ASPIRASI DAERAH

Pasokan Rumah Subsidi di Sumsel Bergantung Kepastian PBG

Administrator | Jumat, 25 Maret 2022 - 14:15:38 WIB | dibaca: 199 pembaca

Foto: Istimewa

Di tahun 2021, Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Sumatera Selatan berhasil merealisasikan pembangunan rumah subsidi sekitar 11.000 unit, dari target awal 15.000 unit. Sementara di 2022 ditargetkan sebanyak 15.000 unit.

Meski begitu, realisasi sangat tergantung pada kemudahan perizinan terutama Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai pengganti syarat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

“Saat ini pengembang di Sumatera Selatan (Sumsel) justru khawatir dengan pelaksanaan perizinan PBG yang belum berjalan. Kalau sampai kuartal I-2022 belum berjalan juga, maka sektor properti terutama sektor rumah hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan tergerus hingga 20%,” tegas Ketua DPD REI Sumatera Selatan (Sumsel), Zewwy Salim kepada Majalah RealEstat Indonesia, baru-baru ini.

Secara rinci disebutkan, sejak November 2021, pengembang sudah menunggu apa itu PBG dan apa saja aturan turunannya. Pasalnya, kuota FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) sudah habis sejak Oktober dan pengembang seharusnya sudah bisa melakukan penjajakan lahan baru untuk pengembangan. Namun, karena ada kendala PBG, pengembang kesulitan mengurus perizinan dan penjajakan proyek baru.

“Karena tidak bisa membangun (tanpa PBG). REI Sumsel sudah melakukan pendekatan dengan duduk bersama para stakeholder, tidak terkecuali Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, DPRD, dan juga walikota/bupati. Namun, sayangnya hingga hari ini belum kelihatan hilal (kepastian)-nya,” jelas Awy, demikian dia akrab disapa.

Ditambah, hingga hari ini peraturan daerah (Perda) tentang PBG masih disusun. Namun pembahasan dan pembuatan aturan PBG yang lama tentu saja membuat pengembang kewalahan, karena tidak bisa membangun di awal tahun ini, kecuali perumahan yang izinnya sudah keluar. Awy menegaskan, kalau PBG tidak segera ada kejelasan maka kemungkinan perekonomian Sumsel akan terdampak karena sektor properti menjadi salah satu penopang ekonomi di Bumi Sriwijaya. 

Harga Rumah Subsidi
Menurut Awy, saat ini bisnis rumah MBR menjadi dilema bagi pengembang. Pasalnya, regulasi dari pemerintah terus berubah-ubah dan kerap membuat pengembang kesulitan. Selain itu, harga rumah subsidi sudah hampir tiga tahun tidak naik, padahal harga tanah dan material meski pandemi terus naik.

“Kami mengusulkan agar harga rumah subsidi bisa naik sekitar 10% dari plafon sekarang. Sebab harga besi saja sudah naik 30%. Tapi harga rumah subsidi dari pemerintah tidak juga naik,” jelasnya. 

Meski pesimis harga rumah subsidi naik sesuai harapan pengembang, namun REI Sumsel berharap setidaknya pemerintah dapat mengendalikan harga bahan bangunan. 

“Kami tentu akan lebih percaya diri jika pemerintah berpihak dengan memberikan kemudahan perizinan ini. Memberikan kemudahan perizinan yah, bukan hanya niat namun bingung dalam penerapannya,” kata Awy.

Saat ini pembangunan rumah yang dilakukan pengembang anggota REI Sumsel hampir 85% merupakan kategori rumah MBR, sedangkan sisanya sebesar 15% merupakan hunian komersial.

Untuk rumah komersial di Sumsel, disebutkan sedikit terdongkrak di 2021 karena adanya pembebasan PPN untuk hunian di antara Rp200 juta hingga Rp 500 juta. (Teti Purwanti)
 
Sumber: