ISU GLOBAL

Bunga Tinggi Pengajuan KPR di AS Capai Titik Terendah

Administrator | Senin, 09 Januari 2023 - 14:43:58 WIB | dibaca: 148 pembaca

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

Terendah inflasi di Amerika Serikat (AS) yang tengah berada pada posisi puncaknya berdampak kepada sektor properti di negara tersebut. Terbaru, permintaan kredit properti di negeri Paman Sam itu makin melemah dan ditambah lagi dengan makin mahalnya harga material.

Laporan asosiasi penyedia kredit pemilikan properti di AS, yakni Mortgage Bankers Association (MBA), menunjukkan bahwa pu-kulan inflasi menekan konsumen properti menyusul melonjak-nya suku bunga kredit termasuk kredit pemilikan rumah (KPR). Permintaan KPR melemah lebih dari 6% secara mingguan pada pekan lalu, atau menyentuh titik terendah dalam 22 tahun. 

“Aplikasi hipotek menurun untuk minggu ketiga berturut-turut dan mencapai level terendah sejak tahun 2000. Demikian pula, dengan sebagian besar suku bunga hipotek lebih dari dua poin persentase lebih tinggi dari tahun lalu, permintaan pembiayaan kembali terus menurun, dengan Indeks Pembiayaan Kembali MBA juga turun ke terendah da-lam 22 tahun,” kata Joel Kan, Associate VP of Economic and Industry Forecasting dari MBA, dikutip dari Themreport.com. 

Menurutnya, aktivitas pembelian menurun untuk pinjaman konvensional dan pemerintah, karena prospek ekonomi yang melemah, inflasi yang tinggi, dan tantangan keterjangkauan yang terus-menerus berdampak pada permintaan pembeli. Penurunan dalam aplikasi pem-belian baru-baru ini sejalan dengan aktivitas pembangunan rumah yang lebih lambat karena berkurangnya lalu lintas pembeli dan kekurangan bahan bangunan yang sedang berlangsung dan biaya yang lebih tinggi. 

Amerika Serikat juga tengah kekurangan bahan bangunan yang menyebabkan biaya lebih tinggi, sehingga memperlambat lalu lintas pembeli, karena Asosiasi Nasional Pembangun Rumah (NAHB) melaporkan bahwa kepercayaan pasar untuk rumah keluarga tunggal yang baru dibangun mencatat penurunan ketujuh bulan berturut-turut pada Juli 2022 , karena kepercayaan builder terus menurun. 

“Kemacetan produksi, kenaikan biaya pembangunan rumah dan inflasi yang tinggi menyebabkan banyak pembangunan menghentikan konstruksi karena biaya tanah, konstruksi dan pembiayaan melebihi nilai pasar rumah,” kata Ketua NAHB Jerry Konter, yang juga pengembang rumah dari Savannah. 

Berdasarkan laporan National Association of Realtors (NAR), dikutip dari CNN International, rata-rata harga rumah di AS pada bulan Juni naik 13,4% dari tahun lalu di bulan yang sama menjadi US$416.000 atau Rp6,24 juta (kurs Rp15.007).

Di sisi lain, selama lima bulan berturut-turut penjualan rumah yang mencakup rumah tunggal, townhouse, kondominium dan koperasi justru menurun hingga 14% dari tahun lalu dan 5,4% dari Mei 2022 kemarin. Dengan harga yang tinggi, hal ini secara otomatis akan melemahkan permintaan. 

Manajer Riset Ekonomi Realtor.com George Ratiu mengatakan pengembang atau pemilik properti masih belum terbiasa dengan dengan kondisi ekonomi dan belum bisa menyesuaikan dengan pasar terbaru. 

“Banyak pemilik rumah masih menetapkan harga rumah berdasarkan pasar enam bulan lalu. Ada kesenjangan antara apa yang diminta pemilik rumah dan apa yang mereka dapatkan,” kata George. 

Tagihan Hipotek 
Saat ini pembeli rumah di AS dihadapkan pada tagihan hipotek hingga 58% lebih tinggi dari tahun lalu. Hal tersebut dipengaruhi inflasi yang mencapai rekor tertinggi di Amerika Seri-kat sekitar 9,1%. Kenaikan terjadi termasuk pada harga sewa perumahan. Kondisi ini membuat banyak orang tidak berani meminjam untuk pembelian rumah.
 
“Pembayaran hipotek terlalu tinggi untuk sebagian besar pembeli rumah pertama kali. Pembeli trade-up tidak akan berdagang karena mereka harus mendapatkan tingkat hipotek yang lebih tinggi,” kata Kepala Ekonom Moody’s Analytics. Adapun, laporan NAR menyebutkan, pertumbuhan harga rata-rata tertinggi di tiga kota yaitu Miami 40,%, Orlando 30,6%, dan Nashville 30,6%. 

Sektor sewa juga terdampak inflasi AS yang tinggi. Sekitar 15% penyewa tempat tinggal di AS telat bayar sewa seiring dengan tekanan ekonomi di negara tersebut. Survei ini dilakukan Biro Sensus pada periode 1 Juni–13 Juni 2022 atau setelah AS mencatat inflasi tertinggi sejak Desember 1981. 

Mengutip Bloomberg, kondisi tersebut akan semakin buruk pada kuartal III-2022 seiring dengan banyak tempat tinggal sewa jatuh tem-po dan pemilik yang mengkerek harga kontra-kan di negara tersebut. 

Dari data yang dikumpulkan, dominasi penyewa yang gagal bayar adalah orang kulit hitam AS. Kemudian diikuti oleh penduduk usia 40–54 tahun, di mana seharusnya menjadi periode puncak penghasilan tertinggi. 

Data menarik lain adalah ada sekitar 60 juta rumah tangga AS yang tinggal di kontrakan, termasuk diantaranya membayar sewa tahunan yang belum terdampak lonjakan harga sewa pada tahun ini. Sekitar 3,5 juta rumah tangga mengatakan mereka sangat atau memiliki ke-mungkinan meninggalkan rumah mereka da-lam dua bulan ke depan karena tidak mampu membayar uang kontrakan. 

Di kota-kota dari Atlanta ke New York, sudah ada bukti tindakan paksa penyewa membayar dalam tenggat waktu yang telah ditentukan oleh pemilik properti. 

Adapun selama 12 bulan terakhir, harga sewa properti di AS naik setidaknya $250 per bulan untuk 6,7 juta rumah tangga, menurut survei. Sekitar setengah dari keluarga dengan anak-anak yang terdaftar dalam program maka-nan sekolah gratis atau dengan harga lebih murah mengatakan bahwa kemungkinan besar mereka akan diusir dalam beberapa bulan ke depan. (Teti Purwanti)


Sumber: