TOPIK UTAMA

Kejaksaan Kawal Perizinan Rumah Subsidi

Administrator | Selasa, 17 November 2020 - 16:08:58 WIB | dibaca: 670 pembaca

Sulitnya mengubah pola birokrasi perizinan di daerah tak membuat Realestat Indonesia (REI) berpangku tangan. Komitmen pada pembangunan rumah rakyat khususnya program sejuta rumah mendorong asosiasi tertua dan terbesar di indonesia itu menempuh berbagai upaya , antara lain dengan menandatangani pakta integritas dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

Dengan langkah ini maka Kejagung akan melakukan pengawalan dan pengamanan penyelenggaraan perizinan pembangunan rumah bersubsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di seluruh Indonesia sesuai aturan yang berlaku. Penandatanganan pakta integritas dilakukan Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida dan Kejaksaan Agung RI yang diwakili Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis, Idianto, di Gedung Kejagung RI Jakarta, Kamis (6/8/2020).

Turut mendampingi Totok Lusida, antara lain Sekjen DPP REI Amran Nukman HD, Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI bidang Perumahan Subsidi dan Aparatur Pemerintahan Moerod, serta Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI bidang Properti Komersial dan Hubungan Kelembagaan Raymond Arfandy.

Menurut Idianto, program perumahan bersubsidi merupakan proyek strategis nasional yang menggunakan dana negara dan diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sesuai tugas dan fungsi Kejaksaan Agung RI untuk mengawal dan mengamankan penggunaan uang negara, maka langkah pengawalan dianggap perlu untuk memastikan sampai ke tujuan yakni masyarakat berpenghasilan rendah.

“Kenapa rumah rakyat? karena di sini ada penggunaan uang negara, sehingga kita wajib mengawal proyek ini supaya bisa berjalan secara baik dan semestinya, termasuk menangkal berbagai potensi ancaman terhadap program pemerintah tersebut,” ujar dia.

Kejaksaan Agung mengaku sudah mendapatkan laporan dari pengembang khususnya REI terkait hambatan perizinan pembangunan rumah subsidi di sejumlah daerah. Misalnya ada yang sudah mengajukan izin pembangunan rumah subsidi hampir beberapa tahun tetapi izin tidak dikeluarkan. Padahal, kata Idianto, kendala perizinan seharusnya tidak terjadi, mengingat program pembangunan rumah bersubsidi bagi MBR sudah diatur dalam banyak peraturan.

Antara lain Undang-Undang No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Peraturan Pemerintah No 64 tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan MBR, Instruksi Presiden No 5 tahun 2016 tentang Pemberian Pengurangan atau Pembebasan BPHTB dan Retribusi IMB untuk Rumah MBR, termasuk Surat Edaran Kejagung RI tentang Pengamanan Pembangunan Rumah MBR.

“Aturan sudah banyak sekali supaya diberi kemudahan perizinan untuk pembangunan rumah MBR. Tetapi justru di daerah tidak dijalankan. Makanya nanti setelah ada laporan dimana saja terjadi hambatan dari REI, Kejagung akan turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan, penangkalan bahkan mungkin sanksi penindakan. Pelaksanaannya kalau tidak terjangkau dari pusat, bisa saja nanti melibatkan Kejati atau Kejari,” tegas Idianto.

Dia berharap dengan adanya pakta integritas ini semua permasalahan di lapangan yang menghambat pembangunan rumah rakyat bisa teratasi, dan pengembang dapat melakukan pembangunan dengan lebih cepat, lebih bermutu dan tentunya lebih tepat sasaran. Pakta integritas juga akan mengikat semua pihak termasuk pengembang untuk tidak menyimpang dari aturan hukum yang ada.

“Kejaksaan Agung merespon positif niat baik dan komitmen REI untuk bekerja secara benar dan tidak menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku. Saya kira ini patut diapresiasi,” kata Idianto.

Perizinan Cepat
Totok Lusida pun menyampaikan respek terhadap inisiatif Kejagung RI sebagai pengawal penegak hukum di Tanah Air untuk mengawal proses perizinan di sektor properti khususnya perumahan subsidi untuk MBR. Diakui masalah perizinan masih menjadi hambatan utama yang terjadi di hampir semua daerah. Lama waktu pengurusan perizinan dari awal hingga selesai rata-rata bisa mencapai dua tahun.

Ditambahkan, selama ini hampir 90% (pembangunan rumah MBR) pasti menghadapi kendala, bahkan kadang alasan yang disampaikan aneh dan tidak masuk akal. Padahal PP 64 tahun 2016 yang menegaskan pemberian kemudahan perizinan untuk rumah MBR sudah empat tahun berjalan, namun hampir tidak ada daerah yang menerapkannya.

Demikian juga dengan instruksi presiden yang telah menurunkan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), tetapi sudah empat tahun berlaku masih minim sekali daerah yang melakukannya.

Menurut Totok, mungkin ini untuk pertama kalinya di Indonesia ada bidang usaha yang khusus dikawal supaya tidak ada terjadi tindak pidana. Namun di sisi lain, pengawalan ini juga menuntut pengembang anggota REI agar menerapkan prosedur yang benar, dan tidak melakukan cara-cara yang melanggar hukum.

Dengan adanya pengawalan dari Kejaksaan Agung ini, proses perizinan untuk pembangunan rumah MBR diharapkan lebih cepat dari yang selama ini terjadi.

Merujuk proses perizinan rumah subsidi di Kalimantan Barat yang dikawal Kejaksaan setempat, Totok berharap perizinan rumah MBR dapat selesai dalam waktu 10 hari.

Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI bidang Perumahan Subsidi dan Aparatur Pemerintahan Moerod mengatakan dengan pakta integritas tersebut pengembang anggota REI berkomitmen untuk bekerja dengan baik termasuk dalam pengurusan perizinan akan mengikuti prosedur yang ditentukan pemerintah dan tidak tergoda untuk menggunakan cara-cara lama seperti komitmen-komitmen di bawah meja.

“Ini membuktikan pengembang anggota REI ingin berubah menjadi lebih baik, sehingga REI bekerjasama dengan Kejagung untuk dibantu pengawalan dalam mengurus perizinan perumahan khususnya rumah subsidi,” kata dia.

Menurut Moerod, PP 64/2016 sudah diterbitkan sejak empat tahun lalu, namun implementasinya mandek salah satunya akibat semangat otonomi daerah yang kebablasan. Padahal, kebijakan daerah sepatutnya sejalan dengan aturan pemerintah pusat karena negara menganut prinsip negara kesatuan.

Selain bekerjasama dengan Kejagung RI untuk mengawal pengurusan perizinan hingga tingkat daerah, REI juga akan terus berkoordinasi dengan instansi dan kementerian terkait seperti Kemendagri, ATR/BPN, PUPR dan sebagainya.

REI menargetkan pengawalan perizinan ini bisa dapat segera dilakukan, paling lama pada September 2020. Saat ini persiapan sedang dilakukan, termasuk sosialisasi dan menampung masukan-masukan dari DPD REI se-Indonesia.

Selain tim Kejagung, koordinasi juga dilakukan dengan lima kementerian yakni Kemendagri, Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Perhubungan. Di samping itu, koordinasi dengan instansi yakni Ditjen Pajak Kemenkeu. (Rinaldi/Teti)
 
Sumber: