TEROBOSAN

Memenuhi Janji Mengawal Tujuh Pilar Prioritas Kerja

Administrator | Rabu, 20 Februari 2019 - 11:26:18 WIB | dibaca: 1067 pembaca

Jelang dua tahun kepengurusan DPP Realestat Indonesia (REI) di bawah kepemimpinan Ketua Umum Soelaeman Soemawinata dan Sekretaris Jenderal Paulus Totok Lusida, berbagai capaian sudah berhasil diraih. Dari tujuh pilar utama yang menjadi prioritas kerja kepengurusan periode 2016-2019, praktis hampir seluruhnya sudah dikerjakan dengan sungguh-sungguh.

Ketujuh pilar yang lahir dari hasil berkeliling ke daerah-daerah tersebut yakni pendidikan dan pelatihan (diklat), pembiayaan dan perbankan, pertanahan, perizinan, perpajakan, infrastruktur dan tata ruang serta hukum dan regulasi.

Ketua Umum DPP REI Soelaeman Soemawinata mengungkapkan tujuh pilar yang menjadi pokok prioritas kerja kepengurusannya merupakan kegiatan basis yang menunjang sektor properti. Disusun dan disarikan dari hasil berkunjung ke daerah-daerah dan melihat langsung persoalan yang dihadapi anggota di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, ketujuh pilar itu menjadi acuan penting yang terus dipantau, dilaksanakan dan diukur.

“Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan evaluasi kerja kepengurusan yang sudah berjalan hampir dua tahun ini. Kita terpilih akhir November 2016, dan praktis mulai bekerja itu awal 2017,” ujar Eman, demikian dia sering dipanggil, pada pembukaan Musyawarah Daerah (Musda) ke-VIII Dewan Pengurus Daerah REI Sulawesi Tenggara di Grand Clarion Hotel, Kendari, Sabtu (11/8/2018).

Pertama, terkait penyelenggaraan diklat. Disebutkan saat ini diklat dilakukan secara terorganisir di hampir semua daerah oleh Badan Diklat DPP REI yang dibentuk dengan tugas pokok menyusun materi diklat, menyiapkan tim pengajar dan mengkoordinasikan penyelenggaraan diklat di daerah.

Menurut Eman, permintaan dari daerah untuk melaksanaan diklat cukup luar biasa yang menunjukkan bahwa anggota REI di daerah memang membutuhkan program tersebut.

“Kemudian kalau dulu diklat ini dibiayai sendiri oleh daerah, maka sekarang DPP REI ikut membantu. Salah satunya dari dukungan sponsor Bank BTN, yang tentu ini sangat membantu sekali,” ujar dia. 

Eman mengibaratkan Badan Diklat seperti Departemen HRD di sebuah perusahaan, yang menjadi nyawa perusahaan karena disitulah dididik dan ditempa sumber daya manusia yang menggerakkan organisasi perusahaan. Tanpa sumber daya manusia, tanah dan aset menjadi tidak berguna. Oleh karena itu, REI memberikan perhatian besar terhadap sumber daya manusia yang menjalankan bisnis properti.

Nantinya, yang sudah mengikuti diklat akan disertifikasi oleh REI sendiri karena asosiasi ini telah memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di bidang properti yang secara negara sudah disahkan untuk melakukan sertifikasi. Seperti diketahui, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah melakukan registrasi dan akan segera melakukan sertifikasi kepada seluruh pengembang khususnya developer rumah bersubsidi.

“Tetapi karena REI sudah punya LSP sendiri, maka kita akan melakukan sertifikasi pengembang sendiri. Asosiasi lain yang belum punya akan disertifikasi oleh Kementerian PUPR. Namun kalau ada asosiasi lain yang

ingin mendapat sertifikasi dari LSP REI, kita bersedia membantu,” ungkap Eman.

Kedua, mengenai pembiayaan dan perbankan. REI saat ini sedang memperjuangkan perubahan harga rumah subsidi, dimana usulan sudah diserahkan kepada Kementerian PUPR untuk dibahas. Menurut Eman, besaran kenaikan harga ditetapkan berdasarkan analisa harga yang diperoleh dari semua daerah, dirangkum dan dibandingkan menjadi satu harga yang paling ideal.

Dimana rata-rata seharusnya setiap daerah kenaikannya sekitar 10%. Namun REI mengusulkan kenaikan setiap tahun sekitar 7,5% dari sebelumnya 5% per tahun guna menjaga keterjangkauan masyarakat.

“Tetapi itu usulan dari REI, bukan keputusan. Kita akan perjuangkan besaran itu sehingga pengembang di daerah punya ruang untuk bisa mengembangkan hunian-hunian yang lebih berkualitas,” ujar dia.

Kenaikan harga rumah subsidi diusulkan karena kendala dan situasi di daerah berbeda-beda, ada yang tanah keras, tanah sawah, tanah rawa, tanah lepung dan lain-lain, sehingga biaya untuk pematangan lahannya juga berbeda-beda. Demikian pula ketersediaan material, setiap daerah berbeda-beda, dimana ada yang mudah dan sulit seperti daerah-daerah di ujung timur Indonesia, atau di daerah kepulauan. Semua faktor itu perlu dipertimbangkan, dan tidak bisa disamaratakan.

Kemudian di bidang perbankan, relaksasi atau pelonggaran aturan Loan to Value (LTV) menjadi salah satu kebijakan yang diperjuangkan REI. Menurut Eman, REI menjadi satu-satunya asosiasi perusahaan properti yang menjalin kerjasama dengan Bank Indonesia (BI) dalam melakukan riset dan memformulasi ketentuan yang berkaitan dengan bisnis properti.

Ketiga di bidang pertanahan. Saat ini, ungkap Eman, REI sangat intens bertemu dan berkomunikasi dengan Kementerian Agraria, Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan dan tata ruang di seluruh Indonesia.

Hasilnya, banyak perubahan yang sudah dilakukan Kementerian ATR/ BPN untuk mempermudah proses sertifikasi tanah pengembang dan masyarakat. “Kalau ada masalah, sekarang kita bisa selesaikan dengan cepat,” kata Eman.

Keempat, di bidang perizinan. REI, kata Eman, menjadi salah satu instansi atau asosiasi yang ikut terlibat menggodok sistem perizinan terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS), dimana Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Perizinan, M. Turino Junaedi masuk menjadi salah satu tim penggodok OSS.

Itu semua, menunjukkan REI sudah bekerja dan berkontribusi dalam menyiapkan kemudahan perizinan berusaha, sekaligus bukti keberadaan REI diakui pemerintah.

Kelima, di bidang perpajakan. REI secara intens terus berkomunikasi dengan Ditjen Pajak. Terakhir, tim REI dipimpin Sekjen DPP REI Totok Lusida sudah bertemu langsung dengan Dirjen Pajak Robert Pakpahan. Untuk menyampaikan aspirasi yang juga sudah disampaikan REI ketika bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara beberapa waktu lalu.

Beberapa poin yang diusulkan REI kepada Dirjen Pajak antara lain mengenai penghapusan PPnBM untuk rumah mewah, penghapusan PPh Pasal 22 terkait penjualan barang yang tergolong sangat mewah, serta PPN masukan untuk rumah MBR diterima untuk kemudian direstitusi. REI pun telah mengusulkan dan memperjuangkan supaya untuk peningkatan mutu rumah MBR dalam skala 20% di atas harga yang ditentukan PMK (Peraturan Menteri Keuangan), yang dikenakan PPh 2,5 persen hanya yang 20%-nya saja.

Kenapa? Karena ungkap Eman, seperti yang sudah disampaikan REI kepada Presiden Jokowi, kendala di setiap daerah berbeda-beda. Di Balikpapan misalnya, rumah MBR dibangun di areal yang kondisi tanahnya terjal, sehingga biaya cut and fill struktur dan grading-nya menjadi lebih mahal, sementara harga jual dibatasi dengan ketentuan PMK. Ini penting diperjuangkan sehingga pengembang punya ruang untuk tetap dapat membangun rumah subsidi berkualitas.

“REI juga sudah mengusulkan supaya dilakukan relaksasi perpajakan untuk membangkitkan sektor properti yakni terkait pajak final supaya tetap diberlakukan karena ada isu pajak nonfinal, kemudian pajak tanah terlantar juga sudah tidak diperlukan lagi diwacanakan, dan pajak-pajak lain terkait properti. Kita pantau dan urusin terus soal pajak-pajak properti ini,” tegas Eman.

Penuhi Amanah
Keenam, di bidang infrastruktur dan tata ruang. REI sudah memperjuangkan supaya pemerintah membuat aturan zonasi khusus bagi rumah murah yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Selama ini kendala utama pengembangan rumah murah, selain persoalan izin, juga soal rendahnya infrastruktur serta akses ke transportasi publik. Dengan adanya zona khusus rumah MBR maka infrastruktur kawasan mendapat prioritas pemerintah, dan harga tanah bisa terkendali.

Menurut Eman, persoalan tata ruang di daerah banyak sekali. Di Kalimantan Selatan misalnya, banyak kasus pengembang sudah memiliki izin lokasi dan sudah punya site plan, namun saat waktu mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak bisa karena peruntukkan berubah. Demikian juga di Kepri, banyak kasus tata ruang yang semua itu akan terus dikawal REI dan dicarikan solusinya sesuai porsi wewenang pusat.

Yang ketujuh adalah pilar hukum dan regulasi properti. REI sudah mengambil peran penting dalam mengawal UU Pertanahan, UU Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), UU Rumah Susun, aturan hunian berimbang dan juga aturan kepemilikan properti bagi orang asing.

“Saya dan Pak Totok bekerja 24 jam untuk REI. Bahkan Pak Totok itu akhir pekan baru bisa pulang ke Surabaya. Kita bekerja memenuhi amanah untuk tetap melayani dan mengurusi kepentingan anggota REI di seluruh Indonesia,” tegas Eman yang mengaku minimal dua minggu sekali selalu berkomunikasi dengan seluruh Ketua DPD REI se-Indonesia untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi di daerah. (Rinaldi)