TOPIK KHUSUS

Darurat Pembiayaan Perumahan Rakyat

Administrator | Senin, 29 Agustus 2022 - 09:59:14 WIB | dibaca: 209 pembaca

Foto: Istimewa

Pembiayaan perumahan khususnya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di sektor informal (non-fixed income) masih tersisihkan dan tertinggal. Bahkan, saat ini Indonesia sudah berada di fase darurat pembiayaan perumahan rakyat. Nah, lho!

Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The HUD Institute menegaskan target realisasi pembiayaan bersubsidi perumahan MBR, terutama di kelompok MBR Desil 1 hingga Desil 3 makin terabaikan. Di dalam situasi darurat tersebut, diperlukan langkah nyata dalam bentuk kebijakan, instrumen, dan alokasi untuk mewujudkan kebijakan publik ekosistem pembiayaan mikro perumahan bagi MBR informal atau non-formal.

“Saat ini dibutuhkan dokumen peta jalan (roadmap) ekosistem pembiayaan perumahan rakyat yang mengintegrasikan lembaga pembangunan dengan lembaga pembiayaan perumahan rakyat. Hal itu agar tidak terjadi darurat pembiayaan perumahan rakyat khususnya bagi MBR non-formal,” tegas Zulfi pada acara Fokus Group Discussion bertema: “Mewujudkan Ekosistem Pembiayaan Mikro Perumahan Bagi MBR Non Formal: Konsep, Tantangan dan Agenda ke Depan” yang diadakan The HUD Institute, Rabu, 30 Maret 2022.

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa ke depan harus ada beberapa model pembiayaan perumahan bagi MBR informal ini. Tujuannya agar tercipta akses lebih luas bagi kelompok sasaran.

Karena itu, ungkap Zulfi, perlu dukungan sistem pembiayaan dan pengembangannya dalam rangka membuka akses MBR Informal, termasuk terhadap pendanaan sebagaimana mandat UU No 1 Tahun 2011, UU No 20 Tahun 2011, dan UU No 4 Tahun 2017.

“Badan Pusat Statistik memiliki data rumah tangga sesuai kelompok penghasilan. Data-data tersebut bisa digunakan sebelum membuat kebijakan bagi MBR Informal. The HUD Institute menilai perlunya rumusan konsensus pembiayaan mikro perumahan bagi masyarakat MBR sektor informal ini ke depan,” ujar Zulfi

The HUD Institute menilai sejumlah lembaga negara dan BUMN dapat menjadi garda terdepan dalam pembiayaan perumahan bagi MBR Informal ini. Antara lain BP Tapera dengan didukung oleh SMF, SMI, Koperasi, serta Perum Perumnas sebagai pengembang perumahan rakyat. Sedangkan BTN menjadi bank khusus pembiayaan perumahan rakyat yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Berbagai masukan yang dihasilkan dari kegiatan FGD ini, kata Zulfi, selayaknya menjadi bagian penting dalam dokumen Grand Design Housing Provision 2045 yang merupakan bagian dari National Affordable Housing Program yang digagas World Bank bersama Kementerian PUPR.

“The HUD Institute berharap bertepatan dengan 100 Tahun Indonesia Merdeka, seluruh MBR informal sudah dapat menghuni rumah yang layak, sehat dan terjangkau,” tegas Zulfi Syarif Koto.

Adrinof A. Chaniago, Ketua Majelis Tinggi The HUD Institute berpendapat bahwa untuk meluaskan kapasitas dan akses pembiayaan perumahan bagi MBR informal maka penting disegerakan langkah nyata. Diperlukan ide dan gabungan gagasan lama dan baru yang realistis untuk menuntaskan gap pembiayaan yang terjadi untuk kelompok pekerja informal.

“Tentunya dengan tetap mencari kesamaan pandangan antarpemangku kepentingan. Pemerintah bisa memfasilitasi, memudahkan lembaga dan sumber dana non-APBN/APBD dari masyarakat, partisipasi dan kolaborasi dunia usaha dan industri, serta sumber lainnya guna membangun pembiayaan perumahan bagi MBR informal yang berkelanjutan,” tegasnya.

Kekosongan Kebijakan
Muhammad Joni, Sekretaris The HUD Institute menilai bahwa saat ini telah terjadi inkonsistensi dan kekosongan kebijakan terkait pembiayaan perumahan, khususnya bagi MBR di sektor informal. Sehingga sudah saatnya harus dilakukan review kritis atas beberapa hal.

Pertama, terkait, ekologi pembiayaan perumahan ke depan; Kedua, pengarusutamaan praktik dan skim pembiayaan MBR non-formal di masyarakat, Ketiga, menyiapkan ‘Peta Jalan’ pembiayaan perumahan rakyat. Keempat, perlu review dan advokasi kebijakan yang kosong dan inkonsisten bahkan kontraproduktif untuk pembiayaan MBR non-formal.

Serta kelima, pemerintah harus membentuk task force untuk menyusun Peta Jalan dan advokasi kebijakan pembiayaan perumahan rakyat.

“Kelima indikator itu mesti segera diwujudkan, segera dan tuntas. Jika tidak, maka akan terjadi apa yang namanya darurat pembiayaan perumahan rakyat,” ungkap Joni.

Ditambahkan, untuk meluaskan kapasitas dan akses pembiayaan perumahan MBR Informal ini, maka penting disegerakan langkah nyata, pemodelan, dan piloting creative financing yang berbasis teknologi digital sebagai model bisnis yang mudah, cepat, accesable, aman, dengan NSPK teruji, yang menawarkan kemanfaataan dan kenyamanan layanan guna mewujudkan ekosistem pembiayaan mikro perumahan bagi MBR Informal.

“Langkah quick-win itu penting disukseskan untuk memicu bergeraknya pengerahan, pengelola, pemanfaatan dana murah dan jangka panjang, dengan melakukan mainstreaming, fasilitasi, memudahkan lembaga dan sumber dana non-APBN/ABPD dari masyarakat, partisipasi dan kolaborasi dunia usaha/industri, koperasi, sumber dana karakatif (wakaf, CSR/CSV), dan sumber lain,” pungkas Joni.

Sementara Agus Maiyo, Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan Khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwa tidak mudah bagi MBR khususnya pekerja sektor informal dalam mengakses pembiayaan perbankan untuk memiliki rumah.

“Oleh karena itu, terbuka peluang bagi lembaga keuangan non bank untuk melayani MBR Informal,” katanya.

OJK, lanjut Agus, memastikan lembaga atau pihak-pihak yang terlibat dalam pembiayaan perumahan bisa memetakan resiko terhadap kredit MBR non-formal ini. Dengan demikian bisa dilakukan mitigasi sehingga lembaga keuangan non-perbankan memiliki kepercayaan dalam menyalurkan pembiayaan kepada MBR sektor informal. (Rinaldi)


Sumber: