Trend

Proyek Hunian Vertikal Berbasis TOD Jadi Incaran

Administrator | Kamis, 27 Juli 2017 - 15:31:23 WIB | dibaca: 1924 pembaca

Transit Oriented Development atau disingkat TOD merupakan salah satu pendekatan pengembangan kota yang memaksimalkan penggunaan angkutan transportasi massal seperti Busway, Kereta Api, commuter line, MRT dan LRT.

Dengan orientasi ini, maka titik-titik pengembangan kota baik permukiman dan fasilitas penunjang perkotaan difokuskan di sepanjang jalur perjalanan angkutan massal.

Pengembangan kota berbasis TOD sudah banyak diterapkan di kota-kota besar di Asia seperti Tokyo di Jepang, Seoul di Korea, Hongkong, Singapura, serta beberapa kota di Amerika Serikat dan Eropa. Dan pasca maraknya pembangunan infrastruktur transportasi massal seperti MRT dan LRT, kini tren serupa mulai mewabah di Indonesia khusus di Jabodetabek.

Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Tarumanegara, Suryono Herlambang menerangkan di banyak negara maju, jalur transportasi massal terutama kereta api dibangun bersamaan dengan pembangunan perumahan.

Akibatnya masyarakat tidak terlalu mengandalkan penggunaan kendaraan bermotor pribadi yang kerap menimbulkan kemacetan parah lalu lintas termasuk pemnborosan bahan bakar minyak.
 
“Sebenarnya kalau konsep ini juga diterapkan dari awal di Jakarta dan daerah peyangga, tentu kondisi lalu lintas tidak sesibuk sekarang,” ungkap Suryono.

Dia mengisahkan pada era tahun 50-an, di Amerika Serikat terkenal istilah The American Dream (impian warga Amerika) dimana setiap pasangan muda punya cita-cita memiliki rumah dengan halaman luas di pinggiran kota, dan kemana-mana mengendarai mobil.

Situasi tersebut, kata Suryono, dialami di Jakarta pada era tahun 90-an. Orang-orang memilih tinggal di daerah peyangga dan mengandalkan mobil untuk berangkat kerja di Jakarta.

Tetapi realita sekarang, kemacetan terjadi dimana-mana. Orang tidak bisa lagi memprediksi berapa lama waktu tempuh menuju tempat tujuan dengan menggunakan mobil. Bahkan kondisi macet itu tidak hanya terjadi saat hari kerja, namun juga ketika hari libur.

“Kondisi ini membuat warga tidak punya pilihan lain. Konsep TOD menjadi jawaban terhadap masalah kemacetan. Yakni dengan menggurangi pemakaian kendaraan pribadi, dan beralih kepada moda transportasi massal,” ujar dia.

Kenyataan ini memaksa pengembang dan pemerintah daerah untuk proaktif menyiapkan hunian-hunian di titik transit transportasi massal baik busway, commuter line, MRT maupun LRT.

Namun dia mengingatkan, jika konsep TOD itu bukan semata-mata hanya bangunan fisik seperti hunian, area komersial dan fasilitas umum semata. Karena prinsipnya, dengan tinggal di sekitar moda transportasi maka orang harus bisa cukup berjalan kaki, bersepeda atau naik shuttle bus menuju stasiun.

Penggunaan kendaraan bermotor akan berkurang, dan pemerintah fokus pada pengelolaan parkir yang aman dan nyaman.

PERTUMBUHAN PROPERTI
Maraknya pembangunan transportasi massal berkonsep TOD di wilayah Jakarta dan daerah penyangga diprediksi akan menjadi pemicu pertumbuhan properti di Jabodetabek, baik untuk properti hunian (apartemen), pusat perkantoran, pusat perbelanjaan maupun properti komersial lainnya.

Pengamat properti, Anton Sitorus memprediksi investasi di sektor properti akan meningkat hingga 40%. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya pengembang swasta termasuk BUMN yang sudah maupun akan melakukan pengembangan proyek di sekitar jalur moda transportasi massal terutama LRT dan MRT.

Properti-properti di sekitar atau dekat dengan titik transit LRT dan MRT, kata Anton, juga punya potensi mengalami pertumbuhan harga yang luar biasa ke depannya. Kenaikan harga tanah dan properti, rata-rata diprediksi bisa 15%-20% per tahun dalam jangka panjang.

“Kalau dikaitkan dengan supply by area, saya melihat Jakarta Timur berpotensi jadi kawasan pengembangan baru secara umum mengingat stok lahan di daerah itu masih ada,” papar Director, Head of Research & Consultancy Savills Indonesia itu.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga sangat mendukung konsep transportasi massal berkonsep TOD. Bahkan sudah disiapkan beberapa kawasan untuk dikembangkan sebagai kawasan TOD.

Antara lain Dukuh Atas, Manggarai, Harmoni, Senen, Grogol, Blok M, dan beberapa titik lainnya. Kemudian jalur LRT yang melalui Gatot Subroto-Kuningan-Cawang, Cawang-Bekasi, dan Cawang hingga Cibubur. Selain jalur lainnya yang nanti akan dilewati kereta api Bandara Soekarno-Hatta yang kini sedang dalam tahap pembangunan.

Namun pengembangan properti dengan basis TOD perlu penguatan dari sisi konsep tata ruang, zonasi dan regulasi yang jelas, sehingga pengembangan hunian berbasis TOD dapat dilakukan secara benar, terarah dan tidak mengabaikan kepentingan salah satu golongan masyarakat.

Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia, Dhani Muttaqin mengingatkan agar pengembangan jalur transportasi massal harus diikuti oleh rencana tata ruang yang mendukung terbentuknya ruang yang compact dan efisien sehingga mendorong pengembangan TOD terutama hunian untuk masyarakat golongan menengah ke bawah.

“Kalau dilihat Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta, terlihat bahwa tidak ada rencana pengembangan zona rumah susun umum (Zona R-8) di seluruh kawasan TOD maupun hinterland atau sekitarnya. Ini tentu patut mendapat perhatian guna menghindari adanya kesenjangan sosial di masyarakat termasuk di sektor perumahan. Harus ada keadilan ruang,” tegas Dhani.

Saat ini mayoritas apartemen yang sedang dan akan dikembangkan di sepanjang jalur LRT dan MRT merupakan kelas menengah ke atas dengan harga per unit antara Rp 800 juta hingga Rp 20 miliar. RIN