TOPIK UTAMA

Instruksi Untuk Daerah, Segera Terbitkan Perda PBG!

Administrator | Rabu, 23 Maret 2022 - 11:30:32 WIB | dibaca: 293 pembaca

Foto: Istimewa

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menginstruksikan semua pemerintah daerah untuk segera membuat Peraturan Daerah (Perda) terkait pemungutan retribusi penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Langkah itu untuk merespons keluhan pengembang yang kesulitan melakukan pembangunan properti.

Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro menegaskan hal tersebut saat menjadi narasumber sesi talkshow pada Rapat Kerja Nasional Realestat Indonesia (Rakernas REI) 2021 di Ciputra Artpreneur, Senin (20/12/2021).

Disebutkannya, perda dibutuhkan sebagai dasar bagi pemerintah daerah untuk memungut retribusi dari penerbitan PBG yang merupakan pengganti dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Suhajar menjelaskan, perubahan nomenklatur dari IMB menjadi PBG merupakan respons atas terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Maka pilihan kebijakannya bagi kawan-kawan daerah adalah segera merubah Perdanya supaya segera bisa memungut kembali retribusi IMB tersebut yang sekarang namanya PBG. Karena daerah khawatir uang (retribusi) tak masuk,” ungkap dia.

Kemendagri menegaskan kembali bahwa pelayanan tidak bisa ditunda, sehingga pengurusan perizinan harus tetap dilayani. Sejauh ini, kata Suhajar, karena tidak ada aturan retribusi, maka penerbitan PBG bisa dilakukan pemerintah daerah. Tetapi daerah juga tidak mendapatkan (pemasukan) pajak, karena tidak ada perda sebagai aturan penerbitan PBG.

Dalam talkshow bertajuk “Mengatasi Kendala Proses Perizinan OSS” itu, Suhajar menuturkan keberadaan perda yang membolehkan pemerintah daerah memungut retribusi PBG mutlak dibutuhkan dan perlu segera dipenuhi. Sebab, apabila pungutan retribusi itu tidak memiliki dasar hukum, maka kepala daerah akan dapat dikenakan sanksi.

Suhajar juga menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Cipta Kerja yang ditetapkan inkonstitusional bersyarat tidak membatalkan pasal-pasal di dalamnya, sehingga tetap berlaku dan dapat dilaksanakan.

“Kami sedang menyiapkan draf akhir Instruksi Mendagri kepada seluruh gubernur dan bupati, yang intinya kira-kira yang saya sampaikan tadi sesuai dengan arahan Presiden RI bahwa seluruh kegiatan-kegiatan yang telah berjalan termasuk tentang PBG tetap harus dijalani dan diteruskan. Karena UU Cipta Kerja yang digugat di MK dan telah diputuskan itu tidak satu pun membatalkan pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja itu,” papar Suhajar.

Dia berharap pemerintah daerah dan DPRD dapat bekerja sama untuk merampungkan payung hukum pungutan atas retribusi PBG tersebut secepatnya sehingga pelayanan kepada masyarakat dan pelaku usaha tidak terganggu.

“Kami memberikan apresiasi kepada kawan-kawan daerah yang saat ini telah menyelesaikan Perda-nya,” pungkasnya.

Sinkronisasi OSS
Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian juga telah menyiapkan berbagai solusi dan evaluasi regulasi terhadap Lampiran I dan II PP 5/2021 dan Substansi Permen/Perban tentang Standar Kegiatan usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor.

Kemenko misalnya sudah melakukan koordinasi terkait terhadap perluasan lingkup Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).

“Kami juga mencoba untuk mengintegrasi dan sinkronisasi sistem Online Single Submission (OSS) dengan platform layanan terkait untuk menciptakan perizinan yang lebih terpadu, efisien, dan efektif,” ungkap Wahyu Utomo, Asisten Deputi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, di dalam diskusi yang sama.

Kemenko meyakinkan pengembang kalau pemerintah sudah menerbitkan SE Mendagri No.11/5976/SJ pada Oktober 2021 yang di dalamnya menyampaikan mengenai penyelenggaran layanan PBG dan retribusi PBG.

“Koordinasi lanjutan antara K/L dengan daerah dalam penyusunan regulasi dan integrasi sistem agar pelaksanaan teknis dapat berjalan di daerah,” jelas Wahyu.

Solusi-solusi ini diterbitkan Kemenko Perekonomian karena terjadi beberapa kendala, terkait belum rampungnya regulasi yang mengatur penyelenggaraan sistem OSS. Tidak hanya itu, kurang lengkapnya substansi ruang lingkup KBLI khususnya di sektor realestat juga menjadi kendala.

“Kesiapan pemerintah daerah dalam menyusun regulasi yang diperlukan untuk mendukung perizinan berbasis OSS RBA, antara lain penyelenggaraan PBG dan juga batasan dalam penerapan diskresi oleh daerah juga menjadi momok bagi pengembang terutama dalam situasi pandemi,” tuturnya.

Pada kuartal IV 2021, pemerintah melakukan beragam upaya dalam mengatasi kendala perizinan di sektor realestat. Secara rinci, pada 14 September 2021 pemerintah melakukan diskusi awal mencari bottle neck pelaksanaan perizinan bidang properti.

Pada pertemuan tersebut, yang menjadi highlight adalah pemetaan kendala perizinan properti secara umum dan juga tindak lanjutnya, termasuk simulasi perizinan properti berbasis studi kasus.

Pada waktu itu, Kemenko Perekonomian juga mengeluarkan Surat Sekretaris Menko Perekonomian perihal Pelaksanaan Penyesuaian Nomenklatur dan Tarif Perizinan Berusaha di Daerah.

Pada 22 September 2021, pemerintah melakukan tindak lanjut, yakni koordinasi debottlenecking dan pelaksanaan simulasi perizinan di bidang properti. Dalam pertemuan ini, dilakukan simulasi perizinan dengan menggunakan OSS, Gistaru, SIMBG, yang ditindaklanjuti dengan mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera mengeluarkan SE terkait retribusi PBG dan pemetaan mendetail terkait lingkup KBLI properti.

Terakhir, pada 21 Oktober 2021, SE Mendagri terbit tentang Percepatan Penyusunan Regulasi Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, Penyelenggaraan Layanan PBG dan Retribusi PBG, serta Retribusi TKA. (Teti Purwanti)
 
 
Sumber: