TOPIK KHUSUS

Mulai 1 April MBR Berpenghasilan Rp 8 Juta Boleh Beli Rumah Subsidi

Administrator | Selasa, 29 September 2020 - 16:44:56 WIB | dibaca: 1244 pembaca

Foto: Istimewa

Beleid terbaru tentang pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sudah dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR). Di aturan ini pemerintah menetapkan penghasilan masyarakat maksimum Rp 8 juta per bulan dapat memiliki rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi. Baik itu skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) maupun Subsidi Selisih Bunga (SSB).

Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020 tentang Batasan Penghasilan Kelompok Sasaran, Besaran Suku Bunga, Lama Masa Subsidi, dan Jangka Waktu Kredit Pemilikan KPR Bersubsidi. Disebutkan bahwa terdapat perubahan batas maksimum penghasilan penerima bantuan subsidi yang sebelumnya dari Rp 4 juta untuk rumah umum tapak hingga Rp 7 juta per bulan untuk rumah susun menjadi Rp 8 juta per bulan untuk rumah tapak dan rumah susun.

Kepmen itu menginduk kepada Peraturan Menteri Nomor 20/PRT/M/2019 tentang Kemudahan dan Bantuan Pemilikan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Eko D. Heripoerwanto menyebutkan bahwa beleid tersebut efektif berlaku mulai 1 April 2020.

Aturan ini disusun sesuai yang diusulkan oleh masyarakat baik dari sisi MBR, pengembang, maupun bank pelaksana. Ada beberapa relaksasi yang sangat memengaruhi atau sangat cocok diberlakukan di regional tertentu.

“Selanjutnya pemerintah juga tetap menyalurkan SSB dan SBUM (Subsidi Bantuan Uang Muka),” ujar Eko Heri pada kegiatan teleconference sosialisasi aturan tersebut bersama para pemangku kepentingan sektor perumahan rakyat yang difasilitasi Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Selasa (31/3/2020).

Selain pejabat di internal Kementerian PUPR, teleconference itu juga diikuti oleh perwakilan dari 43 bank, dan 17 asosiasi pengembang perumahan, termasuk Realestat Indonesia (REI) yang diwakili oleh Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI bidang Perumahan Subsidi dan Perumahan Aparatur Pemerintah, Moeroed.

Sedangkan untuk tenor (jangka waktu) masa subsidi berjalan ditetapkan untuk penyaluran FLPP masa subsidi masih berlangsung paling lama 20 tahun. Sedangkan untuk SSB berlangsung paling lama 10 tahun. Sedangkan untuk besaran SBUM yang diberlakukan masih sama, yaitu sebesar Rp 4 juta per rumah.

Khusus untuk wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat, diberikan skema yang relatif khusus, yaitu batasan penghasilan maksimum untuk rumah umum tapak adalah sebesar Rp 8 juta dan rumah susun Rp 8,5 juta per bulan. Sedangkan suku bunga yang diterapkan sebesar 4% dengan jangka waktu angsuran KPR paling lama 20 tahun. SBUM yang diberikan untuk kedua wilayah tersebut sebesar Rp 10 juta per rumah.

“Kebijakan tersebut khusus diberikan dalam rangka dalam rangka memberikan kesempatan kepada masyarakat Papua agar dapat memanfaatkan KPR bersubsidi,” kata Eko Heri.

Harga Jual Baru
Selain mengatur batasan penghasilan, suku bunga, masa subsidi dan jangka waktu KPR subsidi, di dalam aturan terbaru ini juga diatur mengenai batasan harga jual berikut dengan batasan luas tanah dan luas lantai bagi rumah umum tapak dan satuan rumah susun umum.

Batasan harga jual dan luas tanah untuk kategori Rumah Umum Tapak, batasan harga jualnya terbagi menjadi lima wilayah, yaitu:

Wilayah I, Pulau Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kep. Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) dengan nilai jual maksimal Rp150.500.000,- per unit.

Wilayah II, Pulau Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) dengan nilai jual maksimal Rp 164.500.000,- per unit.

