TOPIK KHUSUS

Milenial, Pembeli Properti Paling Potensial di Masa Depan

Administrator | Senin, 08 Juni 2020 - 11:25:27 WIB | dibaca: 536 pembaca

Banyak tantangan yang dihadapi pengembang di tengah lesunya permintaan terhadap properti sejak lima tahun terakhir. Perlu terobosan dan edukasi sehingga mampu menggairahkan kembali industri properti nasional. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menggarap pasar milenial yang memiliki potensi demografi yang sangat besar.


Ya, generasi milenial memang digadang-gadang bakal menjadi calon pembeli properti potensial di masa mendatang. Hanya saja, kalangan yang juga disebut generasi Y atau echo boomers ini condong masih merasa dahaga akan gaya hidup yang cenderung hedonis sehingga urusan kepemilikan rumah tidak lagi menjadi pertimbangan utama seperti halnya generasi-generasi di atasnya.

Hal itu juga diperburuk dengan tidak liniernya lonjakan harga properti dibandingkan pertumbuhan penghasilan kalangan yang lahir era 1980-an hingga akhir tahun 2000.

Namun, kebutuhan generasi milenial akan ketersediaan rumah dalam satu hingga dua dekade mendatang memang akan menjadi sebuah keniscayaan.

Demikian rangkuman dari diskusi bertajuk “Milenial Bicara Properti” yang digagas DPD Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta. Diskusi yang menghadirkan sejumlah pakar dan figur publik tersebut merupakan rangkaan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) REI DKI Jakarta Tahun 2019.

“Dalam diskusi ini kami berusaha menjelaskan kepada generasi milenial bahwa beli rumah beda dengan beli secangkir kopi yang sifatnya konsumtif,” ungkap Ketua DPD REI DKI Jakarta Amran Nukman, saat pembukaan Rakerda REI DKI Jakarta 2019, di Intercontinental Hotel Jakarta Pondok Indah, Rabu (20/11).

Amran mengimbau kalangan milenial mulai mempertimbangkan untuk berinvestasi melalui kepemilikan aset properti. Milenial, tambah dia, jangan hanya jalan-jalan ke luar negeri untuk mem-posting fotonya di sosial media. Namun harus juga bisa memaksakan diri untuk beli rumah.

“Setelah punya rumah, kalau ada sisa uang dari penghasilan baru dipakai untuk plesiran. Jadi pola pikirnya jangan dibalik,” saran dia.

Menurut Amran, potensi generasi milenial untuk membeli properti relatif besar. Kemampuan kelompok ini memenuhi gaya hidupnya selama ini karena ditopang penghasilan yang cukup memadai. Hal itu tercermin dari menjamurnya kafe-kafe yang menyediakan beraneka ragam menu kopi dengan banderol yang cukup fantastis.

“Apabila penghasilan milenial itu digabung dengan pasangannya, tentu daya beli mereka akan jauh lebih besar lagi. Jadi mestinya generasi milenial mampu mencicil rumah Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta per bulan,” ujar dia.

Diskusi yang dibagi dalam dua sesi ini menghadirkan beberapa pembicara, antara lain Yuswohady (Inventure Indonesia), Prita Gozhie (Zap Finance), Dimas Harry (Decoruma), Nikita Willy (artis), Teorangga (Adhouse Clarion), dan Margaretha Astaman (Blogger).

Managing Partner Inventure Indonesia, Yuswohady sependapat bahwa dalam tiga atau lima tahun ke depan generasi milenial akan menjadi pembeli potensial produk properti, seiring perkembangan pola pikir serta pendapatan yang terus bertumbuh.

“Yang mereka butuhkan adalah edukasi agar mereka tertarik berinvestasi properti. Bila para pengembang tidak bisa membuat generasi milenial membeli properti, bisa jadi banyak pengembang yang akan mati,” beber Yuswohady.

Edukasi Bersama
Amran menambahkan, kalangan milenial harus terus diberikan gambaran bahwa properti bukan hanya untuk dihuni saja, namun juga merupakan instrumen investasi yang menguntungkan.

“Selain perlunya edukasi kepada generasi milenial, pelaku properti juga dituntut harus lebih kreatif mengembangkan usahanya untuk menjangkau pasar milenial,” kata dia.

Untuk menciptakan pemahaman di kalangan generasi milenial mengenai instrumen investasi di sektor properti butuh campur tangan seluruh pemangku kepentingan. Istilah Amran, harus keroyokan dari mulai developernya, perbankan, hingga pemerintah perlu terlibat dalam strategi edukasi.

Sekadar diketahui, istilah milenial berasal dari kata millenials, tercipta dari dua pakar sejarah serta penulis Amerika, yakni William Strauss serta Neil Howe dalam sejumlah bukunya. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini. Namun, para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir.

Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada 1980 - 1990, atau pada awal 2000. Generasi milenial adalah anak-anak dari generasi generasi Baby Boomers dan Gen-X.

Harga Properti
Sementara itu, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid menyebut, lonjakan harga properti tidak sebanding dengan laju pertumbuhan penghasilan. Kondisi itu turut menyulitkan generasi milenial untuk memiliki rumah.

Berdasarkan data Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Bank Indonesia (BI) tercantum bahwa dalam satu dekade terakhir harga rumah mengalami lonjakan 39,7 persen.

“Angkanya tidak sebanding dengan rata-rata kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) di seluruh Indonesia per tahun dengan memperhatikan pertimbangan tingkat inflasi,” kata Khalawi.

Suku bunga pinjaman untuk pembelian rumah di Indonesia, menurut Khalawi, juga belum sesuai dengan karakteristik anak muda di dalam negeri. Ditambah lagi, sebagian generasi milenial di Indonesia merupakan pekerja kreatif. Sehingga banyak dari pekerja di kalangan milenial yang tidak memiliki slip gaji yang diperlukan sebagai salah satu persyaratan memperoleh kredit pemilikan rumah (KPR).

“Perlu ada pembaharuan dalam kebijakan, strategi dan program penyediaan hunian di Indonesia. Pembaruan itu perlu diarahkan mendorong penyediaan hunian bagi generasi milenial, terutama yang selama ini berdomisili di wilayah perkotaan,” tutur Khalawi. (Oki Baren)