ASPIRASI DAERAH

Program Sejuta Rumah Kurang Sosialisasi di Malut

Administrator | Selasa, 23 April 2019 - 10:54:31 WIB | dibaca: 491 pembaca

Sekretaris DPD Realestat Indonesia (REI) Malut, Halim Amrudani

Empat tahun sudah Pro gram Sejuta Rumah (PSR) berlangsung, bahkan masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla hampir berakhir. Namun masih banyak pemerintah daerah (Pemda) di Provinsi Maluku Utara (Malut) yang belum mengetahui dan memahami tujuan dari pro gram tersebut.

Hal itu dikeluhkan Sekretaris DPD Realestat Indonesia (REI) Malut, Halim Amrudani. Menurut dia, masalah kurangnya pengetahuan pemda tentang PSR membuat pengembang bukan hanya kesulitan untuk mencari pembeli, namun juga terhambat dalam mengurus perizinan.

“Pemda banyak yang belum tahu program ini. Padahal dengan mereka paham dan terlibat tentu akan memudahkan, bukan hanya dari sisi supply namun juga demand,” ungkap Alim, demikian dia akrab disapa kepada Majalah RealEstat, baru-baru ini.

Padahal, tambah dia, merujuk data, hingga 2018 sedikitnya ada 13.000 unit kekurangan pasokan (backlog) rumah di Malut.

Ditambah lagi, sebagai daerah yang tidak terlalu besar dan jumlah pengembang yang tidak terlalu banyak, seharusnya dengan pemahaman Pemda mengenai PSR akan memudahkan pengembang dalam mengumpulkan dan menyiapkan data pasar. Sehingga apa yang dibangun oleh pengembang bisa tepat sasaran.

“Bukan hanya soal lokasi dan kemudahan perizinan, kami juga berharap pemda bisa mendorong aparatur sipil negara (ASN) di Malut bisa mengambil rumah subsidi. Ini kan sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi,” ungkap Alim.

Diakuinya, hingga 2018 memang ASN, TNI/Polri masih mendominasi penyerapan rumah-rumah subsidi di Malut. Namun, ungkap Alim, baru sekitar 50% dari capaian. Padahal, jumlah ASN di Malut terbilang cukup banyak.

Lakukan Pendekatan
Tidak tinggal diam, pengembang di Malut yang tergabung dengan REI juga sering kali melakukan pendekatan kepada pemerintah dan juga masyarakat. Misalnya dengan menyebarkan brosur dan baliho. Namun, Alim juga tidak menafikan kalau pengembang di Malut juga terbilang sedikit, hanya 12 pengembang. 

Alim juga berharap dengan makin mengertinya pemda tentang PSR juga akan memudahkan pekerja informal dalam mendapatkan rumah. Selama ini, Alim menyebutkan kalau pekerja informal di Malut sudah bisa memiliki rumah dengan program FLPP. Namun, dengan proses yang lebih panjang dan memakan waktu.

Sepanjang 2018, REI Malut berhasil membangun 1.100 rumah dari target 2.000 rumah. Alim mengatakan tidak tercapainya pembangunan rumah karena kredit konstruksi yang terlambat cair.

Secara rinci Alim menyebutkan saat ini BTN tidak bisa mencairkan kredit konstruksi bila semua surat-surat belum sesuai. Padahal, Pemda Malut masih kesulitan dalam menyiapkan sertifikat tanah dan juga IMB dalam waktu yang relatif cepat. Akibatnya hal-hal tadi menjadi efek domino dalam pembangun rumah MBR.

Tidak berbeda dengan rumah-rumah MBR, rumah komersial di Malut juga sangat sulit diterima pasar. Hingga akhir tahun, rumah komersial yang berhasil dibangun dan dijual tidak mencapai 100 unit. Hal ini karena jarang sekali masyarakat mencari rumah di atas harga rumah MBR di luar kawasan Ternate.

“Sebagian besar rumah komersial masih hanya berada di Ternate, sedangkan di daerah lain masih sangat sulit,” kata Alim.

Sementara tahun ini, REI Malut menargetkan angka yang sama seperti 2018 yakni sekitar 2.000 unit rumah. Angka tersebut dianggap masih bisa dicapai apalagi bila pemda mulai melakukan sosialisasi, baik secara formal, maupun bersama dengan pengembang. (Teti Purwanti)