TOPIK UTAMA

Ketua Umum DPP REI-Paulus Totok Lusida

Jangan Khianati Semangat UUCK!

Administrator | Jumat, 15 Januari 2021 - 08:58:36 WIB | dibaca: 670 pembaca

Ketua Umum DPP REI, Paulus Totok Lusida

Secara umum apakah UUCK sudah sesuai dengan harapan REI?
Kalau sesuai harapan tentu saja belum. Masih banyak usulan yang disampaikan REI bersama-sama dengan Kadin dan Apindo di dalam satu ‘perahu’ yang belum diakomidir dalam UUCK. Misalnya soal aturan rumah susun (rusun) atau hunian berimbang yang sebetulnya kami banyak harapan disitu.

Begitu pun, kami tetap menyambut gembira semangat UUCK untuk memberikan kemudahan berinvestasi, dan selanjutnya REI bersama Kadin dan Apindo akan sama-sama fokus mengawal petunjuk pelaksanaa (Juklak)- nya apakah itu Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri (Permen). Kami berharap di tingkat juklak nanti akan lebih konkrit dan jelas, dimana keseimbangan antara end user dan pelaku usaha haruslah diposisikan secara sejajar. Tidak boleh ada ketimpangan perlakuan, sehingga memenuhi azas keadilan sebagai warga negara.

Oleh sebab itu, REI mendorong supaya penyusunan aturan pelaksanaanya nanti pemerintah tetap mengedepankan komunikasi dengan seluruh stakeholder agar juklak yang dihasilkan dapat efektif dan optimal.

Selain itu, juklak tersebut nantinya jangan sampai mengkhianati semangat utama UUCK seperti yang diharapkan Presiden Joko Widodo yakni kemudahan dan kenyamanan berinvestasi termasuk di industri properti.

Terkait penyediaan rumah MBR, UUCK menyebutkan keberadaan badan penyelenggara percepatan pembangunan (BP3). Apa nanti tidak tumpang tindih dengan lembaga lain yang sudah ada?
Kami sejujurnya belum tahu badan ini nanti koordinasinya di bawah siapa, juklaknya bagaimana dan siapa saja yang akan terlibat di dalamnya. Badan ini memang masih kabur dan butuh informasi yang lebih jelas lagi.

Tetapi intinya begini, menurut saya semua aplikator dalam program penyediaan rumah rakyat ini perlu dilibatkan, kalau tidak maka birokrasi akan seperti masuk ruang gelap. Bahkan lebih parah lagi bisa tersesat di ruang yang terang.

Ayolah kita bersama-sama bekerjasama untuk membangun negara ini, apakah birokrat, perbankan, pengembang swasta dan stakeholder lainnya. Karena industri properti ini khususnya perumahan memiliki efek domino yang besar, dan pajak yang disetor sektor ini juga tidak kecil. Niat kita semua sama, maka mari bergandengan tangan menuntaskan angka backlog perumahan yang masih tinggi ini.

REI siap dilibatkan dalam mendukung BP3 ini, dan saya yakin kalau asosiasi dilibatkan maka akselerasinya pasti bisa lebih cepat.

Aturan hunian berimbang secara umum tidak banyak berubah, namun diperbolehkan tidak di satu hamparan, dan yang menarik kewajban itu dapat diganti dengan membangun rusun atau menggantinya dengan dana. Komentar REI?
Itu nanti tergantung dari kebijakan masing-masing daerah. Kalau misalnya diminta dibangunkan rusunami di tanah milik Pemda ya pengembang wajib bangunkan. Di Jakarta kan sudah pernah dilakukan pola ini di Pulo Gebang kalau saya tidak salah. Atau ada yang minta diganti dana senilai kewajiban hunian berimbang pengembang tersebut, ya tidak masalah.

Tapi nanti teknisnya kami akan kawal di tingkat peraturan pelaksananya. Yang jelas kami sebagai pelaku usaha akan siap bekerjasama membantu program-program pemerintah di bidang perumahan.

Selain itu, saya berharap bagaimana supaya hunian berimbang ini dapat dikerjasamakan dengan pengembang-pengembang kecil di daerah, sehingga tidak ada kesenjangan dengan pengembang besar.

Mengenai batasan waktu untuk pengesahan dan digitalisasi RDTR di semua daerah, apa sikap REI?
Tentu kami sangat mendukung sekali, sehingga penerapan Online Single Submission atau OSS benar-benar dapat berlaku serentak di seluruh Indonesia.

Kalau ini dapat didorong dengan UUCK cukup bagus, karena kalau tidak menerapkan standar OSS maka daerah itu sendiri yang rugi. Jadi standar pelayanan dan waktu proses perizinan akan sama di seluruh Indonesia.

Terakhir, soal pembentukan bank tanah yang diatur UUCK, apa harapan REI?
Justru kami mengharapkan bank tanah ini benar-benar hanya dimanfaatkan untuk pengadaan tanah bagi fasilitas infrastruktur penunjang kawasan permukiman dan juga lahan pembangunan rumah MBR.

Polanya dapat dikerjasamakan dengan swasta misalnya lewat sistem KPBU, atau ganti rugi tetapi dengan harga di bawah NJOP. Lebih baik konkritnya bank tanah ini dipergunakan untuk perumahan MBR. Kalau pengembang yang mau bangun apartemen atau mall misalnya, biarkan lewat mekanisme pasar saja. (Rinaldi)
 
Sumber: