ASPIRASI DAERAH

Dua Masalah Ini Jadi Kendala Pengembang NTB

Administrator | Kamis, 05 November 2020 - 13:35:05 WIB | dibaca: 355 pembaca

Berbeda dengan banyak pengembang lain di Indonesia, dampak pandemi Covid-19 tidak terlalu dirasakan oleh pengembang di Nusa Tenggara Barat (NTB). Ekonomi masyarakat tetap menggeliat, termasuk minat konsumen untuk membeli rumah.

Hal tersebut diungkapkan Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) NTB, Heri Susanto kepada Majalah RealEstat, baru-baru ini.

“Isu coronavirus yang berdampak luas di berbagai daerah tidak begitu terasa di NTB, apalagi untuk segmen rumah subsidi, permintaannya cukup tinggi,” kata Heri.

Namun sayangnya, pengembang rumah subsidi di provinsi tersebut justru harus menghadapi dua masalah besar yang sangat menganggu dari sisi pasokan maupun permintaan.

Pertama, terkait kuota FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang terbatas. Kedua, masalah sistem verifikasi dan prosedur di Bank BTN sebagai bank penyalur kredit perumahan terbesar di Indonesia yang semakin sulit.

Mengenai kuota FLPP, menurut Heri, meski pemerintah sudah memastikan adanya tambahan kuota untuk skema Subsidi Selisih Bunga (SSB) namun kemungkinan baru dapat cair pada akhir Juni. Sementara dalam tiga bulan terakhir ini akad kredit sangat minim sekali sehingga cukup menganggu cashflow pengembang. Selain itu, banyak konsumen yang sudah membeli tertunda untuk akad kreditnya.

Kendala kedua adalah mengenai kebijakan di BTN yang terkesan semakin ketat. REI NTB berharap bank khusus perumahan itu dapat kembali ke sistem awal terutama menyangkut persetujuan kredit sehingga industri properti yang selama ini turut menopang BTN dapat kembali bangkit.

Menurut Heri, saat ini jika ada masalah dalam pengurusan kredit bagi pengembang di kawasan Indonesia Timur diharuskan berurusan ke Surabaya.

“Aturan baru ini sungguh memperlambat terutama di daerah. Bahkan sekarang kami tidak tahu apa guna ada kepala cabang di daerah,” keluh Heri.

Dengan kondisi tersebut, REI NTB memproyeksikan capaian pembangunan rumah subsidi tahun ini di daerah itu bakal jauh dari realisasi pada 2019 sebanyak 3.000 unit. Hingga Mei 2020, realisasi pembangunan baru sekitar 400 unit.

Beralih ke BPD
Dampaknya, ungkap Heri, saat ini banyak pengembang di NTB yang beralih ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTB. Namun sayangnya, kuota BPD sangat terbatas. BPD juga lebih sulit untuk mengajukan tambahan kuota, meski mereka menyatakan masih sanggup menyalurkan jika ditambah 1.000 unit lagi.

Menurut Heri, soal kuota FLPP dirinya sejak awal sudah memprediksi akan kehabisan kuota bahkan sebelum semester I 2020 selesai. Hal itu pula yang membuatnya sulit membuat target pembangunan apalagi di awal tahun belum jelas pembagian jumlah kuota rumah subsidi bagi NTB.

Selama ini, dia katakan, alokasi atau kuota rumah subsidi tidak pernah di bagi ke masing-masing daerah. Melainkan secara gelondongan untuk semua provinsi di Indonesia. Oleh sebab itu, sejak awal Heri sudah mengimbau masyarakat terutama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang ingin mengajukan KPR subsidi untuk segera mengajukan.

“Dari awal tahun kami sudah imbau masyarakat yang ingin mengajukan subsidi KPR untuk segera mengajukan, sebelum kuota NTB tersedot ke daerah lain yang kuotanya sudah habis duluan,” sebut Heri.

REI NTB berharap Bank BTN mau berpikir konstruktif apalagi sistem yang baru ini sedari awal pernah dicoba dan gagal.

“Harapan kami ya BTN mengkaji ulang dan mencoba diskusi dengan pengembang mengenai hal ini sehingga mendapatkan jalan tengah yang produktif bagi kedua belah pihak. Bagaimana pun pengembang selama ini adalah mitra setia BTN,” ujar Heri. 

Tahun ini harga harga rumah subsidi 2020 di NTB sebesar Rp168 juta per unit, namun dari sebelumnya Rp158 juta di tahun 2019. Meski ada kenaikan harga, namun diakui Heri daya beli masyarakat tidak ada masalah, apalagi secara makro ekonomi NTB masih cukup baik.

Bahkan Heri mengapresiasi Pemprov NTB dalam penangganan Covid-19 yang melibatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sehingga ekonomi masih berjalan cukup baik. (Teti Purwanti)
 

Sumber: