Peluang

Indonesia Miliki Potensi Besar Pengembangan Senior Living

Administrator | Selasa, 27 Oktober 2020 - 14:10:46 WIB | dibaca: 1156 pembaca

Foto: Istimewa

Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tengah menyusun strategi nasional kelanjutusiaan guna mengantisipasi puncak populasi orang tua di Indonesia pada 2045.

Berdasarkan data Bappenas, pada 2045 jumlah orang tua lanjut usia (lansia) di atas 65 tahun di Indonesia akan mencapai 25 juta orang. Angka tersebut, menurut Meiko Handoyo, Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) bidang Senior Living, menjadi sebuah peluang bagi industri properti melalui pengembangan senior living (hunian khusus lansia).

Dia menyebutkan, istilah senior living selama ini di Indonesia menjadi salah kaprah karena dianggap orang tua yang tinggal di senior living seperti dibuang anak-anaknya ke panti jompo. Padahal tidak seperti itu, karena di senior living seluruh kebutuhan, keamanan dan kenyamanan lansia justru terjaga dengan lebih baik.

“Senior living saat ini bukan hanya perkara fisik saja dan sebenarnya potensinya sangat besar di Indonesia apalagi dengan generasi yang berubah,” ungkap Meiko kepada Majalah RealEstat, baru-baru ini.

Ke depan, Meiko berharap pengembang bisa mengubah fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang selama ini harus disediakan oleh pengembang di sebuah senior living. Jika selama ini yang disediakan mungkin hanya fasilitas kesehatan atau area untuk berkumpul, maka REI tengah mendorong agar fasum dan fasos tersebut bisa diubah menjadi senior club.

Ditambahkan, saat ini masih dilakukan tahap sosialisasi, apalagi ke depan Generasi-X akan memasuki masa tua dan pola kehidupan Generasi-X pada masa tua akan berbeda dari generasi sebelumnya.

Sayangnya, untuk bisa menciptakan tren ini biaya yang dibutuhkan memang cukup besar dan itu membutuhkan dukungan pemerintah. Menurut Meiko, Singapura saat ini lebih berkembang dan maju termasuk dalam mengurus lansia karena didukung penuh oleh pemerintah. Indonesia perlu berbenah termasuk pentingnya memberikan dukungan optimal pada pelayanan lansia.

“Pandemi juga membuka mata kita semua bahwa orang tua butuh tempat tinggal yang lebih ramah dan steril bagi kesehatan mereka, karena kelompok tua tidak bisa disamakan dengan kelompok dengan usia yang lebih muda,” ungkap Meiko yang juga menjabat Wakil Presiden FIABCI Indonesia itu.

REI berpendapat hal ini bisa jadi potensi namun harus tetap dipecahkan bagaimana prosesnya, karena tentu saja lansia ini bukan hanya mereka dengan kondisi ekonomi yang baik, namun juga kelas menengah ke bawah. Sehingga kehadiran pemerintah atau negara sangat dibutuhkan. Potensi besar pasar senior living memang bukan tanpa dasar.

Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian PPN/Bappenas, Maliki Achmad mengungkapkan pertumbuhan lansia di Indonesia yaitu orang yang berumur di atas 65 tahun setidaknya bertambah sebanyak satu juta orang setiap tahunnya.

“Puncaknya di Indonesia pada 2030 hingga 2034,” ungkap Maliki dalam sebuah acara webinar di Jakarta, baru-baru ini. Dengan jumlah yang cukup besar itu, ungkap dia, ke depan kelompok lansia bukan hanya akan mendorong pertumbuhan industri kesehatan nasional namun juga industri lainnya termasuk properti. Apalagi di masa mendatang orang tua ingin ikut dalam simpul ekonomi yang disebut sebagai ‘silver’ ekonomi.

“Kita masih punya sedikit waktu sama seperti Vietnam, semoga bisa menyusul negara-negara Skandinavian yang sudah lebih maju dalam pelayanan bagi lansia,” ujar Maliki.

Dengan meningkatnya urbanisasi, kini banyak orang tua tidak lagi tinggal bersama anakanak. Bappenas menyebutkan tren adanya 60% lansia tinggal dengan pasangan, dengan rincian sebanyak 24% laki-laki dan perempuan sebanyak 22%. Selain itu, ada 13,4% perempuan lansia yang tinggal sendirian (tanpa pasangan).

Sehingga potensi ini sangat besar untuk diambil oleh industri senior living. Apalagi secara tingkatan ekonomi, banyak lansia yang tinggal sendiri di kota besar di Jawa adalah mereka dengan tingkat ekonomi menengah dan menengah atas.

Stimulus Pemerintah
Ketua DPD REI DKI Jakarta, Arvin Iskandar menyebutkan di Jakarta saja lansia yang terlantar cukup besar. Oleh karena itu, pihaknya memiliki pipeline untuk menyediakan shelter bagi lansia yang kurang mampu.

Saat ini REI DKI terus membahas hal tersebut termasuk berharap pemerintah bisa ikut berkontribusi dan mendukung dengan subsidi atau stimulus kemudahan lainnya.

Sebelumnya, Rusmin Lawin, Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Hubungan Luar Negeri mengatakan mengembangkan senior living di Indonesia adalah kesempatan yang sangat bagus, karena meski hanya ada 8% lansia, namun jumlah tersebut setara jumlah penduduk Singapura dan Jepang.

“Pasar senior living Indonesia itu terbesar setelah Jepang dan belum banyak yang mengembangkan subsektor ini,” ungkap Rusmin dalam sebuah acara, baru-baru ini.

Peluang ini, kata dia, sejalan dengan rencana pemerintah dalam mengembangkan 10 “Bali Baru”. Dengan begitu, pemerintah hanya tinggal menambahkan infrastruktur kesehatan dan jika berhasil tentu bukan hanya lansia warga Indonesia yang tertarik tetapi juga lansia dari luar negeri.

“Indonesia juga punya banyak kaum urban yang pasti jarang ketemu dengan orang tuanya, padahal orang tua kita butuh teman bicara. Nah senior living ini sangat membantu membuat orang tua nyaman hidupnya namun tetap memiliki komunitas sendiri,” jelas Rusmin.

Saat ini, pangsa pasar panti jompo menyasar pada kelas menengah atas. Namun, dia memperkirakan tidak menutup kemungkinan akan menyentuh kelas menengah atau bahkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Menurut Rusmin, Bandung dan Bogor (Puncak) menjadi daerah atau kawasan yang potensial untuk pengembangan senior living karena lokasinya tidak jauh dengan Jakarta dan udaranya masih relatif bersih.

Sylwin Angdrew, Head of Business Development Angeing Asia Alliance, salah satu perusahaan yang mengembangkan hunian untuk lansia di beberapa negara di Asia berpendapat penduduk Indonesia sangat heterogen, sehingga pengembang yang membangun senior living harus lebih jeli dalam membuat konsep pengembangan. Dia mencontohkan, lansia di Jakarta tentu berbeda dengan lansia yang ada di Bali.

“Untuk Indonesia kami kira tidak bisa disebutkan satu konsep akan berhasil bagi semua senior living, namun harus perhatikan demografi dan pasar di masing-masing daerah,” jelas Sylwin.

Meski begitu, Sylwin sangat bahagia menyambut Indonesia yang sudah mulai memerhatikan industri senior living ini. (Teti Purwanti)
 
Sumber: