E-MAGAZINE

MAJALAH REI SEPTEMBER 2022

Administrator | Rabu, 19 Oktober 2022 - 10:44:17 WIB | dibaca: 380 pembaca


Assalamualaikum Wr. Wb. 
Salam sejahtera bagi kita semua 

Jika kita melihat tren riset dan survei yang dilakukan lembaga konsultasi properti dan property tech-nology (proptech) sejak awal tahun ini, sejumlah subsektor properti sudah menunjukkan tren pe-mulihan, meski belum seperti pra-pandemi. Setidaknya, sektor properti mulai ke arah perbaikan. 

Sebut saja subsektor kawasan industri yang justru mampu bertahan dan bertumbuh sejak masa pandemi hingga saat ini. Bahkan, subsektor kawasan industri menjadi best performer di sektor pro-perti dalam dua tahun terakhir ini. 

Di semester I-2022 lalu, transaksi di kawasan industri tercatat meningkat dibandingkan periode serupa tahun 2021. Dimana total penjualan sektor kawasan industri tercatat 67,25% dengan total luasan lahan yang terserap di Jabodetabek sekitar 133 hektar. Stok lahan di kawasan industri juga terus bertambah. 

Subsektor ritel di semester I-2022 juga semakin membaik didorong pelonggaran aturan pandemi berimplikasi positif terhadap dinamika aktivitas peritel. Kolaborasi digital menjadi strategi yang saat ini diterapkan para peritel untuk mendukung kegiatan belanja. 

Di subsektor residensial, permintaan terhadap rumah tapak (landed house) tetap ada bahkan menja-di andalan bagi sektor properti nasional termasuk selama masa pandemi Covid-19. Meski terbatas, namun permintaan dan harga rumah terus menunjukkan tren kenaikan secara kuartalan. 

Begitu pun, tidak semua jenis subsektor residensial sebaik rumah tapak. Pasar hunian vertikal atau apartemen termasuk yang paling terdampak selama pandemi, sehingga permintaannya masih tertahan. Meski penjualan lesu, namun pengembang tetap membangun proyek baru yang memperlihatkan optimisme pasar. 

Sejumlah lembaga riset mengungkapkan permintaan unit apartemen atau kondominium di Jakarta selama semester I-2022 masih stagnan. Hal itu diperparah dengan masih tingginya stok apartemen di pasar sehingga menekan harga jual. Penyerapan penjualan tercatat tidak jauh berbeda dibanding dua tahun terakhir selama masa pandemi.
 
Namun, optimisme pasti selalu ada. Konsultan riset properti Knight Frank Indonesia menyebut performa pasar apartemen tetap memperlihatkan tren positif. Bahkan di Asia Pasifik, permintaan aparte-men di Jakarta diprediksikan menjadi salah satu yang paling optimistis di 2022. Hal itu terlihat dari indikasi pertumbuhan ekonomi yang terjaga dan inisiatif pengembang untuk melanjutkan proyek yang tertunda. 

Ada harapan di tahun ini akan terjadi turning point (titik balik) kebangkitan subsektor residensial termasuk apartemen. Tapi tentunya, semua pemangku kepentingan (stakeholder) baik pelaku usaha dan pemerintah perlu kompak dan bersatu terus untuk menjaga arah pemulihan sektor properti ini. 

Dari sisi regulasi, kita berharap pemerintah tetap memberlakukan kebijakan yang pro-pasar dan pro-konsumen, salah satunya dengan memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) yang berakhir di akhir September 2022 nanti. Stimulus ini sudah terbukti efektif dalam membantu daya beli konsumen.
 
Pemerintah juga diharapkan membenahi sistem pengelolaan rumah susun (rusun) atau yang hing-ga kini masih belum jelas dan berpotensi besar menimbulkan banyak konflik kepentingan. Hal ini perlu dicarikan solusinya segera sehingga pasar apartemen menjadi lebih menarik. 

Berkaitan dengan rumah bersubsidi, kenaikan bahan bakar minyak (BBM) tentu membuat pengem-bang semakin berat karena biaya produksi (cost of production) barang material akan terus meningkat. Sementara harga baru subsidi yang dinanti-nanti selama tiga tahun ini tidak juga diumumkan peme-rintah. 

Ini tentu menjadi sebuah dilema. Di tengah situasi terjepit itu, tidak heran jika banyak sekali desakan dari pengembang daerah. Sebagian bahkan berniat untuk meninggalkan pembangunan rumah subsidi dan beralih ke komersial. Tidak saja karena alasan harga baru, tetapi juga karena perizinan yang semakin rumit terlebih terkait PBG dan LSD. 

Sejumlah ide juga mengemuka seperti diungkap DPD REI Aceh yang mengusulkan agar suku bunga rumah bagi MBR ada yang sebesar 7% (sedikit di atas bunga rumah subsidi sekarang sebesar 5%) namun luasan bangunannya bisa lebih besar dari rumah subsidi. Sementara harga jual diserahkan ke mekanisme pasar, namun diberi ambang batas tertinggi. 

Ide ini sangat logis dan mungkin bisa dipertimbangkan pemerintah. Masukan yang bersifat bottom up seperti ini patut direspon, sehingga daerah-daerah lain juga diharapkan ikut aktif memberikan masu-kan atau melakukan kajian internal. Kita memang harus tetap solid dan berusaha terus dengan cara-cara yang tidak biasa tetapi luarbiasa. Sekali lagi, demi menjaga arah pemulihan ini tetap on the right track. 

Tetap semangat kawan-kawan! 


Drs. Ikang Fawzi, MBA 
Pemimpin Redaksi