AKTUAL

DPP REI Bertemu Menteri ATR/BPN

Cari Solusi Masalah

Administrator | Senin, 03 April 2023 - 10:20:14 WIB | dibaca: 350 pembaca

DPP REI Bertemu Menteri ATR/BPN. (Foto: Istimewa)

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) bertemu dengan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto di ruang kerjanya, Senin (26/9/2022).
 
Dalam kesempatan itu, DPP REI menyampaikan sejumlah perma-salahan penting yang dihadapi pengembang berkaitan dengan Kementerian ATR/BPN. Mulai dari penerapan aturan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) hingga lahan terlantar. 

“Kami berharap ketentuan LSD dapat dikecualikan untuk lahan-lahan yang sudah mengantongi izin sebelum Desember 2021,” lapor Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida seperti dikutip dari Industri-properti.com. 

Hambatan kedua yang disampaikan adalah mengenai minimnya daerah yang telah menerbitkan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Padahal, ketentuan itu menjadi dasar bagi pelaku usaha untuk pengurusan perizinan berusaha. REI juga meminta dapat dilibatkan dalam Forum Penataan Ruang. 

Persoalan ketiga, terkait implementasi ketentuan hunian untuk warga negara asing (WNA). Menurut Totok, dalam pelaksanaan aturan saat ini ada ketidakseragaman, karena ada beberapa kepala kantor wilayah dan kepala kantor pertanahan yang tetap mempersyaratkan Kartu Izin Tinggal Tetap (Kitap) dan Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas) bagi WNA. 

Selanjutnya, REI berharap ikut dilibatkan dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan-lahan terlantar yang dikelola oleh lembaga Bank Tanah. Utamanya pengembangan lahan untuk pembangunan hunian khusus masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
 
“Kami siap mengelola dan mengoptimalisasi pemanfaatan eks ta-nah terlantar. Lahan eks tanah terlantar itu bisa dimanfaatkan untuk pe-ngembangan rumah bersubsidi,” sebut Totok. 

Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto menyatakan dirinya dan jajaran siap mendukung REI untuk mencari solusi terhadap kendala pembangunan perumahan. Dia menegaskan, penyediaan hunian menjadi salah satu upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan rakyat. 

“Untuk LSD, kami sedang melakukan proses revisi. Untuk lahan yang sudah mengantongi izin yang terbit sebelum Desember 2021 akan dikeluarkan dari aturan LSD. Intinya kita mendukung, tinggal menunggu teknisnya saja. Yang penting sesuai aturan,” tegasnya. 

Menteri Hadi juga berjanji akan mendorong percepatan penyusunan RDTR. Saat ini di seluruh Indonesia dbutuhkan setidaknya 2.000 RDTR. Sedangkan yang sudah menjadi peraturan daerah (perda) baru 200 RDTR. 

“Perwakilan dunia usaha, Kadin Indonesia dan REI akan kita libatkan dalam Forum Penataan Ruang di tingkat nasional,” katanya. 

Soal properti untuk WNA, Hadi Tjahjanto memastikan pihaknya akan melakukan sosialisasi kebijakan yang sudah ada ke seluruh Kantor Wilayah Pertanahan dan Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia. Dia juga sudah melakukan komunikasi dengan Menteri Hukum dan HAM agar warga asing tidak sulit membeli properti di Indonesia. 
“Ini demi menggairahkan pasar properti nasional, termasuk untuk diaspora Indonesia,” papar Menteri ATR/BPN. 

Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang me-ngatakan pihaknya saat ini sedang melakukan revisi dan penyempurnaan terhadap peta LSD yang telah ditetapkan pada delapan provinsi. 

“Antara lain akan dilakukan verifikasi faktual dan sinkronisasi penetap-an perubahan peta LSD tersebut,” ujarnya.

Budi Situmorang mengakui terdapat se-kitar 157 surat masuk ke Ditjen PPTR yang mempertanyakan mengenai LSD yang tidak sesuai dengan RDTR, terutama yang berada pada kawasan peruntukan industri, kawasan permukiman perdesaan dan kawasan permu-kiman perkotaan. 

Untuk informasi, syarat LSD yang tidak bisa dipertahankan yaitu (1) terdapat bangunan atau urukan tanah yang menutupi LSD; (2) LSD relatif sempit (<5000 m2) terkurung bangunan; (3) terdapat rencana Proyek Strategis Nasional terbaru di atas LSD; (4) terbit izin dan Hak Guna Bangunan/Hak Guna Usaha/Hak Pakai/Hak Pengelolaan Non Sawah dan PTP non sawah di atas LSD; (5) kepentingan nasional lainnya seperti bencana alam, perubahan wilayah; (6) rencana pengembangan wilayah dan rencana tata ruang dalam tiga tahun ke depan. 

Jadi Penghambat 
Senior Associate Director Colliers Interna-tional Indonesia, Ferry Salanto berpendapat persoalan LSD yang saat ini menjadi momok bagi pengembang perlu segera dicarikan titik temu sebagai solusi terbaik. Jika tidak, maka aturan tersebut justru akan menjadi pengham-bat dan menganggu iklim investasi. 

“Masalahnya lahan pengembang itu sudah mendapat izin, tetapi belum dibangun tiba-tiba sekarang ditetapkan LSD,” ujarnya kepada wartawan dalam media briefing, baru-baru ini. 

Menurut Ferry, persoalan tidak akan muncul jika LSD diterapkan sejak awal. Karena saat akan mengakuisisi lahan, lazimnya pengembang sudah mencari dan mengetahui informasi ter-kait lahan yang akan dibeli. Tetapi faktanya, peta LSD ditetapkan belakangan, bahkan setelah pengembang mengantongi izin. Aturan ter-sebut pun berlaku surut. 

“Beda kalau aturan LSD ini diberlakukan sejak awal sehingga pada saat akuisisi lahan, pengembang tahu titik mana yang tidak bisa dikembangkan. Idealnya beleid ini hanya berla-ku untuk lahan yang belum mendapat izin,” te-gasnya. 

Penerapan aturan LSD mengacu kepada Keputusan Menteri (Kepmen) ATR/Kepala BPN No. 1.589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang Penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) di 8 provinsi yang dikeluarkan pada 16 Desember 2021. Ke-8 provinsi tersebut adalah Sumatra Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Ti-mur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. 

Dalam Kepmen tersebut disebutkan bah-wa luas lahan sawah dilindungi di 8 provinsi tersebut mencapai luas 3,83 juta hektar. (Rinaldi/Oki)



Sumber: