ISU PASAR

Survei Bank Indonesia

Harga Residensial Mulai Bergerak Naik

Administrator | Rabu, 10 Agustus 2022 - 10:17:10 WIB | dibaca: 244 pembaca

Harga properti residensial di pasar primer secara tahunan tumbuh di Kuartal IV-2021, menurut survei Bank Indonesia (BI). Dari sisi penjualan, hasil survei mengindikasikan adanya perbaikan penjualan properti residensial di akhir tahun lalu.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengungkapkan berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR), pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) kuartal IV-2021 tercatat 1,47% (year on year/yoy).

“Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya sebesar 1,41% (yoy),” papar dia dalam laporan survei, baru-baru ini.

Sementara harga properti residensial primer di kuartal I-2022 diperkirakan akan tumbuh lebih terbatas sebesar 1,29% (yoy).

Menurutnya, dari sisi penjualan, hasil survei mengindikasikan perbaikan kontraksi penjualan properti residensial di pasar primer pada kuartal IV-2021. Hal ini tercermin dari penjualan properti residensial yang terkontraksi 11,60% (yoy) pada kuartal IV-2021 atau lebih rendah dari kontraksi 15,19% (yoy) pada kuartal sebelumnya. Kenaikan IHPR terutama bersumber dari kenaikan harga pada tipe menengah yang tumbuh 1,48% (yoy), lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 1,39%. Lalu untuk rumah tipe besar juga mengalami kenaikan tipis 0,93% (yoy) atau lebih tinggi dari 0,80% (yoy) pada kuartal sebelumnya.

“Sementara rumah tipe kecil tumbuh relatif stabil pada kisaran 1,99% (yoy),” ungkap survei tersebut.

Secara spasial, pertumbuhan IHPR tertinggi terjadi di Kota Manado sebesar 7,34% (yoy). Kemudian diikuti oleh Bandung sebesar 2,19% (yoy) dan Bandar Lampung sebesar 1,75% (yoy).

Secara kuartalan, IHPR pada kuartal IV-2021 tercatat tumbuh terbatas sebesar 0,29% (quartal to quartal/qtq), atau lebih rendah dibandingkan 0,34% (qtq) pada kuartal III-2021.

Tertahannya kenaikan harga properti residensial secara kuartalan disebabkan oleh perlambatan kenaikan harga rumah tipe kecil yang tumbuh sebesar 0,17% (qtq), atau lebih rendah dari 0,50% (qtq) pada kuartal III-2021.

“Penurunan pertumbuhan ditengarai karena adanya upaya developer untuk menghabiskan rumah ready stock di mayoritas kota dan masih berlakunya insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sehingga menahan kenaikan harga,” ungkap Erwin.

Berdasarkan sumber pembiayaan, hasil survei Bank Indonesia menyebutkan bahwa pengembang masih mengandalkan pembiayaan yang berasal dari nonperbankan untuk pembangunan properti residensial.

Di kuartal IV-2021, sebesar 63,33% dari total kebutuhan modal pembangunan proyek perumahan berasal dari dana internal.

Dari sisi konsumen, kata Erwin, pembiayaan perbankan dengan fasilitas KPR masih menjadi pilihan utama konsumen dalam pembelian properti residensial dengan pangsa mencapai 75,65% dari total pembiayaan.

Minati Rumah Tapak
Riset konsultan properti Cushman & Wakefield Indonesia juga memperlihatkan tren positif di pasar residensial khususnya rumah tapak (landed house) di akhir tahun lalu.

Diungkapkan, pada semester II-2021 transaksi rumah tapak rata-rata mengalami kenaikan mencapai 7,6% secara semesteran.

“Nilai rata-rata dari penjualan yang dibukukan juga masih tumbuh sebesar 16% menjadi Rp42 miliar per bulan per perumahan atau perusahaan pengembang,” jelas Arief Rahardjo, Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia dalam laporan risetnya, baru-baru ini.

Indikator positif ini, kata dia, membuat pengembang tetap confident dan memperbanyak mengeluarkan produk rumah tapak baru.

Menurut Arief, kondisi ini mengindikasikan jika penerapan PPKM pada periode semester kedua tahun lalu belum berdampak siginfikan pada transaksi properti pada periode tersebut. Hal itu berbeda saat penerapan PSBB di mana banyak pengembang berupaya mencari strategi tepat untuk tetap bisa membukukan penjualan. Sementara masyarakat juga wait and see di saat itu.

Masih baiknya transaksi rumah tapak saat penerapan PPKM tidak terlepas pula dari berbagai insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong sektor ini tetap bergerak. Insentif pembebasan pajak pertambahan nilai di tanggung pemerintah (PPN DTP) menjadi stimulus yang sangat positif untuk sektor properti.
 
Sementara untuk lokasinya, Arief menyebutkan Tangerang masih menjadi sub-market yang paling aktif dibandingkan wilayah Jabodetabek lainnya.

Di Tangerang Raya, tingkat serapan atau penjualan mencapai 40,7 unit per bulan per perumahan. Bandingkan dengan wilayah Bogor dan Depok yang mencatatkan rata-rata penjualan 20,8 unit per bulan per perumahan.

Arief menambahkan, unit rumah tapak yang ditransaksikan selama semester II-2021 sebagian besar diserap oleh pembeli pertama atau end user, dengan 78% dari total transaksi.

Sedangkan untuk harga, segmen menengah dan menengah bawah masih menjadi segmen yang paling diincar, dengan pangsa pasar masing-masing 33,3% dan 23,3%, terutama yang menyasar keluarga muda dan lajang pencari rumah pertama. (Rinaldi)


Sumber: