Trend

Minat Masyarakat Beli Apartemen Masih Rendah?

Administrator | Selasa, 27 September 2022 - 14:25:01 WIB | dibaca: 264 pembaca

Foto: Istimewa

Rumah.com Consumer Sentiment Survey H1 2022 menyebutkan bahwa mayoritas atau 98% responden yang ingin membeli hunian dalam waktu setahun ke depan ternyata lebih memilih hunian rumah tapak daripada membeli apartemen. Lho, kenapa ya?

Marine Novita, Country Manager Rumah.com menjelaskan rendahnya minat responden untuk membeli apartemen saat ini disebabkan dua alasan. Pertama nilai lebih untuk harga yang sama dengan membeli rumah tapak dan alasan kedua adalah ketidaksukaan tinggal di gedung bertingkat tinggi. Menurutnya, pandemi kemungkinan juga ikut menekan minat terhadap apartemen.

“Selama pandemi berlangsung, pemerintah dan dunia usaha mengeluarkan kebijakan bekerja dari rumah (WFH) dan belajar dari rumah yang berpengaruh terhadap fenomena tersebut,” ungkapnya dalam keterangan kepada media, Kamis (21/4/2022).

Selain dua alasan utama di atas, beberapa alasan lain untuk tidak memilih apartemen secara berurutan berdasarkan popularitas adalah sebagai berikut (responden dapat memilih lebih dari satu alasan), yakni rumah tapak dapat ruang lebih luas sebanyak 39%, tidak mau tinggal di gedung tinggi sebanyak 37%, tidak bisa diperluas ketika kebutuhan bertambah 27%, kuatir status kepemilikannya sebanyak 23%, terikat biaya iuran bulanan sebanyak 21%, tidak ingin tinggal di lingkungan padat sebanyak 17%, kurang adanya privasi sebanyak 10%.

Marine menyebutkan, sekitar 39% responden survei menyatakan bahwa dengan harga yang sama, rumah tapak memberikan ruang yang lebih luas daripada apartemen.

“Bagi mereka yang sudah menikah dan punya anak bahkan kecenderungannya lebih tinggi lagi, hingga mencapai 56% menyatakan alasan tersebut,” sebutnya.

Tinggal di gedung-gedung tinggi seperti apartemen memang menawarkan pemandangan yang lebih luas. Namun 37% responden survei yang menyatakan ketidaksukaan tinggal di gedung bertingkat tinggi menjadi alasan tidak mempertimbangkan membeli apartemen.

Saat tinggal di apartemen, ungkapnya, penghuni harus menerima bahwa ruangan yang tersedia cukup terbatas. Mereka mengaku tidak memiliki kesempatan untuk memperluas ruangan di masa depan, sebagaimana halnya di rumah tapak yang dikenal dengan istilah rumah tumbuh.

Rumah.com Consumer Sentiment Study adalah survei berkala dua kali dalam setahun oleh Rumah.com bekerjasama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura untuk mengetahui dinamika pasar properti di Tanah Air.

Survei kali ini berdasarkan 1031 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada Juli hingga Desember 2021.

Perlu Edukasi
Sementara itu, sebanyak 23% responden survei juga tidak mempertimbangkan membeli apartemen dengan alasan kurang merasa ada kepastian status kepemilikan terhadap apartemen yang akan dibelinya.

Status kepemilikan apartemen atau rumah susun saat ini diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan Lahan (HPL), Hak Atas Tanah (HAT), Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah yang diterbitkan sebagai tindak lanjut Undang-undang Cipta Kerja.

Peraturan ini mencakup penguatan HPL, penyesuaian HAT, HPL/HAT ruang atas tanah dan ruang bawah tanah, satuan rumah susun, percepatan pendaftaran tanah dan penertiban administrasi pertanahan, penggunaan dokumen elektronik, perubahan hak dan penyelesaian alat bukti hak lama.

Marine menyimpulkan bahwa hak kepemilikan dan hak pengelolaan memang bukan urusan yang sederhana. Karena itu diperlukan edukasi dan sosialisasi dari pemerintah mengenai aturan baru ini, diiringi pengawasan di lapangan untuk memberi rasa aman bagi pencari hunian agar melihat apartemen sebagai pilihan yang menarik.

Marine juga menyoroti bahwa sebagian responden (21%) memiliki persepsi tingginya biaya bulanan berupa Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL). Kekuatiran ini perlu dijawab dengan penentuan besaran IPL yang transparan dan pengelolaan yang partisipatif.

Ditegaskan, menjadikan apartemen sebagai pilihan yang menarik bagi pencari rumah adalah Pekerjaan Rumah (PR) bagi segenap industri properti dan pemerintah. Keengganan dan kekuatiran pencari rumah harus dijawab dengan kepastian, rasa aman, dan pilihan produk yang tepat.

“Mengingat keterbatasan lahan perkotaan, tugas ini semakin mendesak untuk segenap pemangku kepentingan,” kata Marine.

Penurunan Minat
Sebelumnya, Lamudi.co.id juga mengungkap tren pasar yang sama. Dimana segmen apartemen disebutkan mulai mengalami penurunan minat di tengah pandemi. Alhasil, harga apartemen turut tertekan akibat tidak berimbangnya penawaran dan permintaan.

“Rumah digemari karena platform didominasi oleh pengunjung yang telah memasuki fase kehidupan berkeluarga awal yang mencari hunian pertama mereka. Memiliki rumah pertama yang menapak ke tanah dirasakan dapat mendatangkan rasa stabilitas akan investasi pertama tersebut,” tulis Lamudi, akhir tahun lalu.

Ketika rumah tapak menjadi incaran utama, maka nasib apartemen pun makin tertinggal, bisa dibilang hanya di posisi kedua. Apalagi, segmen yang menjadi incaran pembeli saat ini bukan lagi apartemen mewah, namun justru yang tergolong menengah ke bawah.

Secara lebih spesifik, apartemen yang paling populer berkisar pada harga Rp600 juta. Apartemen seharga itu di Jakarta dapat ditemukan di sekitar pusat kota, biasanya terdiri dari satu atau dua kamar tidur. (Rinaldi)


Sumber: