Berita

Cari Solusi Sumbatan Pembangunan Perumahan, REI Gelar Rakor

Administrator | Rabu, 20 April 2022 - 09:52:46 WIB | dibaca: 191 pembaca

Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida pada pembukaan Rakor DPP REI & DPD REI (Foto: Oki Baren)

Jakarta – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mengeluhkan adanya sumbatan perizinan dan pembiayaan dalam pembangunan perumahan baik di level pemerintah pusat maupun di daerah. Guna mencari solusi atas sumbatan perizinan dan pembiayaan, REI menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) DPP REI dan DPD REI, di Jakarta, Selasa, 19 April 2022.

“Saat ini terdapat sumbatan dalam pembangunan perumahan. Mulai dari Persetujuan Bangunan Gedung, Online Single Submission (OSS) yang juga terhenti, maupun hambatan terkait pembiayaan pembangunan perumahan,” kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI, Paulus Totok Lusida, dalam sambutan pembukaan Rapat Koordinasi DPP REI dan DPD REI Seluruh Indonesia.

Disisi lain, imbuh Totok, kendala terjadi dalam pengembangan perumahan layak huni juga timbul akibat adanya lonjakan harga material bangunan. “Kenaikan material bangunan tentu mengganggu cashflow perusahaan pengembang. Apalagi, sudah hampir tiga tahun harga jual rumah bersubsidi tidak mengalami penyesuaian,” tukasnya.

Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Perizinan DPP REI, M Turino Junaedi menyatakan, per Agustus 2021 pelayanan OSS tertunda. Padahal, pelayanan publik tidak boleh terganggu. Padahal, sesuai Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan Pasal 349 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bahwa pelayanan publik tidak boleh terhenti.

“Terhentinya pelayanan publik tentu akan menghambat pengembangan perumahan. Ketika pembangunan perumahan terganggu, maka 174 industri ikutannya juga akan ikut bermasalah. Belum lagi 350 industri lainnya yang terkait,” tegas Junaedi.

REI merinci sejumlah permasalahan pada aspek perizinan. Mulai dari pendirian perusahaan, siteplan, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), persetujuan lingkungan, persoalan kesesuaian Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) sektor properti antara KBLI 68111 atau KBLI 41011. Selanjutnya, problem tahapan persiapan, PBG, konstruksi, pemasaran, jual beli, program rumah MBR, penyerahan PSU, dan pengelolaan.

“Kami mengundang penanggung jawab teknis dari kementerian terkait guna memperoleh solusinya,” pungkas Totok. (BRN)

Sumber: