TOPIK KHUSUS

Gerak Cepat REI “Selamatkan” BTN Syariah

Administrator | Selasa, 01 November 2022 - 09:41:11 WIB | dibaca: 260 pembaca

Foto: Istimewa

Sebelum isu rencana penggabungan atau akuisisi BTN Syariah oleh Bank Syariah Indonesia (BSI) ramai menyeruak, Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) sudah sejak awal tegas meminta Bank BTN sebagai bank yang fokus dalam penyediaan pembiayaan di sektor perumahan tetap dipertahankan.
 
Ketua Umum DPP REI, Paulus Totok Lusida menegaskan bahwa Unit Usaha Syariah (UUS) Bank BTN atau lebih dikenal sebagai BTN Syariah sudah berkontribusi sangat besar untuk pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) syariah bersubsidi rata-rata sebesar 17 persen per tahun. 

“REI berharap agar pemerintah tetap mempertahankan BTN Syariah, bahkan lebih diperkuat. Karena UUS BTN ini sudah berkontribusi relatif besar terkait pembiayaan hunian rakyat di Tanah Air,” pinta Totok langsung kepada Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin saat bertemu, Selasa (24/5/2022) seperti dikutip dari Industriproperti.com. 

Data mengungkapkan dalam kurun waktu 2016-2021, BTN Syariah telah menyalurkan KPR sebanyak 168.000 unit senilai Rp26,03 triliun. Dengan rincian sebanyak 135.000 unit KPR subsidi dan 32.000 unit KPR non-subsidi setara Rp 9,23 triliun. 

Pertumbuhan KPR BTN Syariah juga pun terus melonjak dengan rata-rata kenaikan 26,21 persen per tahun dan 9,70 persen per tahun untuk KPR non-subsidi 
Lebih lanjut, Totok ketika itu juga berharap agar target program pembangunan rumah terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak terganggu dengan adanya rencana pengga-bungan BTN Syariah ke BSI. 

Hal itu penting agar tidak terjadi stuck atau penurunan suplai perumahan, mengingat bisnis properti memiliki domino efek sangat besar kepada 104 industri lain dan 350 UMKM yang berkaitan dengan properti. 

“Perlu dijaga situasi agar sektor properti dan perumahan tetap kondusif, sehingga tidak menganggu perekonomian secara luas,” ungkap Totok. 

Wakil Sekretaris Jenderal DPP REI bidang Perbankan Syariah, Royzani Syachril menambahkan bahwa mayoritas pengembang menolak penggabungan BTN Syariah ke BSI. Alasannya karena belum ada jaminan BSI bisa meng-handle KPR syariah yang selama ini menjadi keahlian BTN Syariah.

“Maka lebih baik tidak usah digabung dahulu. Kita masih butuh perbankan yang memang fokus pada pembiayaan peruma-han berbasis syariah karena banyak MBR masih memerlukan keberadaan BTN Syariah,” tegasnya. 

Royzani menilai BSI masih belum bisa menjalankan KPR syariah terutama di dae-rah. Apalagi penyatuan tiga bank syariah menjadi BSI juga belum tuntas dan masih membutuhkan waktu penyesuaian hingga BSI bisa benar-benar menemukan fokus bi-dang atau keahliannya. 

Dikatakan, apabila BTN Syariah buru-buru digabung ke BSI maka akan me-nimbulkan perlambatan penyerapan KPR terutama untuk rumah bersubsidi dan dampaknya semakin memperlebar backlog hunian di Indonesia. 

Pasalnya, menurut Royzani, di lapangan selama ini BSI belum cukup mampu be-kerjasama dengan pengembang. Padahal BRI Syariah dan BNI syariah yang sudah bergabung ke BSI sebelumnya cukup baik dalam menangani KPR syariah. 

“Di daerah, masyarakat juga masih kesulitan untuk mendapatkan KPR syariah dari BSI. Yang dilayani baru sebatas karyawan swasta, sementara wiraswasta tidak dilayani. Sementara di Indonesia, mayoritas yang belum memiliki hunian adalah wiraswasta,” ungkap Royzani. 

Dia berpendapat, sebagai bank BUMN seharusnya BSI memberikan layanan kepada semua masyarakat Indonesia, baik yang fix income maupun non-fix income. 

Kendala di Aceh 
Pengembang di Aceh paling merasakan keberadaan dan konstribusi BTN Syariah di daerah itu dalam melayani masyarakat yang ingin memiliki rumah.
 
Ketua DPD REI Aceh, Muhammad Noval mengatakan penggabungan BTN Syariah sebagai UUS Bank BTN ke BSI diperkirakan dipastikan akan mengancam program peru-mahan untuk MBR di Provinsi Aceh. 

“Sekarang ini sudah tidak ada bank konvensional yang beroperasi di Aceh, sehingga hilangnya BTN Syariah berarti menjadi ‘kiamat’ bagi masyarakat dan pelaku usaha khususnya di sektor perumahan,” kata Noval dalam siaran persnya. 

Seperti diketahui, pemberlakuan Qanun (Perda) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah membuat se-mua bank konvensional menutup opera-sionalnya di Aceh. Hal ini menyebabkan tidak ada alternatif pembiayaan lain untuk pembiayaan KPR dan kredit konstruksi bagi pengembang. 

“Saat ini pembiayaan kredit properti di Aceh masih didominasi oleh BTN Syariah. Kemudahan itu belum kami peroleh dari bank syariah lain termasuk BSI,” tegasnya. 

Saat ini BTN Syariah masih menyalurkan lebih dari 90 persen KPR di Aceh. Hal ini berbanding terbalik dengan BSI yang masih relatif penyaluran KPR-nya karena terhambat aturan ketat. 

Oleh karena itu, Noval berharap pemerintah lewat Kementerian BUMN mempertimbangkan ulang rencana peng-gabungan tersebut. Sebab, rencana itu akan berdampak kepada naiknya kolektibilitas pinjaman developer di perbankan dan menghambat pergerakan bisnis properti di Aceh ke depan. (Rinaldi/Teti)


Sumber: