TOPIK UTAMA

Properti Garda Terdepan Penggerak Ekonomi Nasional

Administrator | Jumat, 11 Desember 2020 - 09:48:12 WIB | dibaca: 552 pembaca

Industri properti khususnya perumahan teruji menjadi sektor yang paling tahan terhadap krisis. Bahkan kemudian tampil sebagai lokomotif penggerak kebangkitan ekonomi nasional.

Ya, pada masa krisis ekonomi seperti pada tahun 1998 dan 2008, sektor perumahan khususnya di segmen menengah bawah tetap berjalan dan menjadi pengungkit bagi segmen properti lainnya.

Berbeda dengan sektor-sektor lain, industri perumahan tidak terlalu berimbas karena lebih banyak menggunakan komponen material lokal dan bergantung kepada pasar pembeli lokal.

“Industri properti sudah beberapa kali teruji sebagai pengungkit bergeraknya kembali ekonomi nasional pasca krisis ekonomi. Multiplier effect dari industri ini besar sekali, karena memengaruhi 174 sektor lainnya sekaligus menciptakan lapangan kerja padat karya. Saat ini, setidaknya industri properti melibatkan sekitar 30 juta tenaga kerja,” ujar Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida di Jakarta, baru-baru ini.

Sebagai lokomotif penggerak perekonomian yang dapat diandalkan, tentu pemerintah patut memberikan perhatian serius terhadap keberlangsungan berusaha di industri properti termasuk di tengah kondisi pandemi seperti sekarang.

Totok menambahkan, sektor properti selama ini memberi kontribusi 2,7% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Oleh sebab itu, pemberian stimulus terhadap sektor properti merupakan langkah tepat karena akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dia memberikan ilustrasi sederhana, dimana setiap unit apartemen yang diserahterimakan membutuhkan tempat tidur, lemari, sofa, bahkan barangbarang elektronik.

Begitu pula sebelumnya, saat proses pembangunan properti cukup banyak industri yang ikut bergerak dari pabrik semen, keramik, batubata, genteng, besi, kayu, pipa dan berbagai bahan material lainnya. Belum lagi pedagang-pedagang di sekitar lokasi proyek.

“Itu belum termasuk pekerja dan tenaga pemasaran yang secara langsung dan tidak langsung terserap sektor properti,” tegas Totok dalam diskusi virtual bertajuk “Peranan Properti sebagai Garda Terdepan Penggerak Ekonomi Nasional” yang diadakan portal Rumah.com di Jakarta, Rabu (16/9).

Saat ini, diakuinya, stimulus dari pemerintah untuk industri properti sudah sangat mendesak. Menurut data REI, sejumlah subsektor properti sudah mengalami penurunan penjualan berkisar 50%-80% hingga September 2020. Yang paling parah adalah subsektor perkantoran yang turun hingga 74,6%, sedangkan penjualan rumah komersial turun sekitar 50%.

REI mengusulkan sejumlah masukan kepada pemerintah guna membangkitkan sektor properti. Diantaranya adalah penurunan tarif PPh Final Sewa Tanah dan Bangunan sebesar 10% menjadi 5% selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12–18 bulan. Kemudian penurunan tarif PPh Final Jual Beli Tanah dan Bangunan sebesar 2,5% menjadi 1% selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12-18 bulan.

Selain itu, REI mengharapkan adanya kelonggaran waktu pembayaran PPh Final Sewa dan Jual Beli Tanah dan Bangunan, serta PPN selama masa pandemi atau sampai dengan 9-12 bulan dari batas maksimal pembayaran pajak. Kemudian mengharapkan pemerintah menerapkan PPh Final berdasarkan nilai aktual transaksi dan bukan berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP).

Menurut Totok, REI juga berharap pajak daerah seperti BPHTB dihapuskan atau diberikan diskon untuk pajak bumi bangunan (PBB) dan tidak ada kenaikan NJOP. PLN dan PDAM juga harus menurunkan tarif beban puncak dan menghapuskan beban biaya minimal bulanan khususnya untuk sektor perkantoran, mal, dan hotel.

“Selain itu, pembelian properti baik perorangan maupun badan usaha yang sumber dananya belum tercatat dalam SPT dikenakan pajak sebesar 5%. Dan selanjutnya dapat dimasukkan ke dalam SPT untuk pelaporan pajak tahun berikutnya,” ujar Totok.

Pemerintah juga diminta bisa memberikan insentif lain berupa peningkatan anggaran pada APBN untuk sektor perumahan. Hal itu mengingat penyerapan anggaran pada industri hunian tersebut mampu menghasilkan nilai ekonomi berkali lipat.

Sumber Majalah RealEstat menyebutkan dalam rapat internal di Kemenko Perekonomian terungkap akan ada stimulus dan relaksasi yang akan diberikan pemerintah seperti permintaan dan paparan REI kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di awal September lalu.

Yang sudah dimatangkan adalah pembebasan BPHTB untuk rumah bersubsidi, sedangkan untuk pembebasan BPHTB rumah non-subsidi seperti yang diusulkan REI kabarnya masih dikaji. Kemudian usulan pembebasan PPN dan PPh, PPh final sewa, sunset policy termasuk penundaan angsuran pokok bunga KPR terhadap rumah subsidi juga masih dikaji.

“Artinya pemerintah memberikan respons positif terhadap usulanusulan DPP REI dan menyadari pentingnya dukungan sektor properti bagi pemulihan ekonomi nasional di saat maupun sesudah pandemi Covid-19,” ungkap sumber tadi.

Terkait usulan penundaan angsuran pokok bunga KPR terhadap rumah subsidi dalam paparan DPP REI ketika itu dimaksudkan untuk memberi ruang nafas sedikit bagi konsumen rumah subsidi yang akibat dampak pandemi terpaksa dirumahkan sehingga tidak menerima gaji penuh.

Kelompok pembeli seperti ini perlu dibantu pemerintah, karena nantinya diharapkan jika sudah bekerja normal lagi atau usahanya sudah berjalan sudah memperoleh penghasilan penuh. Sangat disayangkan jika konsumen dalam kasus seperti ini menunda pembelian, padahal mereka sangat membutuhkan rumah bahkan sudah membayar uang muka.

“Pemerintah bisa membantu masyarakat yang pekerjaannya terdampak Covid-19 seperti ini. Lagian ini kan sifatnya jangka pendek, sehingga nanti kalau dia sudah bekerja penuh lagi maka kemampuan finansialnya kembali pulih. Dan yang diminta bukan pemotongan tetapi hanya penundaan,” ujar Totok.

Akselerasi Sektor Perumahan
Sekretaris The Housing and Urban Development (HUD) Institute, Muhammad Joni menyebutkan bahwa jurus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digunakan pemerintah merujuk pada beleids luar biasa (extraordinary) yakni Peraturan Pemerintah (PP) No.23/2020 juncto PP No.43/2020.

Menilik PP 23/2020, maka prinsip atau asas PEN salah satunya adalah berdiri di atas dasar Keadilan Sosial (Pasal 3 huruf a). Artinya, PEN haruslah memberikan keberpihakan kepada kelompok yang rentan berdampak Covid-19 termasuk kelompok marginal dan masyarakat berpenghasilan rendah.

“Dengan begitu, maka PEN Berkeadilan Sosial memantik perlunya akselerasi penyediaan perumahan rakyat supaya lebih terjangkau. Jadi pemerintah memang sangat patut memberikan stimulus yang extraordinary guna mendorong sektor perumahan khususnya bagi MBR ini berjalan, bahkan berlari lebih kencang,” ungkap pria yang berprofesi sebagai advokat itu.

Menurut Joni, jika berpatok pada keinginan Bapak Bangsa Mohammad Hatta yakni “Satu Rumah Sehat untuk Satu Keluarga”, maka tepat dan adil menjadikan sektor perumahan dan permukiman dalam perkotaan (housing and urban development/HUD) sebagai klaster bagi terobosan akseleratif PEN.

Pihaknya yakin akselerasi di sektor ini akan mendorong percepatan pemulihan ekonomi rakyat pasca pandemi. Salah satu cara yakni dengan memberikan prioritas tinggi terhadap kebijakan anggaran perumahan rakyat dan “rights sizing” perumahan rakyat menjadi sektor sektor perumahan dan permukiman dalam perkotaan.

CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda sepakat jika dalam situasi saat ini pemerintah perlu memberikan insentif lain berupa peningkatan anggaran pada APBN untuk sektor perumahan. Pasalnya, penyerapan anggaran di industri perumahan mampu menghasilkan nilai ekonomi berkali lipat.

Dia menambahkan, mayoritas pengembang perumahan saat ini mengalami kesulitan arus kas (cash flow) terutama pengembang rumah untuk MBR. Selain langkah-langkah penyelamatan dari sisi perbankan, perlu ada insentif dari pemerintah menyangkut pajak-pajak pembelian rumah.

“Demikian pula untuk segmen menengah, perlu ada paksaan agar bank dapat menurunkan suku bunga KPR dan pinjaman modal kerja,” tegas Ali.

Dia sependapat bahwa penguatan ekonomi nasional bisa dilakukan dengan peningkatan di ekonomi lokal, salah satunya dari sektor properti. Sebab, bisnis ini mampu menggerakkan banyak industri terkait sampai dengan industri segmen UMKM. Dengan demikian, maka industri-industri lokal dapat bergerak untuk menopang perekonomian nasional.

“Pasar properti Indonesia saat ini masih didominasi pasar lokal. Dengan fundamental ekonomi saat ini yang relatif masih terjaga, seharusnya pemerintah dapat gerak cepat untuk menggenjot bisnis properti lebih tinggi untuk dapat menggerakkan sektor riil,” ujar dia.

Ali menyebutkan, untuk meredam kondisi global yang tidak menentu dan ketergantungan dengan pihak luar, maka sebaiknya pemerintah perlu mempertimbangkan dengan serius stimulus untuk bisnis properti. IPW percaya, sektor properti bisa menjadi lokomotif untuk penyelamat ekonomi nasional. (Rinaldi)

Sumber: