RISET

Pasokan Terkontrol, Pasar Perkantoran Premium Membaik Di 2020

Administrator | Jumat, 14 Februari 2020 - 10:13:32 WIB | dibaca: 644 pembaca

Foto: Istimewa

Setiap tahun diperkirakan ada tambahan 400.000 hingga 500.000 meter persegi ruang kantor baru di Jakarta. Sebagian pasokan masih didominasi gedung perkantoran di pusat bisnis (Central Business District/CBD) yakni sekitar 60 persen. Uniknya, dari jumlah itu yang masuk kategori perkantoran premium hanya sekitar 10 persen.

Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia, Arief Rahardjo mengungkapan gedung perkantoran di kelas premium pasokannya masih sangat terbatas. Padahal peminatnya terutama dari perusahaan multi-nasional saat ini cukup tinggi.

“Di Jakarta, pasokan kantor itu hampir 60 persen ada di pusat bisnis, dan yang premium enggak sampai 10 persen,” ungkap dia dalam konferensi pers di Jakarta, baru-baru ini.

Ke depan, dengan makin terkontrolnya pasokan di masa depan (future supply) yang masuk dan kemudian ada improvement dari office market, diperkirakan absorbsi-nya mulai membaik.

Menurut Arief, diharapkan pada 2020 pasar perkantoran di Jakarta sudah mulai recovery, dan pada 2023 sudah membaik dengan okupansi mencapai 85 persen. Sedangkan saat ini okupansi disebutkan hanya 72 persen.

“Kalau di kelas premium okupansinya lebih tinggi dari kebanyakan perkantoran kelas lainnya karena pasokannya memang terbatas. Di sisi lain penyewa yang saat ini masuk mayoritas adalah perusahaan multinasional yang menuntut spesifikasi premium,” papar dia.

Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan pelonggaran regulasi yang membuka kesempatan bagi asing untuk berpartisipasi di sektor pendidikan menambah permintaan pasar perkantoran di masa depan.

Saat ini permintaan pasar perkantoran di Jakarta masih didominasi oleh co-working space, perusahaan asuransi, dan industri teknologi finansial yang berbasis perusahaan asing.

Mengenai tarif sewa ruang kantor, Ferry menyebutkan tarif sewa di kuartal II 2019 tercatat turun 2,1 persen atau sekitar Rp 284.886 per meter persegi bila dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal itu disebabkan kompetisi ketat antar pengelola gedung perkantoran.

Ferry justru memprediksi, okupansi ruang perkantoran di CBD akan semakin membaik pada 2021. Hal itu seiring dengan tidak terlalu besarnya jumlah pasokan ruang perkantoran baru dalam kurun dua tahun ke depan, yang diperkirakan hanya sekitar 730.000 meter persegi atau tumbuh antara sekitar 4,5 persen setiap tahun.

“Tingkat hunian kemungkinan akan menjadi 85 persen pada 2021. Tarif sewa juga akan membaik,” papar Ferry.

Kebutuhan StartUp
Situasi ekonomi menyulitkan perusahaan untuk melakukan ekspansi atau menambah kantor di Jakarta. Kondisi itu, menurut Kepala Riset dan Konsultan Savills Indonesia, Anton Sitorus, menyebabkan tingkat kekosongan ruang kantor di CBD dan non-CBD Jakarta masih tertekan di kisaran 25 persen hingga 40 persen.

Menurut Anton, pemilik gedung perkantoran saat ini memang tidak memiliki kekuatan besar untuk negosiasi harga dibanding penyewa. Apalagi ditambah situasi ekonomi dan bisnis saat ini yang tidak terlalu mendukung perusahaan berkembang atau berekspansi. Sebaliknya, sekarang banyak perusahaan di Jakarta justru melakukan konsolidasi dan efisiensi termasuk dengan mengurangi luas ruang kantor.

“Karena ada perkembangan teknologi, maka kebutuhan ruang kerja memang tidak sebesar dulu. Orang itu enggak harus menetap terus di satu lokasi, atau di satu meja,” ungkap dia.

Kondisi itu yang menyebabkan konsep coworking space atau ruang kantor bersama semakin marak dan menggerus pasar perkantoran konvensional.

“Pasar sewa banyak didominasi coworking operator. Awalnya, coworking space ini targetnya adalah start up company, tapi pada akhirnya perusahaan-perusahaan lain pada tertarik juga menggunakan coworking space,” ucapnya.

Menurut Anton, coworking space menyediakan konsep baru dengan desain yang lebih fleksibel bagi karyawan. Perkantoran ini sangat dinamis dan tidak hanya terpaku pada ruangan yang berbentuk kotak. Karena penyewa cocok dengan gayanya, maka harga sewanya murah, dan fleksibel.

Vice President Coldwell Banker Dani Indra Bhatara mengatakan jumlah usaha rintisan atau startup juga menjadi salah satu pemicu permintaan untuk ruang perkantoran masih akan cukup tinggi dalam kurun 1 tahun hingga 2 tahun ke depan.

Berdasarkan data terbaru startupranking. com, jumlah usaha rintisan di Indonesia mencapai 2.135 unit. Indonesia menempati posisi ke-5 jika dibandingkan dengan negara lainnya. Posisi teratas ditempati Amerika Serikat, disusul India, Inggris, dan Kanada.

Jika melihat jumlah usaha rintisan yang bertumbuh pesat dalam beberapa tahun belakangan ini, Dani memprediksi kebutuhan ruang perkantoran dari para startup dalam kurun beberapa tahun mendatang akan meningkat sekitar 3-4 kali lipat. (Taria Dahlan)