat dalam brosur/iklan yang bertitel promo itu mengikat sebagai isi perjanjian (vide Pasal 42 ayat (3) UU 20/2011). Juga, syarat perjanjian pendahuluan dan larangan menarik dana konsumen lebih 80% (vide Pasal 42 ayat (2) dan Pasal 45 UU 1/2011). Aturan tersebut adalah pangkalan norma bagi inovasi RETE.

Perilaku warga masyarakat –yang notabene adalah pasar—dipengaruhi ribuan bahkan jutaan kebiasaan personal dan kolektif. Perilaku pasar adalah kumpulan raksasa kebiasaan yang tertanam di akar pikiran. Sulit mengubah kebiasaan, namun bukan berarti mustahil dan bahkan bisa direka-kelola dengan sains kebiasaan. Patut sinergis dan supportif dengan beleids pemerintah subsider Kementerian PUPR.

Charles Duhigg--jurnalis investigasi kebiasaan manusia, organisasi, perusahaan dan konsumen-- penulis The Power of Habit memuja dahsyatnya habit. Yang mempengaruhi keputusan belanja barang, memilih tempat mereguk kopi, loyal merek pasta gigi, bahkan memilih properti. Kata Duhigg, habit bukan takdir. Habit lama bisa diubah, bisa diganti, direncanakan; apabila paham bagaimana “mesin otomatis” neorologispsikologis sang Habit bekerja.

Developer pahami itu sepaham-pahamnya. Mempelajarinya sebagai sains. Menyusun kebiasaan baru pasar sebangun disain model bisnis. Mengorganisir kekuatan memenangkan kompetisi liga utama. Bertarung dalam era Great Reset. Pengusaha properti acap bermental juara. Terbiasa dihadang krisis dengan inovasi TBSB. Rajin merawat habit of champion. Seperti diulas paragraf diatas, developer bergeliat kebiasaan baru bertransaksi yang fleksibel kepada pasar. Lebih sekadar kalkulasi tradisional daya beli/daya cicil. Dengan model bisnisberpangkalan sains dan data empiris; usah tergopoh menganggap muskil. Apakah itu sekadar gimik? Terlindungikah konsumen?

Pertanyaan itu adalah dua dari ribuan kebiasaan yang tertanam di akar pikiran pasar. Kebiasaan kritis-logis itu harus diubah menjadi kebiasaan kritis-logis-opitimis. Dengan memberi bukti. Di tengahnya, perlu “jaminan” pemerintah. Misalnya dengan langkah sederhana mendata. Lalu menetapkan standar ikhwal RETE --bekerja sama lembaga profesional. Agar kepercayaan pasar menjulang dan menahan tidak anjlok. Analog ketika saham emiten dipersila melantai di bursa efek yang sudah lolos standar dan persyaratan profesional, termasuk opini hukum.

Dalam aras perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah subsider PUPR bergegas membuat TBSB. Kebiasaan baru dan instrumen diperbaru. Tidak hanya mematok batas penghasilan MBR Rp 8 juta dan harga jual. Namun menjadi “pengaman budiman” misalnya atasi krisis cicilan MBR dengan beleids penjaminan pemerintah. Yang bisa dirancang dari norma lembaga pengalihan kepemilikanrumah MBR versi amanat Pasal 55 ayat (2) UU 1/2011. Membuka skim sewa atau bukan sewa (Pasal 50 ayat (2) huruf b UU 1/2011), dan sewa-beli bagi MBR.

Kalau untuk properti komersial? Perlukah penugasan BUMN menjadi katup “pengaman budiman”yang menampung “mismach” kronis cicilan konsumen enduser? Konstruksi hukum bisa sama. Perlu legal improvement process. Namun tak cukup ruang mengulasnya pada halaman edisi ini.

Pertanyaan kritis-logis-optimis itu bangkit karena dering alarm “Great Reset” yang menghendaki pemerintah membuat TBSB. Bermula dari beleids standar yang tak lain renewal habit. Yang dimodelkan dariasasasas umum pemerintahan yang baik (AAUPYB). Guna menyetel iklim industri perumahan/properti yang fleksibel pasar. Misi opini ini: mendorong respon segera pemerintah subsider gugus tugas PEN dan Kementerian PUPR menciptakan TBSB yang dikonkritkan sebagai roadmap menuju beribu-ribu renewal habit. Menyokong itu saya mengusulkan kepada Ketua Umum The HUD Institute mengaktivasi “gugus tugas” TBSB perumahan rakyat untuk PEN. Demi membangkitkan the power of habit yang memancutkan enzim bahagia endorphin: pemulihan ekonomi dan tentu saja sebangun dengan kesehatan! Tabik.
 
Sumber: