TOPIK KHUSUS

Masih Minim, KPR Sektor Informal Perlu Perhatian Lebih

Administrator | Senin, 11 April 2022 - 11:04:08 WIB | dibaca: 250 pembaca

Foto: Istimewa

Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) sejak lama sudah berjuang mengupayakan agar pekerja sektor informal bisa lebih mudah mengakses pembiayaan perumahan ke perbankan atau lembaga keuangan lain. Pekerja informal adalah warga negara yang memiliki hak sama untuk memiliki rumah.

Sesuai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ditegaskan bahwa setiap orang berhak bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Pekerja informal merupakan pekerja yang berstatus memiliki usaha sendiri atau pekerja bebas di sektor usaha dan jasa. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menyebutkan terdapat 74,04 juta jiwa atau 56,50% dari total jumlah penduduk Indonesia adalah pekerja sektor informal. Artinya, lebih dari separuh Warga Negara Indonesia (WNI) adalah pekerja informal.

Tapi sayangnya, mayoritas pekerja informal sulit memiliki rumah karena terbatasnya akses mereka untuk mendapatkan kredit perbankan atau lembaga keuangan lain. Karena tidak memiliki penghasilan tetap dan slip gaji bulanan, harapan mereka untuk memiliki rumah pun kandas.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No 18/2017 tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebenarnya dapat diandalkan untuk meraih lebih banyak pekerja informal yang ingin memiliki rumah. Bantuan BP2BT disubsidi oleh Bank Dunia melalui pemberian bantuan uang muka.

Wakil Ketua Umum DPP REI, Danny Wahid meminta adanya fokus pada fasilitas pembiayaan untuk non-fixed income (sektor informal) dengan memperbanyak kuota BP2BT. Sektor informal ini perlu mendapat perhatian lebih karena jumlahnya semakin banyak terutama selama masa pandemi.

“Diperlukan strategi untuk mendorong penyerapan dari sektor informal. Hadirnya program BP2BT diharapkan dapat memberikan bantuan kepada pekerja informal sehingga mereka bisa memiliki rumah,” tegas dia dalam Diskusi “Peluang dan Tantangan Sektor Perumahan Tahun 2022” yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera), baru-baru ini.

Menurutnya, selama ini pembiayaan perumahan khusus pekerja sektor informal belum tergarap optimal. Padahal, tidak sedikit pekerja sektor informal yang mempunyai kemampuan mencicil karena penghasilan mereka relatif besar.

Di sisi lain, pemerintah sudah memiliki program KPR bersubsidi berbasis Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan penghasilan maksimal Rp4 juta per bulan. Namun selama ini yang lebih banyak menikmati justru pekerja formal, sementara pekerja informal minim sekali.

“Saya kira sekarang saatnya pemerintah memberi perhatian lebih untuk ‘merumahkah’ pekerja sektor informal yang jumlahnya hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia,” tegas Danny.

Skema Khusus
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP REI, Ikang Fawzi. Menurut dia, kehadiran BP Tapera sejak awal 2022 sebenarnya menjadi momentum tepat untuk memperluas pasar KPR FLPP yang selama ini lebih banyak berkutat kepada ASN, TNI/Polri dan pekerja formal lain ke pekerja sektor informal.

Dia mengungkapkan, pangsa pasar sektor informal sebenarnya yang terbesar karena populasinya banyak dan mayoritas belum memiliki rumah.

“REI justru melihat sekarang data jumlah pekerja informal semakin bertambah terutama di masa pandemi karena tidak sedikit pekerja sektor formal yang di-PHK dan sekarang terpaksa bekerja di sektor informal dengan menjadi wirausaha atau pekerja lepas,” ungkap rocker era 80-an tersebut.

Oleh karena itu, terbukanya akses pembiayaan untuk sektor informal termasuk kelompok milenial selain semakin memperluas pasar juga memantapkan langkah pemerintah dalam memperkuat amanah konstitusi dalam mewujudkan rumah layak huni bagi MBR.

Data BPS mencatat pula bahwa mayoritas penduduk Indonesia saat ini atau sekitar 54% didominasi oleh generasi Z (lahir pada kurun 1997-2012) dan generasi milenial (lahir 1981-1996). Fakta lain mengungkapkan mayoritas generasi milenial ini memilih bekerja di sektor informal.

“Mayoritas generasi milenial lebih memilih bekerja tanpa terikat di perusahaan. Sebagian bahkan lebih banyak bekerja di rumah, sehingga dengan memiliki rumah yang layak huni akan meningkatkan produktivitas dan kreativitas mereka,” ujar Ikang.

Berbagai skema khusus dapat diterapkan untuk merumahkan pekerja sektor informal ini. Salah satunya, menurut Ikang, melalui kelompok komunitas atau koperasi. Pola ini sudah pernah dilakukan dan berhasil, dimana cicilan KPR-nya berjalan cukup lancar. Lewat komunitas dan koperasi koordinasi ke perbankan atau lembaga keuangan menjadi lebih mudah karena ada penjamin.

Skema lain adalah sewa-beli lewat bank dan unit usaha mikro atau koperasi di daerah untuk menjamin anggotanya mengakses kredit perumahan. Nantinya pekerja menyewa dulu rumah itu untuk jangka waktu tertentu, sebelum akhirnya menjadi hak milik.

“Supaya pekerja informal ini bisa tetap menyicil rumah, setidaknya bisa mulai dulu dengan mencicil rumah tersebut hingga lunas. Formatnya seperti melunasi cicilan motor atau handphone,” ujar Executive Director Jakarta Property Institute (JPI) Wendy Haryanto.

Cara lain adalah dengan bekerja sama dengan perbankan dan pemerintah daerah dalam menyediakan perumahan untuk komunitas, pungkasnya. (Rinaldi)

Sumber: