RISET

Permintaan Lesu, Pengembang Mulai Koreksi Harga

Administrator | Jumat, 13 November 2020 - 10:36:56 WIB | dibaca: 729 pembaca

Foto: Istimewa

Harga properti khususnya di Jabodetabek diperkirakan bakal terus terjun bebas dan menemukan equilibirum baru di tengah pandemi. Koreksi harga terjadi di hampir semua subsektor baik perkantoran, ritel dan apartemen.

Situasi di tengah pandemi menjadi pukulan berat bagi perekonomian Indonesia, tidak terkecuali di sektor properti. Permintaan merosot tajam, karena masyarakat menahan pembelian sambil menunggu situasi penyebaran Covid-19 mereda. Akibatnya, banyak pengembang yang memilih mengoreksi harga jual untuk mempertahankan cashflow.

Meski begitu, menurut Riset Colliers International Indonesia, penurunan tersebut bukan berarti harga yang diberikan pengembang akan menjadi harga sebenarnya. Sebab bukan tidak mungkin akan terjadi koreksi harga kembali di saat kondisi permintaan kembali normal.

“Sudah ada kecenderungan penurunan pada harga penawaran (asking) dari pengembang dan itu cukup signifikan,” kata Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers International Indonesia dalam paparannya.

Ditambahkan, koreksi harga yang dilakukan pengembang dalam beberapa bulan terakhir sudah berada di titik terbawah, dan diperkirakan pengembang mulai mempertimbangkan untuk meneruskan penurunan harga tersebut.

Monica Koesnovagril, Director Advisory Services Colliers International Indonesia mengingatkan pengembang harus lebih berhati-hati mengenai harga tersebut dan melihat dahulu lokasi dan produk yang akan ditawarkan.

“Harga ini sangat sensitif dan sangat sulit menentukan soal equilibrium harga. Ditambah lagi, properti di Indonesia terkendala dengan anggapan kalau harga tidak pernah turun,” jelas Monica.

Merujuk data Colliers, di sektor perkantoran di Jakarta contohnya beberapa gedung baru perkantoran telah menurunkan harga jual untuk meningkatkan penyerapan. Namun, beberapa perkantoran lama tetap memberikan harga sama meski pun dengan beragam kemudahan di dalam pembayaran.

Perkantoran di area kawasan pusat bisnis atau central business district/CBD Jakarta misalnya harganya akan terus turun hingga akhir 2021. Trennya sudah terlihat dimana pada kuartal IV 2019 harga ruang kantor di CBD mencapai Rp 55 juta per meter persegi, namun pada kuartal II 2020 harganya turun menjadi Rp 51 juta per meter persegi.

Colliers memprediksi kalaupun harga akan kembali naik, maka harga ruang kantor tidak akan kembali ke harga pada akhir 2019, yakni paling tinggi di posisi Rp 53 juta per meter persegi.

Sedangkan harga ruang kantor di luar CBD bertahan di posisi Rp 35 juta setiap meter perseginya.

“Harga yang disebut di sini adalah harga penawaran dari pengembang dan juga land lord. Tapi pada kenyataannya harga di lapangan bisa jadi lebih rendah dari penawaran tersebut, karena saat ini harga sangat bergantung pada konsumen,” ungkap Ferry.

Colliers juga merekomendasikan kepada pengembang atau pengelola ruang kantor sewa di Jakarta untuk memberikan ruang negosiasi untuk tarif sewa. Pasalnya, prioritas utama adalah meningkatkan okupansi dulu. Selain itu, maksimalkan protokol kesehatan untuk meningkatkan kepercayaan dan rasa aman bagi para penyewa.

Kondisi yang sama terjadi di sektor ritel, yang akibat pandemi membuat banyak penyewa (tenant) pusat belanja menutup permanen atau sementara menyusul anjloknya tingkat hunian dan pengunjung. Merujuk data Colliers, tarif sewa mall di Jakarta masih stabil sejak 2019.

Menurut Ferry, pandemi saat ini memang cukup berpengaruh pada tingkat hunian pusat belanja, namun sejauh ini penurunan tingkat hunian tersebut lebih disebabkan bertambahnya pasokan ruang ritel baru.

“Pengelola sekarang akan banyak menawarkan insentif sewa untuk menarik minat penyewa seperti penundaan atau pembebasan bayar sewa atau memberikan harga yang lebih kompetitif,” jelas Ferry.

Secara rinci, tarif sewa mall di Jakarta berkisar Rp 550 ribu hingga Rp 590 ribu per meter persegi per bulan. Harga tertinggi yang pernah dicapai adalah Rp 630 ribu per meter persegi per bulan yang terjadi pada kuartal IV 2019.

Colliers pun merekomendasikan kepada pemilik dan pengelola mall untuk tetap membatasi jumlah pengunjung sehingga meningkatkan kepercayaan dan rasa aman pengunjung, serta tetap mengutamakan protokol kesehatan termasuk teknologi touchless seperti dalam penggunaan elevator, pintu, dan alat pembayaran.

“Kami menyarankan pemilik atau pengelola mal agar menunda dulu rencana kenaikan biaya pemeliharaan (service charge) gedung dan membuka ruang diskusi dan negosiasi dengan penyewa. Fokus pada mengurangi lebih banyak kerugian atau berbagi risiko dengan penyewa mengingat situasi pandemi belum dapat diprediksi kapan berakhir,” ujar Ferry yang juga Kepala Badan Riset DPP Realestat Indonesia (REI) itu.

Harga Residensial
Untuk sektor apartemen, hingga kuartal II 2020 hanya ada 2.011 unit pasokan apartemen baru. Meski sedikit, namun tingkat serapan pada kuartal II 2020 hanya 87,7%. Kontribusi penyerapan terbanyak berasal dari dua proyek apartemen yang memang baru dipasarkan. Sisanya hampir tidak ada penjualan sama sekali karena banyak marketing gallery dan show unit yang tutup selama penerapan PSBB.

Meski konon banyak pengembang yang mengoreksi harga jual apartemen akibat permintaan yang menurun, namun data Colliers menyebutkan harga jual apartemen di Jakarta hingga kuartal II 2020 masih stagnan di level Rp 34,95 juta per meter persegi.

Mayoritas pengembang tidak menaikkan harga selama kuartal II 2020 untuk menjaga harga tetap menarik bagi pembeli potensial. Sayangnya, kemungkinan ada sedikit penyesuaian harga sebesar 0,4% di akhir 2020.

Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) Lukas Bong menyebutkan penurunan harga terjadi kepada properti di pasar sekunder (seken) dengan kisaran 30% untuk residensial, baik tapak maupun apartemen.

“Saya pikir, koreksi tidak banyak karena harga riil market. Kalau koreksi maksimum di 10%,” ungkap Lukas.

Menurut dia, penurunan itu bisa dibilang masih di tingkat wajar, dan berbeda jauh dengan situasi pada saat krisis moneter tahun 1998. Saat itu, kata Lukas, harga rumah di kawasan premium seperti Pondok Indah, Kelapa Gading, PIK, dan Kebayoran Baru mengalami terjun bebas. (Teti Purwanti)
 
Sumber:
 
Majalah REI