Wilayah III, Pulau Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) dengan nilai jual maksimal Rp 156.500.000,- per unit.

Wilayah IV, Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu dengan nilai jual maksimal 168.000.000,- per unit.

Wilayah V, Papua dan Papua Barat dengan nilai jual maksimal Rp 219.000.000,- per unit.

Sedangkan kategori Satuan Rumah Susun dikategorikan dalam dua wilayah, yaitu Wilayah Provinsi dan Wilayah Kota atau Kabupaten.

Terkait luas tanah untuk Rumah Umum Tapak diatur paling rendah 60 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi, luas lantai rumah diatur paling rendah 21 meter persegi dan paling tinggi 36 meter persegi. Sementara untuk batasan Satuan Rumah Susun Umum mengatur luas lantai rumah dengan paling rendah 21 meter persegi dan paling tinggi 36 meter persegi.

“Meskipun posisi saat ini dan semua prihatin karena wabah COVID-19, tetapi tidak mengurangi keinginan kita bersama untuk memenuhi kebutuhan bagi MBR. Kita memastikan bahwa kebutuhan hunian tetap dapat kita penuhi.” ujar Eko Heri dalam siaran persnya.

Dia juga mengingatkan kepada para pengembang untuk dapat memproduksi rumah-rumah dengan konstruksi berkualitas. Pemerintah, kata Eko Heri, berharap bank pelaksana maupun pengembang tetap menjalankan bisnisnya di tengah pandemi COVID-19.

“FLPP itu cukup dan akan dianggarkan juga dengan SSB. Nanti sampai akhir tahun, apabila semua siap dapat berjalan maka akan ditargetkan hingga 330 ribu unit rumah,” ungkap dia.

Per tanggal 31 Maret 2020, Kementerian PUPR melalui Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) mengklaim telah menyalurkan FLPP sebesar Rp 2,82 triliun untuk 28.112 unit rumah. Sehingga total penyaluran FLPP sejak tahun 2010 hingga per 31 Maret 2020 sudah mencapai Rp 47,188 triliun untuk 683.714 unit rumah.

Apresiasi Pemerintah
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Koordinator DPP Realestat Indonesia (REI) bidang Perumahan Subsidi dan Perumahan Aparatur Pemerintah, Moeroed menyampaikan apresiasi atas stimulus dari pemerintah tersebut.

Menurut dia, meski sebenarnya ini bukanlah stimulus baru namun setidaknya persediaan kuota FLPP dan SSB untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) pada tahun ini dianggap mencukupi. Sebab kalau tidak ada stimulus tambahan Rp 1,5 triliun ini, maka kuota subsidi rumah di 2020 tinggal sekitar 86.000 hingga 88.000 unit. Padahal kebutuhan untuk seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 250.000 unit.

“Bersyukur tidak ada kekhawatiran lagi soal kuota, apalagi dengan adanya kembali SBUM maka daya beli bisa meningkat di tengah wabah corona ini,” kata Moeroed yang dihubungi RealEstat, Kamis (2/4/2020).

Di sisi lain, DPP REI juga tengah berjuang agar skema BP2BT bisa lebih banyak digunakan. Misalnya, saat ini DPD REI sedang melakukan penjajakan dengan bank BUMN agar bisa memberikan bunga flat untuk BP2BT. Selama ini MBR kurang tertarik dengan BP2BT karena bunganya yang mengikuti skema pasar.

“Kami masih menunggu, namun sudah ada satu bank BUMN yang setuju memberikan bunga 9,9% flat hingga lunas. Kalau bank ini saja bisa, masak bank lain tidak,” kata Moeroed.

Untuk BP2BT, Moeroed juga mengimbau pihak DPD REI bisa berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat. Disebutkan, edukasi untuk BP2BT sangat penting, karena mendorong masyarakat untuk menabung. Selain itu perlu diingat bahwa BP2BT adalah bantuan dari Bank Dunia, sehingga teknis kelengkapannya sedikit berbeda namun bukan berarti menyulitkan. (Rinaldi/Teti)