TOPIK UTAMA

Pesimisme Versus Optimisme di Semester II

Administrator | Rabu, 08 November 2017 - 10:25:23 WIB | dibaca: 906 pembaca

Optimisme dan optimisme masih silih berganti membayangi pikiran pelaku industri properti di tahun ini. Kondisi pasar memang belum pulih optimal, namun cukup indikasi bahwa sektor ini sedang menuju titik balik untuk menjadi lebih baik di semester kedua 2017.

Sektor properti diprediksi akan pulih pada paruh kedua tahun ini, ungkap pengamat. Tren penurunan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi katalis pemulihan tersebut. Properti yang membidik segmen menengah diperkirakan masih menjadi primadona.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda mengungkapkan saat ini hampir semua bank penyalur KPR cenderung menurunkan tingkat suku bunga kredit hingga di bawah 10%, seiring tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia di level 4,75%. Ini mendorong pengembang mulai berinvestasi dan meluncurkan lebih banyak proyek baru.

“Sebenarnya properti sudah mulai tumbuh, yang terlihat dari tren peningkatan penjualan di semester kedua tahun lalu, Jadi di semester kedua 2017 ini seharusnya sektor properti jauh lebih baik,” ungkap Ali.

Dia melihat, selain faktor penurunan tren suku bunga kredit, beberapa proyek infrastruktur yang sedang gencar dibangun pemerintah terutama jalan maupun moda transportasi massal seperti MRT dan LRT turut memacu pertumbuhan pasokan proyek properti.

Meski berpendapat yang sama kalau pasar properti sedang menuju arah pemulihan, namun Kepala Departemen Riset dan Konsultasi Savills Indonesia Anton Sitorus menyatakan positifnya berbagai indikator ekonomi kemungkinan belum mampu mendorong sektor properti bergerak lebih cepat. Pasar masih harus melewati fase tumbuh berlahan.

“Penurunan suku bunga KPR mungkin menarik konsumen untuk membeli properti, namun belum sampai membuat masyarakat berbondong-bondong membeli properti. Hal itu karena fundamental ekonomi dan harga properti sudah naik cukup tinggi,” ungkap dia.

Dia menambahkan, pasar properti dalam 10 tahun terakhir ini terutama di Jabodetabek sudah mengalami kenaikan harga hingga tiga kali lipat, setidaknya setiap tahun harga tumbuh sekitar 30 persen. Hal itu, menurut Anton, sangat tidak masuk akal bahkan belum pernah terjadi di dunia. Tetapi kenyataannya terjadi di Indonesia. Kenaikan harga yang sudah “gila-gilaan” itu, menurut Anton, turut memengaruhi percepatan pemulihan sektor properti.

“Sekarang pasar properti nasional masih tumbuh lambat, sehingga saya mengambil sikap yang tidak terlalu optimistis. Dua tahun ini kita berharap pasar pulih dan tumbuh optimal, tetapi kenyataannya belum sesuai harapan,” ungkap Anton.

Anton menuturkan rendahnya inflasi juga membuat masyarakat masih menahan rencana pembelian properti. Inflasi menjadi salah satu indikator yang menunjukkan tidak banyaknya perubahan dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Anton berharap pasar properti masih mampu bertahan dengan kondisinya saat ini meskipun pertumbuhannya melambat.

Asosiasi pun melihat kondisi pasar properti masih melesu, meski indikasi di lapangan terlihat geliat bisnis properti dari pengembang yang mulai gencar meluncurkan proyek-proyek baru.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Soelaeman Soemawinata memprediksi di semester kedua 2017 pertumbuhan sektor properti masih slow kecuali di segmen menengah bawah.

Menurut dia, belum ada trigger (pemicu) yang dianggap mampu membangkitkan sektor properti. Meski begitu, pengembang tetap bersiap dengan memperbanyak produk. Eman, demikian dia akrab dipanggil, memperkirakan penjualan properti akan sedikit membaik di kuartal akhir tahun ini. RIN/TPW