TATA RUANG

Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Tsunami Mendesak

Administrator | Kamis, 11 Januari 2018 - 10:22:48 WIB | dibaca: 4056 pembaca

Bencana dahsyat tsunami di Aceh pada 2004 silam yang menyebabkan jatuhnya ratusan ribu korban jiwa merupakan wake up call bagi bangsa ini agar lebih siap siaga, lebih tangguh, dan hidup harmonis dengan risiko bencana tsunami.

Bencana gempa dan tsunami yang frekuensi kejadiannya jauh lebih rendah dibandingkan bencana banjir dan longsor, seringkali luput atau terlupakan padahal ancaman dan kerentanan negara ini sangat lah tinggi karena besarnya jumlah penduduk yang hidup di pusat permukiman dan perkotaan kawasan pesisir pantai.

Salah satunya di pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa termasuk Kabupaten Pacitan yang merupakan kawasan rawan tinggi bencana gempa bumi dan tsunami karena berada dekat dan berhadapan langsung dengan sumber gempa pembangkit tsunami yaitu megathrust pada zona subduksi atau zona tumbukan lempeng tektonik aktif Indo-Australia dan Eurasia.

Berdasarkan sejarah, Kabupaten Pacitan pernah mengalami tsunami pada tahun 1921. Menurut data dan para pakar pula bahwa laut selatan Pacitan adalah bagian dari wilayah sepi gempa diantara wilayah gempa Pangandaran Juli 2006 dan Banyuwangi 1994 yang bisa ditafsirkan sebagai ”seismic gap” yang berpotensi untuk mengeluarkan gempa besar dan membangkitkan tsunami di masa datang.

Di sisi lain sudah mulai banyak pusat permukiman yang tumbuh di pesisir dan terus berkembang ke arah pantai yang landai dan umumnya berupa teluk yang rawan tinggi terhadap landaan tsunami, diantaranya perkotaan Pacitan di Teluk Pacitan. Di Kabupaten Pacitan juga banyak wisata pantai yang mulai terkenal di kalangan wisatawan nusantara maupun mancanegara, seperti Pantai Watukarung, Pantai Klayar, dan Pantai Telengria, yang mendorong perkembangan penduduk di kawasan pesisir.

“Kawasan pesisir merupakan unggulan wisata di Pacitan namun rawan pula terhadap tsunami. Memang tsunami tidak diharapkan tapi tetap harus diwaspadai sehingga walaupun sudah ada Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) namun kebencanaan belum mendetail dan perlu ditingkatkan kualitasnya dari aspek mitigasi bencana,” ungkap Sekretaris Daerah Pacitan, Suko Wiyono dalam diskusi Kebijakan Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana (KRB) tsunami di Kabupaten Pacitan, pertengahan Juli lalu.

MENJADI CONTOH
Direktur Penataan Kawasan Ditjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Agus Sutanto menjelaskan untuk mengoptimalkan pengembangan ekonomi di kawasan pesisir Pacitan dengan diimbangi upaya pengurangan risiko bencana tsunami dan upaya penjaminan akses publik terhadap pantai, maka penting dilakukan penetapan Batas Sempadan Pantai (BSP) dan penataan ruang kawasan rawan bencana tsunami berbasiskan mitigasi bencana.

“Dimulai dengan melakukan Revisi RTRW Kabupaten Pacitan. Diharapkan nanti apa yang dilakukan di Pacitan bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam penataan ruangnya,” ujar Agus.

Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa upaya tersebut difasilitasi oleh Direktorat Penataan Kawasan - Ditjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN bekerjasama degan Bappeda dan BPBD Kabupaten Pacitan pada tahun ini, dengan melibatkan pula BNPB, BIG, BMKG, dan PVMBG serta pakar mitigasi tsunami.

Pertama, penetapan Batas Sempadan Pantai (BSP) dengan mempertimbangkan risiko bencana tsunami sesuai amanat Perpres Nomor 51 tahun 2016. Kedua, perubahan/penyesuaian rencana peruntukan ruang di kawasan rawan tsunami khususnya pada daerah yang berpotensi dilanda tsunami dengan ketinggian genangan lebih dari 3 meter dengan skala intensitas tsunami VII atau lebih.

Ketiga, perencanaan dan pengintegrasian sistem evakuasi bencana tsunami (jalur dan tempat evakuasi) ke dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan. Keempat, pengembangan program mitigasi struktural dan non-struktural bencana tsunami. Kelima, peningkatan pengendalian pemanfaatan ruang di sempadan pantai dan di KRB tsunami melalui Peraturan Zonasi dan implementasinya dalam perizinan pembangunan. RIN